PERDAGANGAN LUAR NEGERI
TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Dalam perdagangan terjadi
kegiatan transaksi jual-beli barang dan jasa yang di dalamnya melibatkan
sejumlah pelaku.
Penjual dan pembeli sebagai pelaku bisa dalam batas wilayah tertentu (lokal)
atau wilayah luas dalam suatu negara (nasional), bahkan antarnegara (internasional).
Teori perdagangan internasional membantu menjelaskan arah
serta komposisi perdagangan antara beberapa negara serta bagaimana efeknya
terhadap struktur perekonomian suatu negara. Disamping itu, teori perdagangan
internasional juga dapat menunjukkan adanya keuntungan yang timbul dari adanya
perdagangan internasional. Pada dasarnya ada dua teori yang menerangkan tentang
timbulnya perdagangan internasional yaitu Teori Klasik Dan Teori Modern
Teori
Klasik
- Kemanfaatan absolut (absolute advantage) oleh adam smith
- Kemanfaatan relative (comperative advantage) oleh john stuart mill)
- Biaya relative (comperative cost) oleh david Ricardo.
Teori
Modern
- Factor proporsi (Hecksher dan Ohlin).
- Kesamaan harga faktor produksi (Factor price equalization) oleh P. Samuelson.
- Permintaan dan penawaran (Teori Parsial).
Teori
Klasik
Kelemahan Teori Klasik
Teori klasik menjelaskan bahwa
keuntungan dari perdagangan internasional itu timbul karena adanya
comparative advantage yang berbeda antara kedua Negara. Teori nilai tenaga
kerja menjelaskan mengapa terdapat perbedaan dalam comparative advantage itu
karena adanya perbedaan di dalam fungsi produksi antara dua Negara atau lebih. Jika
fungsi produksinya sama, maka kebutuhan tenaga kerja juga akan sama nilai
produksinya sama sehingga tidak akan terjadi perdagangan internasional. Oleh
karena itu syarat timbulnya perdagangan antar Negara adalah perbedaan
fungsi produksi di antara dua Negara tersebut. Namun teori klasik tidak dapat
menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara dua Negara.
Teori yang dikemukakan oleh Kaum Klasik dalam
teori perdagangan internasional, berdasarkan atas asumsi berikut ini:
- Memperdagangkan dua barang dan yang berdagang dua negara.
- Tidak ada perubahan teknologi.
- Teori nilai atas dasar tenaga kerja.
- Ongkos produksi dianggap konstan.
- Ongkos transportasi diabaikan (= nol).
- Kebebasan bergerak faktor produksi di dalam negeri, tetapi tidak dapat berpindah melalui batas negara.
- Persaingan sempurna di pasar barang maupun pasar factor produksi.
- Distribusi pendapatan tidak berubah.
- Perdagangan dilaksanakan atas dasar barter.
Manfaat
mempelajari teori perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut:
1. Membantu menjelaskan arah dan komposisi
perdagangan antarnegara, serta efeknya terhadap struktur perekonomian suatu
negara.
2. Dapat menunjukkan adanya keuntungan yang
timbul dari adanya perdagangan internasional (gains from trade).
3. Dapat mengatasi permasalahan neraca
pembayaran yang defisit.
Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan
perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut:
- Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
- Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
- Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
- Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
- Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
- Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
- Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
- Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri
Teori
Perdagangan Internasional
a. Teori Merkantilisme
Teori
merkantilisme menyatakan bahwa emas dan perak merupakan arus deras
kesejahteraan nasional dan penting untuk perdagangan. Pemerintah (bukan
individu-individu, yang dianggap tidak dapat dipercaya) harus terlibat dalam
transfer barang-barang di antara negara-negara untuk meningkatkan kekayaan
negara masing-masing. Langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah
memfasilitasi semua ekspor sekaligus membatasi impor, dengan cara melakukan monopoli dan intervensi di pasar melalui
subsidi industri ekspor domestik
dan alokasi hak perdagangan. Negara juga menanggung beban cukai atau kuota
untuk membatasi volume impor.
Merkantilisme
merupakan suatu kelompok yang mencerminkan cita-cita dan ideologi kapitalisme
komersial, serta pandangan tentang politik kemakmuran suatu negara yang
ditujukan untuk memperkuat posisi dan kemakmuran negara melebihi kemakmuran
perseorangan. Teori Perdagangan Internasional dari Kaum Merkantilisme
berkembang pesat sekitar abad ke-16 berdasar pemikiran mengembangkan ekonomi
nasional dan pembangunan ekonomi, dengan mengusahakan jumlah ekspor harus
melebihi jumlah impor.
Dalam
sektor perdagangan luar negeri, kebijakan merkantilisme berpusat pada dua ide
pokok, yaitu:
- Pemupukan logam mulia, tujuannya adalah pembentukan negara nasional yang kuat dan pemupukan kemakmuran nasional untuk mempertahankan dan mengembangkan kekuatan negara tersebut;
- Setiap politik perdagangan ditujukan untuk menunjang kelebihan ekspor di atas impor (neraca perdagangan yang aktif). Untuk memperoleh neraca perdagangan yang aktif, maka ekspor harus didorong dan impor harus dibatasi. Hal ini dikarenakan tujuan utama perdagangan luar negeri adalah memperoleh tambahan logam mulia.
Dengan demikian dalam
perdagangan internasional atau perdagangan luar negeri, titik berat politik
merkantilisme ditujukan untuk memperbesar ekspor di atas impor, serta kelebihan
ekspor dapat dibayar dengan logam mulia. Kebijakan merkantilisme lainnya adalah
kebijakan dalam usaha untuk monopoli perdagangan dan yang terkait lainnya,
dalam usahanya untuk memperoleh daerah-daerah jajahan guna memasarkan hasil
industri. Pelopor Teori Merkantilisme antara lain Sir Josiah Child, Thomas Mun,
Jean Bodin, Von Hornich dan Jean Baptiste Colbert.
b. Teori Keunggulan Absolut (Adam
Smith)
Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada
besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori
murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini
memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang
diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan
barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang
tersebut (Labor Theory of value)
Teori
absolute advantage dari Adam Smith yang sederhana menggunakan teori nilai
tenaga kerja, Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan
anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen serta merupakan
satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak
homogen, faktor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak
bebas.
Kelebihan dari teori Absolute advantage yaitu
terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan
absolut yang berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini
meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya
yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka
perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.
Kemampuan pemerintah
daerah untuk memilih sektor yang memiliki keuntungan/kelemahan di wilayahnya
menjadi sangat penting. Sektor yang memiliki keunggulan memiliki prospek yang
lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain
untuk berkembang. Teori keunggulan absolut menyatakan bahwa negara-negara yang
berbeda dapat memproduksi beberapa jenis barang secara lebih efisien daripada
negara-negara lainnya sehingga efisiensi global dapat ditingkatkan melalui
perdagangan bebas.
Suatu negara dikatakan memiliki keunggulan
komperatif terhadap negara lainnya apabila dalam memproduksi suatu komoditi
bisa mengerjakannya dengan biaya-biaya
oportunitas (opportunity cost) yang lebih rendah dibandingkan
dengan komoditi alternatif yang tidak diproduksi. Setiap negara memiliki
keunggulan komparatifnya masing-masing. Keunggulan tersebut tergantung pada sumber daya yang dimiliki oleh suatu
negara. Dengan demikian setiap negara akan berspesialisasi dalam produksi dan
mengekspor barang dan jasa yang biayanya relatif lebih rendah (artinya kurang efisien
dibanding negara lain), sebaliknya setiap negara akan mengimpor barang dan jasa
yang biaya produksinya relatif lebih tinggi (artinya kurang efisien
dibandingkan negara lain). Melalui spesialisasi, negara dapat memperbaiki efisiensi
mereka, dengan alasan:
- Tenaga kerja menjadi lebih cakap karena melaksanakan pekerjaan yang sama secara berulang-ulang;
- Efisiensi waktu bagi tenaga kerja karena tidak berpindah-pindah produksi;
- Dalam jangka panjang, produksi akan memberikan insentif untuk pembuatan metode kerja yang lebih efektif.
Dalam teori keunggulan
mutlak, Adam Smith mengemukakan ide-ide sebagai berikut:
- Adanya Division of Labour (Pembagian Kerja Internasional)Dalam Menghasilkan Sejenis Barang Dengan adanya pembagian kerja, suatu negara dapat memproduksi barang dengan biaya yang lebih murah dibanding negara lain, sehingga dalam mengadakan perdagangan negara tersebut memperoleh keunggulan mutlak.
- Spesialisasi Internasional dan Efisiensi ProduksiDengan spesialisasi, suatu negara akan mengkhususkan pada produksi barang yang memiliki keuntungan. Suatu Negara akan mengimpor barang-barang yang bila diproduksi sendiri (dalam negeri) tidak efisien atau kurang menguntungkan, sehingga keunggulan mutlak diperoleh bila suatu Negara mengadakan spesialisasi dalam memproduksi barang.
Keuntungan mutlak diartikan
sebagai keuntungan yang dinyatakan dengan banyaknya jam/hari kerja yang
dibutuhkan untuk membuat barang-barang produksi. Suatu negara akan mengekspor
barang tertentu karena dapat menghasilkan barang tersebut dengan biaya yang
secara mutlak lebih murah daripada negara lain. Dengan kata lain, negara
tersebut memiliki keuntungan mutlak dalam produksi barang.
Jadi, keuntungan mutlak
terjadi bila suatu negara lebih unggul terhadap satu macam produk yang dihasilkan,
dengan biaya produksi yang lebih murah jika dibandingkan dengan biaya produksi
di negara lain. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui, bahwa Indonesia lebih
unggul untuk memproduksi rempah-rempah dan Jepang lebih unggul untuk produksi
elektronik, sehingga negara Indonesia sebaiknya berspesialisasi untuk produk
rempah-rempah dan negara Jepang berspesialisasi untuk produk elektronik. Dengan
demikian, seandainya kedua negara tersebut mengadakan perdagangan atau ekspor
dan impor, maka keduanya akan memperoleh keuntungan.
Besarnya
keuntungan dapat dihitung sebagai berikut:
- Untuk negara Indonesia, Dasar Tukar Dalam Negeri (DTD) 1 kg rempah-rempah akan mendapatkan 1 unit elektronik, sedangkan Jepang 1 kg rempah-rempah akan mendapatkan 4 unit elektronik. Dengan demikian, jika Indonesia menukarkan rempah-rempahnya dengan elektronik Jepang akan memperoleh keuntungan sebesar 3 unit elektronik, yang diperoleh dari (4 elektronik – 1 elektronik).
- Untuk negara Jepang Dasar Tukar Dalam Negerinya (DTD) 1 unit elektronik akan mendapatkan 0,25 rempah-rempah, sedangkan di Indonesia 1 unit elektronik akan mendapatkan 1 kg rempah-rempah. Dengan demikian, jika negara Jepang mengadakan perdagangan atau menukarkan elektroniknya dengan Indonesia akan memperoleh keuntungan sebesar 0,75 kg rempah-rempah, yang diperoleh dari ( 1 kg rempahrempah – 0,25 elektronik).
c. Teori Keunggulan Komparatif (David
Ricardo)
David Ricardo (1772-1823) seorang tokoh aliran klasik
menyatakan bahwa nilai penukaran ada jikalau barang tersebut memiliki nilai
kegunaan. Dengan demikian sesuatu barang dapat ditukarkan bilamana barang
tersebut dapat digunakan. Seseorang akan membuat sesuatu barang, karena
barang itu memiliki nilai guna yang dibutuhkan oleh orang. Selanjutnya David
Ricardo juga membuat perbedaan antara barang yang dapat dibuat dan atau
diperbanyak sesuai dengan kemauan orang, di lain pihak ada barang yang sifatnya
terbatas ataupun barang monopoli (misalnya lukisan dari pelukis ternama, barang
kuno, hasil buah anggur yang hanya tumbuh di lereng gunung tertentu dan
sebagainya). Dalam hal ini untuk barang yang sifatnya terbatas tersebut
nilainya sangat subyektif dan relatif sesuai dengan kerelaan membayar dari para
calon pembeli. Sedangkan untuk barang yang dapat ditambah produksinya sesuai
dengan keinginan maka nilai penukarannya berdasarkan atas pengorbanan yang
diperlukan. Teori perdagangan internasional diketengahkan oleh David Ricardo
yang mulai dengan anggapan bahwa lalu lintas pertukaran internasional hanya
berlaku antara dua negara yang diantara mereka tidak ada tembok pabean, serta
kedua negara tersebut hanya beredar uang emas. Ricardo memanfaatkan hukum
pemasaran bersama-sama dengan teori kuantitas uang untuk mengembangkan teori
perdagangan internasional. Walaupun suatu negara memiliki keunggulan absolut,
akan tetapi apabila dilakukan perdagangan tetap akan menguntungkan bagi kedua
negara yang melakukan perdagangan.
Teori
perdagangan telah mengubah dunia menuju globalisasi dengan lebih cepat. Kalau
dahulu negara yang memiliki keunggulan absolut enggan untuk melakukan
perdagangan, berkat law of comparative costs. dari Ricardo, Inggris mulai
kembali membuka perdagangannya dengan negara lain. Pemikiran kaum klasik telah
mendorong diadakannya perjanjian perdagangan bebas antara beberapa negara.
Teori comparative advantage telah berkembang menjadi dynamic
comparative advantage yang menyatakan bahwa keunggulan komparatif dapat diciptakan.
Oleh karena itu penguasaan teknologi dan kerja keras menjadi faktor
keberhasilan suatu negara. Bagi negara yang menguasai teknologi akan semakin
diuntungkan dengan adanya perdagangan bebas ini, sedangkan negara yang hanya
mengandalkan kepada kekayaan alam akan kalah dalam persaingan internasional.
Teori Comparative Advantage
digolongkan menjadi dua diantaranya:
- Cost Comparative Advantage (Labor efficiency)
Menurut
teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara
akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana Negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih
efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif
kurang/tidak efisien.
Indonesia
memiliki keunggulan absolut dibanding Cina untuk kedua produk diatas, maka
tetap dapat terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan kedua negara
melalui spesialisasi jika negara-negara tersebut memiliki cost comparative
advantage atau labor efficiency. Berdasarkan perbandingan Cost
Comparative Advantage Efficiency, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia
lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Cina dalam produksi 1 Kg gula (atau
hari kerja) daripada produksi 1 meter kain (hari bekerja) hal ini akan
mendorong Indonesia melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula. Sebaliknya
tenaga kerja Cina ternyata lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Indonesia
dalam produksi 1 m kain (hari kerja) daripada produksi 1 Kg gula (hari kerja)
hal ini mendorong cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.
- Production Comperative Advantage (Labor productifity)
Suatu
negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat
berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara
tersebut berproduksi relatif kurang/tidak produktif. Walaupun Indonesia
memiliki keunggulan absolut dibandingkan Cina untuk kedua produk, sebetulnya
perdagangan internasional akan tetap dapat terjadi dan menguntungkan keduanya
melalui spesialisasi di masing-masing negara yang memilikilabor productivity.
Kelemahan teori klasik Comparative Advantagetidak dapat menjelaskan
mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara dua negara. Sedan ngkan
kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat
terjadi walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan
masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam Cost Comparative
Advantage atau Production Comparative Advantage. Teori ini mencoba
melihat kuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini
berlandaskan pada asumsi: Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu
barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan
barang tersebut, di mana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah
tenaga kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya.
Teori keunggulan
komparatif menyatakan bahwa meskipun sebuah negara sanggup menghasilakan semua
barang pada harga-harga yang lebih rendah daripada negara lain, perdagangan
masih tetap akan menguntungkan kedua negara tersebut, berdasarkan biaya
komparatif. Dengan demikian negara harus berkonsentrasi pada produk dengan
keunggulan komparatif paling tinggi atau produk dengan kerugaian komparatif
paling rendah.
David Ricardo menyampaikan
bahwa teori keunggulan mutlak yang dikemukakan oleh Adam Smith memiliki
kelemahan, di antaranya sebagai berikut:
- Bagaimana bila suatu negara lebih produktif dalam memproduksi dua jenis barang dibanding dengan Negara lain?Sebagai gambaran awal, di satu pihak suatu negara memiliki faktor produksi tenaga kerja dan alam yang lebih menguntungkan dibanding dengan negara lain, sehingga negara tersebut lebih unggul dan lebih produktif dalam menghasilkan barang daripada negara lain. Sebaliknya, di lain pihak negara lain tertinggal dalam memproduksi barang. Dari uraian di atas dapat disimpilkan, bahwa jika kondisi suatu negara lebih produktif atas dua jenis barang, maka negara tersebut tidak dapat mengadakan hubungan pertukaran atau perdagangan.
- Apakah negara tersebut juga dapat mengadakan perdagangan internasional?Pada konsep keunggulan komparatif (perbedaan biaya yang dapat dibandingkan) yang digunakan sebagai dasar dalam perdagangan internasional adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Jadi, motif melakukan perdagangan bukan sekadar mutlak lebih produktif (lebih menguntungkan) dalam menghasilkan sejenis barang, tetapi menurut David Ricardo sekalipun suatu negara itu tertinggal dalam segala rupa, ia tetap dapat ikut serta dalam perdagangan internasional, asalkan Negara tersebut menghasilkan barang dengan biaya yang lebih murah (tenaga kerja) dibanding dengan lainnya.
Jadi, keuntungan komparatif
terjadi bila suatu negara lebih unggul terhadap kedua macam produk yang
dihasilkan, dengan biaya tenaga kerja yang lebih murah jika diban-dingkan
dengan biaya tenaga kerja di negara lain.
Berdasarkan
tabel di atas dapat diketahui, bahwa negara Jepang unggul terhadap kedua jenis
produk, baik elektronik maupun rempah-rempah, akan tetapi keunggulan
tertingginya pada produksi elektronik. Sebaliknya, negara Indonesia lemah
terhadap kedua jenis produk, baik rempah-rempah maupun elektronik, akan tetapi
kelemahan terkecilnya pada produksi rempah-rempah.
Jadi,
sebaiknya negara Jepang berspesialisasi pada produk elektronik dan negara
Indonesia berspesialisasi pada produk rempah-rempah. Seandainya kedua negara
tersebut mengadakan perdagangan, maka keduanya akan mendapatkan keuntungan.
Besarnya keuntungan dapat dihitung sebagai
berikut:
- Di Jepang 1 unit elektronik = 0,625 kg rempah-rempah, sedangkan di Indonesia 1 unit elektronik = 1 kg rempahrempah. Jika negara Jepang menukarkan elektronik dengan rempah-rempah di Indonesia, maka akan mendapatkan keuntungan sebesar 0,375, yang diperoleh dari (1 rempahrempah – 0,625 rempah-rempah).
- Di Indonesia 1 kg rempah-rempah = 1 unit elektronik, sedang di Jepang 1 kg rempah-rempah = 1,6 unit elektronik. Jika negara Indonesia menukarkan rempah-rempahnya dengan elektronik, maka Jepang akan mendapatkan keuntungan sebesar 0,6, yang diperoleh dari (1,6 elektronik – 1 elektronik).
d. Teori Faktor Komposisi Produksi
(Heckscher-Ohlin)
Teori faktor
komposisi produksi berbasis pada adanya berbagai macam masukan faktor produksi dan proporsi untuk
komoditikomoditi yang berbeda, diiringi dengan distribusi yang tidak berata
dari faktor-faktor tersebut di wilayah dunia yang berbeda. Dengan demikian
ketidaksamaan harga relatif merupakan fungsi dari komposisi faktor produksi regional. Keunggulan
komparatif ditentukan oleh kelimpahan relatif komposisi faktor-faktor produksi
tersebut. Terdapat saling ketergantungan di antara faktor-faktor produksi,
perpindahan faktor-faktor
produksi,
pendapatan, harga, dan perdagangan. Suatu perubahan dalam salah satunya akan
mempengaruhi yang lain. Harga dari faktor-faktor produksi dan harga produk
selanjutnya di dalam setiap wilayah akan tergantung pada penawaran dan
permintaan, yang pada gilirannya akan dipengaruhi oleh keinginan konsumen,
tingkat pendapatan, kuantitas berbagai faktor, dan kondisi fisik produksi.
Karena negara memiliki komposisi faktor produksi yang beraneka macam, sebuah negara akan memiliki keunggulan relatif dalam sebuah komoditi yang terwujud dalam beberapa faktor produksi yang relatif melimpah dari negara tersebut, untuk selanjutnya diekspor.
Karena negara memiliki komposisi faktor produksi yang beraneka macam, sebuah negara akan memiliki keunggulan relatif dalam sebuah komoditi yang terwujud dalam beberapa faktor produksi yang relatif melimpah dari negara tersebut, untuk selanjutnya diekspor.
Teori
Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik,
negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor
produksi yang relatif melimpah secara intensif
Menurut
Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain
disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan
dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan
komparatif adalah:
- Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi didalam suatu negara.
- Faktor intensity, yaitu teksnologi yang digunakan didalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity
Teori
modern Heckescher-ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva pertama adalah
kurva isocost yaitu kurva yang menggabarkan total biaya produksi yang sama. Dan
kurva isoquant yaitu kurva yang menggabarkan total kuantitas produk yang sama.
Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva
isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh
produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk
tertentu.
Analisis teori H-O:
- Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing Negara.
- Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilkinya.
- Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.
- Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya
Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi
faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga
barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak
akan terjadi.
e. Teori Siklus Hidup Produk
Internasional (Raymond Vernon)
Teori
siklus hidup produk internasional memusatkan diri pada ekspansi pasar dan
inovasi teknologi yang relatif kurang diperhatikan dalam teori keunggulan
komparatif. Teori ini bermanfaat dalam menjelaskan pola-pola perdagangan dari
kalangan manufaktur, serta ekspansi penjualan dan produksi dari anak perusahaan
multinasional. Teori siklus hidup produk internasional memiliki dua prinsip
penting, yaitu:
- Eknologi merupakan faktor kritis dalam menciptakan dan membuat produk baru;
- Ukuran dan struktur pasar penting dalam menentukan pola perdagangan. Siklus hidup produk internasional meliputi tahaptahap sebagai berikut:
- Pengenalan (ditentukan oleh lokasi inovasi, ekspor, dan tenaga kerja)
- Pertumbuhan.
- Kedewasaan.
- Penurunan.
f. Teori Perdagangan Baru
Teori
perdagangan baru menyatakan bahwa ada banyak industri dikarenakan skala
ekonomis yang substansial sehingga hasilnya lambat laun meningkat untuk
spesialisasi.
Skala ekonomis terutama berasal dari penyebaran biaya-biaya tetap (seperti biaya pengembangan produk baru) terhadap keluaran yang lebih banyak. Skala ekonomis ditimbulkan oleh peningkatan efisiensi utilisasi sumber daya. Peningkatan efisiensi menghasilkan produktivitas, yang merupakan sumber penting dari keunggulan komparatif. Sebuah negara dapat merajai ekspor sebuah produk hanya karena memiliki sebuah atau beberapa perusahaan yang pertama kali menghasilkan produk tersebut.
Skala ekonomis terutama berasal dari penyebaran biaya-biaya tetap (seperti biaya pengembangan produk baru) terhadap keluaran yang lebih banyak. Skala ekonomis ditimbulkan oleh peningkatan efisiensi utilisasi sumber daya. Peningkatan efisiensi menghasilkan produktivitas, yang merupakan sumber penting dari keunggulan komparatif. Sebuah negara dapat merajai ekspor sebuah produk hanya karena memiliki sebuah atau beberapa perusahaan yang pertama kali menghasilkan produk tersebut.
g. Teori Similaritas Negara (Steffan
Linder)
Teori
similaritas negara menyatakan bahwa sebagian besara perdagangan barang-barang
pabrikan sebaiknya dilakukan di antaracnagara-negara dengan pendapatan perkapita yang serupa dan
perdagangan intraindustri dalam barang-barang pabrikan sebaiknya sama. Perusahaan-perusahaan
pada mulanya memproduksi barang untuk melayani pasar domestik mereka. Pada saat mereka
mengeksplorasi peluang ekspor, mereka menemukan bahwa pasar asing yang paling
menjanjikan di negara-negara yang di dalamnya preferensi konsumen mirip dengan
yang ada di pasar domestik mereka.
h. Teori Keunggulan Kompetitif Nasional:
Berlian Porter (MichaelE. Porter)
Teori
keunggulan kompetitif nasional menyatakan bahwa terdapat empat atribut dari
sebuah negara yang membentuk lingkungan di mana didalamnya
perusahaan-perusahaan lokal bersaing, dan keempat atribut ini mempromosikan
atau menyumbat penciptaan keunggulan kompetitif. Porter menyebut keempat
atribut sebagai membentuk ”berlian”.
Atribut-atribut tersebut adalah
- Anugrah faktor – posisi sebuah negara dalam faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja mahir atau prasarana yang diperlukan untuk berlaga dalam industri tertentu;
- Kondisi permintaan – sifat permintaan dalam negeri untuk produk atau jasa industri;
- Industri-industri yang berkaitan dan mendukung – kehadiran atau absennya industri pemasok dan industri yang berkaitan di sebuah negara yang secara internasional kompetitif;
- Strategi, struktur, dan persaingan perusahaan – kondisi di dalam sebuah negara yang mengatur bagaimana perusahaan-perusahaan dibentuk, diorganisasikan, dan dikelola, serta sifat saingan domestik.
Porter
menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan paling besar kemungkinannya untuk berjaya
dalam industri atau segmen industri di mana “berliannya paling menguntungkan”.
Berlian itu satu sama lain saling memperkukuh sistem yang ada. Selain itu menurut Porter ada dua variabel tambahan yang dapat mempengaruhi berlian nasional, yaitu perubahan dan pemerintah.
Berlian itu satu sama lain saling memperkukuh sistem yang ada. Selain itu menurut Porter ada dua variabel tambahan yang dapat mempengaruhi berlian nasional, yaitu perubahan dan pemerintah.
i. Teori Permintaan Timbal Balik (Reciprocal Demand) oleh John Stuart Mill
Teori yang dikemukakan oleh J.S. Mill sebenarnya
melanjutkan Teori Keunggulan Komparatif dari David Ricardo, yaitu mencari titik
keseimbangan pertukaran antara dua barang oleh dua negara dengan perbandingan
pertukarannya atau dengan menentukan Dasar Tukar Dalam Negeri (DTD). Maksud
Teori Timbal Balik adalah menyeimbangkan antara permintaan dengan penawarannya,
karena baik permintaan dan penawaran menentukan besarnya barang yang diekspor
dan barang yang diimpor.
Jadi,
menurut J.S. Mill selama terdapat perbedaan dalam rasio produksi konsumsi
antara kedua negara, maka manfaat dari perdagangan selalu dapat dilaksanakan di
kedua negara tersebut. Dan suatu negara akan memperoleh manfaat apabila jumlah
jam kerja yang dibutuhkan untuk membuat seluruh barangbarang ekspornya lebih
kecil daripada jumlah jam kerja yang dibutuhkan seandainya seluruh barang impor
diproduksi sendiri.
Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara akan menghasilkan
dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage
terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative di advantage (suatu barang yang dapat dihasilkan
dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan
ongkos yang besar) Teori
ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja
yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut.
PERKEMBANGAN EKSPOR INDONESIA
Pengertian Ekspor dan Impor
Ekspor adalah proses transportasi barang
atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam
proses perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk
mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke negara
lain. Ekspor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea
cukai di negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting dari
perdagangan internasional, lawannya adalah impor.
Menurut KBBI, pengertian ekspor adalah
pengiriman barang dagangan ke luar negeri. Barang dagangan yang dimaksud bisa
berupa barang secara fisik ataupun jasa. Ekspor merupakan salah satu tolak ukur
penting untuk mengetahui seberapa besar pertumbuhan ekonomi di suatu negara.
Dari kegiatan ekspor ini maka dapat terjamin kegiatan bisnis di sektor riil
semakin terjaga. Produksi barang tidak hanya berputar di dalam negeri saja akan
tetapi juga berputar di perdagangan Internasional. Oleh sebab itulah, dalam
jangka panjang kegiatan ekspor dapat menjadi pahlawan devisa bagi pertumbuhan
ekonomi negara.
Namun, menurut data yang didapat,
perkembangan ekspor Indonesia mulai tahun 2011-2015 tidak mengalami peningkatan
malah sebaliknya. Berdasarkan grafik di bawah ini, dalam kurun waktu 2011-2015,
nilai ekspor Indonesia terus mengalami penurunan setiap tahunnya dari
203.496,60 juta US$ menjadi 150.252,50 juta US$ pada tahun 2015 yang lalu.
Dapat disimpulkan, mulai dari tahun 2011-2015, penurunan nilai ekspor adalah
sebesar 26,16%.
Setiap negara selalu berusaha mengembangkan
nilai ekspor dari komoditas ekspor unggulannya. Perkembangan ekspor sangat
penting dalam upaya peningkatan pendapatan negara yang berdampak pada
perkembangan ekonomi nasional. Sejak saat itu, ekspor menjadi fokus utama dalam
memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi
dari penekanan pada substitusi impor ke promosi ekspor. Menurut BPS, komotidi
unggulan ekspor indonesia adalah di sektor Non-Migas. Sedangkan, untuk sektor
Migas sendiri, perkembangannya masih sangat jauh dibawah sektor Non-Migas.
Impor adalah proses transportasi barang
atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam
proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau
komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya
membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima.
Impor adalah bagian penting dari perdagangan internasional, lawannya adalah
ekspor.
Perkembangan
ekspor dan impor indonesia april 2015: ekspor april 2015 mencapai us$13,08
miliar
- Nilai ekspor Indonesia April 2015 mencapai US$13,08 miliar atau mengalami penurunan sebesar 4,04 persen dibanding ekspor Maret 2015. Demikian juga bila dibanding April 2014 mengalami penurunan sebesar 8,46 persen.
- Ekspor nonmigas April 2015 mencapai US$11,63 miliar, turun 0,17 persen dibanding Maret 2015, demikian juga bila dibanding ekspor April 2014 turun 0,13 persen.
- Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-April 2015 mencapai US$52,14 miliar atau menurun 11,02 persen dibanding periode yang sama tahun 2014, demikian juga ekspor nonmigas mencapai US$44,98 miliar atau menurun 6,43 persen.
- Penurunan terbesar ekspor nonmigas April 2015 terhadap Maret 2015 terjadi pada bahan bakar mineral sebesar US$199,3 juta (11,73 persen), sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$270,8 juta (17,18 persen).
- Ekspor nonmigas ke Amerika Serikat April 2015 mencapai angka terbesar yaitu US$1,38 miliar, disusul India US$1,19 miliar dan Tiongkok US$1,17 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 32,17 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (27 negara) sebesar US$1,32 miliar.
- Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan periode Januari-April 2015 turun sebesar 5,69 persen dibanding periode yang sama tahun 2014, dan ekspor hasil tambang dan lainnya turun 12,45 persen, sementara ekspor hasil pertanian naik sebesar 4,17 persen.
- Menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada periode Januari-April 2015 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$8,53 miliar (16,37 persen), diikuti Kalimantan Timur sebesar US$6,87 miliar (13,19 persen) dan Jawa Timur sebesar U$6,20 miliar (11,90 persen).
Perkembangan
Ekspor Impor di Indonesia
Setiap negara tak pernah terlepas dari
kegiatan ekspor dan impor. Kegiatan ekspor impor didasari oleh kondisi bahwa
setiap negara memiliki karakteristik sumber daya masing-masing dan tentunya
karakteristik tersebut berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Untuk
melengkapi dan mengisi perbedaan karakteristik tersebutlah, kegiatan ekspor
impor dilakukan. Penting pula untuk diketahui, secara tidak langsung, kegiatan
ekspor dan impor mempunyai andil yang cukup penting dalam memacu pertumbuhan
ekonomi setiap negara. Berdasarkan data yang diambil dari Kementrian
Perdagangan Republik Indonesia, ekspor impor juga termasuk dalam indikator
ekonomi Indonesia. Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya. Akan
tetapi, apakah hal tersebut mampu menutup kemungkinan nilai impor Indonesia
lebih mendominasi dibandingkan nilai ekspornya?
Sejak tahun 1987
ekspor Indonesia mulai didominasi oleh komoditi non migas dimana pada
tahun-tahun sebelumnya masih didominasi oleh ekspor migas. Pergeseran ini
terjadi setelah pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di
bidang ekspor, sehingga memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspot non
migas. Pada tahun 1998 nilai ekspor non migas telah mencapai 83,88% dari total
nilai ekspor Indonesia, sementara pada tahun 1999 peran nilai ekspor non migas
tersebut sedikit menurun, menjadi 79,88% atau nilainya 38.873,2 juta US$ (turun
5,13%). Hal ini berkaitan erat dengan krisis moneter yang melanda indonesia
sejak pertengahan tahun 1997.
Tahun 2000 terjadi
peningkatan ekspor yang pesat, baik untuk total maupun tanpa migas, yaitu
menjadi 62.124,0 juta US$ (27,66) untuk total ekspor dan 47.757,4 juta US$
(22,85%) untuk non migas. Namun peningkatan tersebut tidak berlanjut ditahun
berikutnya. Pada tahun 2001 total ekspor hanya sebesar 56.320,9 juta US$
(menurun 9,34%), demikian juga untuk eskpor non migas yang menurun 8,53%. Di
tahun 2003 ekspor mengalami peningkatan menjadi 61.058,2 juta US$ atau naik
6,82% banding eskpor tahun 2002 yang sebesar 57.158,8 juta US$. Hal yang sama
terjadi pada ekspor non migas yang naik 5,24% menjadi 47.406,8 juta US$. Tahun
2004 ekspor kembali mengalami peningkatan menjadi 71.584,6 juta US$ (naik
17,24%) demikian juga ekspor non migas naik 18,0% menjadi 55.939,3 juta US$.
Pada tahun 2006 nilai ekspor menembus angka 100 juta US$ menjadi 100.798,6 juta
US$ atau naik 17,67%, begitu juga dengan ekspor non migas yang naik 19,81%
dibandingkan tahun 2005 menjadi 79.589,1 juta US$.
Selama lima tahun
terakhir, nilai impor Indonesia menunjukkan trend meningkat rata-rata sebesar
45.826,1 juta US$ per tahun. Pada tahun 2006, total impor tercatat sebesar
61.065,5 juta US$ atau meningkat sebesar 3.364,6 juta US$ (5,83%) dibandingkan
tahun 2005. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya impor migas sebesar
1.505,2 juta US$ (8,62%) menjadi 18.962,9 juta US$ dan non migas sebesar
1.859,4 juta US$ (4,62%) menjadi 42.102,6 juta US$. Pada periode yang sama,
peningkatan impor terbesar 54,15% dan non migas sebesar 39,51%.
Dilihat dari
kontribusinya, rata-rata peranan impor migas terhadap total impor selama lima
tahun terakhir mencapai 26,15% dan non migas sebesar 73.85% per tahun.
Dibandingkan tahun sebelumnya, peranan impor migas meningkat dari 30,26%
menjadi 31,05% di tahun 2006. Sedangkan peranan impor non migas menurun dari
69,74% menjadi 68,95%.
Kondisi Ekspor Indonesia Dewasa Ini
Pengutamaan Ekspor
bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor
menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya
strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri substitusi impor ke
industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau
konsumen luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat
lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk. Selain harga, kualitas
atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.
Secara kumulatif,
nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai 118,43 juta US$ atau
meningkat 26,92% dibanding periode yang sama tahun 2007, sementara ekspor non
migas mencapai 92,26 juta US$ atau meningkat 21,63%. Sementara itu menurut
sektor, ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang dan lainnya pada
periode tersebut meningkat masing-masing 34,65%, 21,04%, dan 21,57%
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Adapun selama
periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan kontribusi 58,8%
terhadap total ekspor non migas. Kesepuluh golongan tersebut adalah, lemak dan
minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan listrik, karet
dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian ada pula
bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan,
kayu dan barang dari kayu, serta timah.
Selama periode
Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang tersebut memberikan
kontribusi sebesar 58,80% terhadap total ekspor non migas. Dari sisi
pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71% terhadap
periode yang sama tahun 2007.
Sementara itu,
peranan ekspor non migas di luar 10 golongan barang pada Januari-Oktober 2008
sebesar 41,20%.
Jepang pun masih
merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$11,80 juta (12,80%),
diikuti Amerika Serikat dengan nilai 10,67 juta US$ (11,57%), dan Singapura
dengan nilai 8,67 juta US$ (9,40%).
Peranan dan
perkembangan ekspor non migas Indonesia menurut sektor untuk periode
Januari-Oktober tahun 2008 dibanding tahun 2007 dapat dilihat pada. Ekspor
produk pertanian, produk industri serta produk pertambangan dan lainnya
masing-masing meningkat 34,65%, 21,04%, dan 21,57%.
Dilihat dari
kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan Januari-Oktober 2008, kontribusi
ekspor produk industri adalah sebesar 64,13%, sedangkan kontribusi ekspor
produk pertanian adalah sebesar 3,31%, dan kontribusi ekspor produk
pertambangan adalah sebesar 10,46%, sementara kontribusi ekspor migas adalah
sebesar 22,10%.
Kendati secara
keseluruhan kondisi ekspor Indonesia membaik dan meningkat, tak dipungkiri
semenjak terjadinya krisis finansial global, kondisi ekspor Indonesia semakin
menurun. Sebut saja saat ekspor per September yang sempat mengalami penurunan
2,15% atau menjadi 12,23 juta US$ bila dibandingkan dengan Agustus 2008. Namun,
secara year on year mengalami kenaikan sebesar 28,53%
Manfaat Melakukan Ekspor Impor
manfaat
perdagangan internasional adalah sebagai berikut:
- Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
Banyak
faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor
tersebut diantaranya: Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan
lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu
memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
- Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab utama
kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang
diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu
barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada
kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar
negeri.
- Memperluas pasar dan menambah keuntungan
Terkadang, para
pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal
karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan
turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional,
pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual
kelebihan produk tersebut keluar negeri.
- Transfer teknologi modern
Perdagangan luar
negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih
efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
Problema Ekspor
Barang-barang yang
diperdagangkan ke luar negeri atau di ekspor terdiri dari bermacam-macam jenis
hasil bumi disamping hasil tambang dan hasil laut dan lainnya. Kita mengetahui
bahwa masalah ekspor itu bukanlah persoalan yang berdiri sendiri, tetapi
hanyalah sebagai ujung dari suatu kegiatan ekonomi yang menyangkut bidang yang
amat luas, atau paling banyak dapat dikatakan hanya sebagai salah satu dari
satu mata rantai akitifitas perekonomian pada umumnya.
Hasil bumi
misalnya sebagian dihasilkan oleh perkebunan-perkebunan milik pemerintah maupun
swasta, sedangkan sebagian lagi oleh petani-petani kecil yang bertebaran
diseluruh tanah air. Bahkan hasil-hasil itu masih bertebaran di hutan. Akan
tetapi semuanya itu tidak akan menjelma menjadi devisa nyata kalau tidak
diusahakan. Hasil-hasil itu setidak-tidaknya harus dikumpulkan lebih dulu
sedikit demi sedikit dari tempat kecil yang terpencil di pedalaman. Dari situ
harus diangkut ke kota dan kemudian dalam umlah yang agak banyak baru diagkut
ke pelabuhan yang terdekat.
Sampai pada taraf
itu Indonesia sudah dihadapkan pada masalah-masalah tertentu, yaitu:
- Masalah pengumpulan dan masalah angkutan darat
Masalah
pengumpulan merupakan persoalan tersendiri, bagaimana caranya mengumpulkan
barang itu dari tempat-tempat kecil dan dari produsen yang tersebar itu. Bidang
prasarana ekonomi inonesia memang tidak sempurna, sehingga dalam banyak hal
menjadi hambatan dalam usaha ke arah perbaikan dalam bidang-bidang lain.
- Masalah pembiayaan Rupiah (Rupiah Financing)
Persoalan
pembiayaan ini merupakan pesoalan yang penting pula, apakah keuangan sendiri
dari setiap pengusaha cukup kuat untuk membiayainya, ataukah tidak perlu
bantuan dari bank-bank pemerintah atau badan-badan keuangan lainnya. Kalau
demikian halnya sampai sejauh mana pemerintah dapat memberikan bantuan dalam
pemecahan persoalan pembiayaan rupiah ini.
Barang ekspor kita
sebagian dihasilkan oleh produsen kecil ataupun hanya dipungut dari
hutan-hutan, laut dan sungai. Produsen atau pengumpul pertama itu mempunyai
tingkat pengetahuan dan cara pengolahan yang tidak sama, sehingga barang yang
dihasilkan belum mempunyai mutu yang seragam, bahkan mungkin sekali belum
dilakukan pengolahan sama sekali. Barang masih sedemikian itu sudah tentu belum
dapat diperdagangkan ke luar negeri, tetapi masih perlu di olah lebih dahulu.
Aneka Cara Ekspor
- Ekspor Biasa
Dalam hal ini
barang di kirim ke luar negeri sesuai dengan peraturan umum yang berlaku, yang
ditujukan kepada pembeli di luar negeri untuk memenuhi suatu transaksi yang
sebelumnya sudah diadakan dengan importir di luar negeri. Sesuai dengan
perturan devisa yang berlaku maka hasil devisa yang di peroleh dari ekspor ini
dapat di jual kepada Bank Indonesia, sedangkan eksportir menerima pemabayaran
dalam mata uang rupiah sesuai dengan penatapan nilai kurs valuta asing yang
ditentukan dalam bursa valuta, atau juga dapat dipakai sendiri oleh eksportir.
- Barter
Barter adalah
pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan
barang, tidak menerima pembayaran di dalam mata uang rupiah. Kalau kiata
mempelajari sejarah masyarakat primitif ataupun masyarkat suku terasing, maka
kebanyakan cara yang mereka tempuh dalam memenuhi kebutuhannya adalah dengan
cara “tukar menukar” apa yang dipunyai (diproduksinya) dengan barang apa yang
di miliki tetangganya.
- Konsinyasi (Consignment)
Adalah pengiriman
barang ke luar negeri untuk di jual sedangkan hasil penjualannya diperlakukan
sama dengan hasil ekspor biasa. Jadi, dalam hal ini barang di kirim ke luar
negeri bukan untuk ditukarkan dengan barang lain seperti dalam hal barter, dan
juga bukan untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah dilakukan
eperti dalam hal ekspor biasa. Tegasnya di dalam pengiriman barang sebagai
barang konsinyasi belum ada pembeli yang tertentu diluar negeri.
Ekspor Menurut Sektor
Jika kita
lihat menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan periode
Januari-Februari 2015 turun sebesar 8,60% dibanding periode yang sama tahun
2014, dan ekspor hasil tambang dan lainnya turun 14,83%, sementara ekspor hasil
pertanian naik sebesar 2,37%.
Dilihat dari
kontribusinya dalam ekspor nonmigas secara keseluruhan pada bulan
Januari-Februari 2015, produk industri pengolahan merupakan penyumbang terbesar
terhadap total ekspor nonmigas, yaitu sebesar 68,43%, kemudian disusul oleh
produk pertambangan dan lainnya sebesar 12,77% dan yang terkecil yaitu produk
pertanian sebesar 3,32%. Sementara kontribusi ekspor migas yaitu sebesar
15,48%.
Ekspor Menurut Provinsi Asal Barang
Menurut provinsi
asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada periode Januari-Februari 2015
berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$4,16 miliar (16,21%), diikuti
Kalimantan Timur sebesar US$3,50 miliar (13,65%) dan Jawa Timur sebesar U$3,23
miliar (12,61%).
Sektor
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
Peran
Th. 2015 (%) |
I. MIGAS
|
36.977.261.378
|
32.633.031.285
|
30.331.863.792
|
24.253.173.022
|
15,05%
|
1. Minyak Mentah
|
12.293.410.847
|
10.204.709.564
|
9.528.227.064
|
8.316.679.551
|
5,16%
|
2. Hasil Minyak
|
4.163.368.221
|
4.299.127.072
|
3.623.353.404
|
2.361.713.411
|
1,47%
|
3. Gas
|
20.520.482.310
|
18.129.194.649
|
17.180.283.324
|
3.234.002.422
|
2,01%
|
4. Gas Alam
|
0
|
0
|
0
|
10.340.777.638
|
6,42%
|
II. NON MIGAS
|
153.043.004.652
|
149.918.763.416
|
145.960.796.463
|
136.922.728.667
|
84,95%
|
1. Pertanian
|
5.569.216.244
|
5.712.976.032
|
5.770.578.795
|
5.629.855.373
|
3,49%
|
2. Industri
|
116.125.137.766
|
113.029.939.287
|
117.329.856.169
|
106.662.885.581
|
66,18%
|
3. Pertambangan
|
0
|
0
|
0
|
19.405.276.123
|
12,04%
|
4. Tambang
|
31.329.944.921
|
31.159.534.218
|
22.850.041.499
|
5.192.401.348
|
3,22%
|
5. Lainnya
|
18.705.721
|
16.313.879
|
10.320.000
|
32.310.242
|
0,02%
|
TOTAL
|
190.020.266.030
|
182.551.794.701
|
176.292.660.255
|
161.175.901.689
|
100,00%
|
Kelompok Hasil
Industri
|
Peran
Th. 2015 (%) |
||||
23.396.998.187
|
20.660.402.210
|
23.711.550.465
|
20.746.988.848
|
19,45%
|
|
15.029.612.806
|
14.684.401.500
|
15.813.518.294
|
14.455.370.329
|
13,55%
|
|
12.446.506.596
|
12.661.681.508
|
12.720.312.060
|
12.262.652.678
|
11,50%
|
|
9.444.056.939
|
8.520.124.647
|
8.066.889.542
|
6.913.161.552
|
6,48%
|
|
10.818.624.881
|
9.724.133.106
|
7.497.549.404
|
6.171.408.596
|
5,79%
|
|
4.652.902.475
|
5.379.821.652
|
5.554.396.593
|
5.597.294.145
|
5,25%
|
|
5.517.965.818
|
5.643.997.372
|
5.498.591.201
|
5.332.165.164
|
5,00%
|
|
4.539.877.317
|
4.727.650.015
|
5.202.156.290
|
5.188.507.332
|
4,86%
|
|
2.185.993.514
|
2.031.240.428
|
3.671.788.964
|
4.721.732.433
|
4,43%
|
|
3.561.683.101
|
3.933.060.116
|
4.090.311.532
|
4.615.452.060
|
4,33%
|
|
4.870.521.468
|
5.083.494.825
|
5.703.382.618
|
4.150.761.157
|
3,89%
|
|
5.049.455.277
|
4.843.484.653
|
4.886.370.585
|
3.619.440.590
|
3,39%
|
|
3.084.974.047
|
3.188.670.057
|
3.060.765.055
|
2.813.109.753
|
2,64%
|
|
1.457.981.861
|
1.465.245.943
|
1.511.010.803
|
1.394.571.892
|
1,31%
|
|
1.098.401.215
|
1.184.450.430
|
1.217.668.238
|
1.133.013.518
|
1,06%
|
|
2.035.001.499
|
2.099.699.105
|
1.852.937.671
|
923.048.830
|
0,87%
|
|
732.537.409
|
834.266.121
|
942.271.844
|
922.774.495
|
0,87%
|
|
885.864.150
|
855.714.236
|
868.068.116
|
819.182.403
|
0,77%
|
|
1.027.965.781
|
1.038.610.872
|
849.438.079
|
738.709.579
|
0,69%
|
|
820.569.062
|
777.229.482
|
774.890.901
|
662.767.102
|
0,62%
|
|
485.594.695
|
492.247.879
|
570.617.738
|
645.996.788
|
0,61%
|
|
625.819.540
|
737.356.771
|
772.923.937
|
569.335.408
|
0,53%
|
|
379.916.623
|
400.528.010
|
418.115.320
|
451.054.615
|
0,42%
|
|
361.488.129
|
392.019.158
|
398.927.158
|
342.646.653
|
0,32%
|
|
466.187.387
|
457.399.964
|
431.191.137
|
337.225.380
|
0,32%
|
|
320.929.557
|
367.794.319
|
397.390.652
|
297.357.290
|
0,28%
|
|
222.972.203
|
212.085.781
|
260.894.363
|
294.775.427
|
0,28%
|
|
220.978.686
|
218.610.510
|
239.018.176
|
235.661.490
|
0,22%
|
|
286.722.512
|
264.106.856
|
214.331.225
|
149.230.775
|
0,14%
|
|
53.895.286
|
107.422.212
|
87.144.398
|
105.974.395
|
0,10%
|
|
43.139.745
|
42.989.549
|
45.433.810
|
51.514.915
|
0,05%
|
TINGKAT DAYA SAING
Peringkat daya saing yang semakin
menurun mengindikasikan bahwa daya saing Indonesia di perdagangan internasional
semakin menurun. Kekayaaan alam yang melimpah sepertinya kurang berperan dalam
peningkatan daya saing Indonesia. Hal ini mengindikasikan adanya hambatan yang
menyebabkan daya saing Indonesia menurun. Peran pemerintah dalam mengupayakan
peningkatan daya saing seharusnya dapat meningkatkan daya saing produk
Indonesia di perdagangan internasional.
Permasalahan yang ada di Indonesia dalam kaitannya pada
peningkatan daya saing Indonesia adalah:
- Bagaimana kekayaan alam Indonesia berperan dalam meningkatkan daya saing. Mengapa Indonesia yang dikenal memiliki kekayaan alam yang berlimpah akan tetapi daya saingnya rendah.
- Hambatan apakah yang menyebabkan produk Indonesia kalah bersaing di pasar internasional.
- Bagaimana peran pemerintah dalam upaya meningkatkan daya saing Indonesia.
- Kekayaan alam tidak menjamin suatu negara memiliki keunggulan bersaing. Keunggulan bersaing dapat dicapai bila negara dapat menciptakan strategi yang tepat.
- Masalah utama di Indonesia adalah tingginya pungli dan sulitnya mendapatkan ijin untuk melakukan bisnis. High cost economy menghambat daya saing produk Indonesia di perdagangan internasional.
- Peran pemerintah sangat menentukan dalam keberhasilan peningkatan daya saing produk Indonesia. Pemerintah harus mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi ekonomi Indonesia.
Selain itu harus ada upaya yang
lebih serius dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk menciptakan
keunggulan komparatif:
- Diciptakan sektor agro industri untuk mengolah kekayaan alam yang ada, sehingga Indonesia tidak hanya sebagai negara penghasil, akan tetapi Indonesia juga dikenal sebagai negara pengolah sekaligus pemasar hasil sumber daya alam di dunia.
- Harus ada kemauan politik yang tinggi untuk menghapuskan pungli serta peraturan daerah yang menghambat bisnis di Indonesia.
- Pemerintah diharapkan mampu menciptakan iklim bisnis yang kondusif di dalam negeri. Selain itu pemerintah diharapkan mampu menciptakan pendidikan yang berkualitas dan lapangan kerja yang sesuai
Pada tahun 2000, posisi daya saing
Indonesia menduduki peringkat 43 dari 49 negara. Tahun 2001 posisi daya saing
Indonesia semakin menurun, yaitu menduduki peringkat 46. Selanjutnya, tahun
2002 posisi daya saingnya masih menduduki posisi bawah, yaitu peringkat 47.
Lalu, tahun 2003, posisi daya saingnya malah makin terpuruk, yaitu menduduki
peringkat 57. Tahun 2004 menduduki peringkat 58. Tahun 2005 Indonesia menduduki
posisi 58. Tahun 2006 Indonesia telah menduduki posisi 60.
Selama lima tahun terakhir (2005-2009)
pertumbuhan ekspor Indonesia cenderung meningkat sebesar 20% pertahun, begitu
pula pertumbuhan impor cenderung meningkat sebesar 9,7% pertahun. Pada Tahun
2009 Indonesia menduduki peringkat ke-29 dalam ekspor dunia dan posisi ke-28
dalam impor dunia. Selama tahun 2009, sektor Industri menyumbang 75,3%,
pertambangan 20,2% dan pertanian 4,5 % terhadap total eskpor Indonesia. Negara
yang menjadi mitra Dagang utama Indonesia adalah Jepang, Amerika Serikat
Singapura, RRT dan India
Indonesia telah mengalami kemajuan yang
mantap dalam penerapan reformasi perdagangan pada beberapa tahun terakhir dan
hal itu merupakan salah satu dari beberapa faktor yang membantu berkembangnya
penyerapan tenaga kerja di sektor resmi, memangkas tingkat kemiskinan dan
mengembangkan tingkat menengah penduduk Indonesia. Selain itu, Indonesia lebih
beruntung dibanding negara-negara tetangganya dengan berhasil melewati krisis
keuangan dunia secara relatif mulus.
Hal ini memberikan kesempatan yang unik
bagi Indonesia pasca krisis untuk meningkatkan penjualan dalam negeri dan
pangsa pasar dunianya. Untuk meraih kesempatan ini sebaik-baiknya, Indonesia
harus terus mendorong reformasi perdagangan dan menghindari protektionisme yang
akan menghambat efisiensi dan inovasi. Selain Indonesia, hanya Hong Kong dan
Cina saja yang pada tahun 2010 berhasil mengembalikan nilai perdagangan
internasionalnya ke tingkat absolut pra-krisis keuangan dunia.
Walaupun pertumbuhan ekspor komoditas
berbasis sumber daya meningkat tajam, Indonesia hanya mencatat kemajuan yang
terbatas dalam meningkatkan ekspor produk-produk manufaktur dan terproses.
Produsen-produsen Indonesia telah menyuarakan keprihatinan akan daya saing
mereka melawan produsen berbiaya rendah, baik di dalam negeri maupun di pasar
asing. Penurunan pertumbuhan bidang manufaktur dan menyurutnya pangsa ekspor
sektor manufaktur juga menimbulkan tanda tanya mengenai daya saing sektor
manufaktur Indonesia.
Satu bidang yang memberati perdagangan
sehingga menurunkan daya saing produk-produk Indonesia dibanding produk impor
luar negeri adalah rendahnya tingkat hubungan perdagangan Indonesia yang
merupakan akibat dari buruknya sistem logistiknya. Hubungan perdagangan adalah
masalah yang memberikan tantangan yang berbeda bergantung pada apakah
hambatannya mempengaruhi hubungan perdagangan internasional, antar pulau atau
dalam pulau. Tingginya biaya transportasi barang-barang bernilai tinggi seperti
udang dari belahan Timur Indonesia ke pusat-pusat pemrosesan di pulau Jawa
melambungkan harga mereka ke titik yang terlalu mahal untuk diekspor, dan juga
lebih murah untuk mengimpor buah jeruk dari Cina dibanding mengirimkannya dari
pulau Kalimantan ke pulau Jawa. Itulah beberapa contoh buruknya efisiensi dalam
perdagangan antar pulau.
Contoh tingginya biaya logistik dalam
pulau termasuk parahnya kemacetan di pulau Jawa, terutama di Jabotabek, dan
juga buruknya kualitas jalan di luar pulau Jawa, yang secara keseluruhan
menempatkan biaya transportasi darat di Indonesia lebih tinggi dari rata-rata
biaya di Asia. Buruknya kinerja pelabuhan-pelabuhan utama di Jakarta dan
Surabaya, karena rendahnya produktivitas pelabuhan dan tidak penuhnya penerapan
National Single Window (NSW), juga merintangi hubungan perdagangan
internasional.
Tingginya biaya dan ketidakpastian jalur
transportasi domestik tersebut juga menghalangi Indonesia untuk lebih
terintegrasi ke dalam jaringan produksi persediaan-minim (just-in-time)
produk-produk yang bernilai tinggi. Perijinan dan harga yang diatur oleh
pemerintah menurunkan insentif untuk berinvestasi dalam layanan yang lebih baik
dan membatasi persaingan antara perusahaan-perusahaan pengiriman darat dan laut
di dalam negeri. Pembatasan investasi asing di bidang logistik makin
memperburuk keadaan dengan terbatasnya akses terhadap teknologi baru.
Sementara Indonesia telah membuat kemajuan
dalam meningkatkan tingkat efisiensi pelabuhan dan bea cukai, masih dibutuhkan
peningkatan lebih lanjut. Rata-rata waktu tunggu kontainer impor di terminal
utama kontainer adalah lima hari, dibanding kurang dari tiga hari pada
kebanyakan pelabuhan-pelabuhan di wilayah tersebut. Impor kontainer kosong
selesai kurang dari setengah lamanya waktu yang dibutuhkan kontainer yang
penuh, menunjukkan bahwa sebagian besar penundaan disebabkan oleh pengawas
perbatasan dan prosedur pemeriksaan dan bukan karena tidak memadainya
prasarana.
Prosedur-prosedur administratif yang
membebani dan tidak jelas juga turut memperburuk penundaan impor dan mengundang
korupsi, sehingga menurunkan daya saing industri-industri yang menggunakan
komponen impor. Selain itu, walaupun Indonesia memiliki ekonomi yang sangat
terbuka dalam hal tarif, halangan non-tarif-nya tetaplah berarti dan belakangan
ini terjadi peningkatan yang mencemaskan dalam halangan non-tarif tersebut.
Ada beberapa hal
yang mempengaruhi daya saing dalam perdagangan internasional. Menurut hasil
survey IMD (International Management Development) daya saing Indonesia dibandingkan 30
negara-negara utama dunia lainnya, dipengaruhi beberapa hal, antara lain sebagai berikut:
- Kepercayaan investor yang rendah (sebagai akibat resiko politik, credit rating yang rendah, diskriminasi dalam masyarakat, sistim penegakan hukum yang lemah, penanganan ketenagakerjaan, subsidi yang tinggi, banyak korupsi)
- Daya saing bisnis yang rendah yang meliputi kualitas SDM yang masih rendah, hubungan perburuhan yang selalu bermusuhan (hostile), praktek-praktek bisnis yang tidak etis dan lemahnya corporate governance.
- Daya saing yang rendah (nilai-nilai di masyarakat tidak mendukung daya saing dan globalisasi, kualitas wiraswasta dan kemampuan marketing yang rendah, produktivitas menyeluruh yang rendah)
- Infrastruktur lemah (pendidikan dan kesehatan yang kurang, perlindungan hak patent dan cipta lemah, penegakan hukum lingkungan hidup yang lemah, biaya telekomunikasi internasional yang mahal, anggaran yang mahal, kurangnya alih teknologi, kurang ahli teknologi informasi). Daya saing juga mengindikasikan terjadinya penguatan perekonomian domestik dengan orientasi dan daya saing global. Secara makro, teori globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai sebuah teori yang didasarkan atas asumsi perdagangan bebas/pasar bebas di seluruh dunia, tanpa adanya hambatan baik dalam bentuk tarif atau non tarif (Wibowo, 2004). Namun secara mikro, globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai sebuah inisiatif bisnis yang didasarkan atas kepercayaan bahwa dunia telah menjadi sedemikian homogen, seiring dengan makin mengaburnya perbedaan nyata antar pasar domestik. Tentang kerja sama regional, Hamdy (2001; 88) mengemukakan bahwa kerja sama ekonomi dan keuangan, khususnya di bidang perdagangan internasional, saat ini mengarah pada pembentukan kerja sama guna mewujudkan integrasi ekonomi dan keuangan secara regional.
- Peluang dan Strategi Peningkatan Daya Saing ProdukPeluang dan Strategi Peningkatan Daya Saing antara lain melalui peningkatan sumber daya manusia dengan cara antara lain, pemerintah selalu mendorong daya saing dan peningkatan nilai tambah dari sumber daya lokal. Demikian juga pemerintah terus meningkatkan kewirausahaan dan efisiensi. Faktor lainnya adalah perbaikan di sektor hukum, sosial politik serta perpajakan, termasuk peningkatan integrasi global untuk melihat perkembangan dunia. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam upaya peningkatan daya saing produk alas kaki Indonesia antara lain kondisi faktor, kondisi permintaan, industri terkait dan pendukung, strategi dan struktur persaingan, kebijakan pemerintah serta kesempatan dan peluang berkembangnya produk alas kaki di Indonesia. Adapun pelaku yang berpengaruh dalam upaya peningkatan daya saing adalah pemerintah, industri, industri pemasok, asosiasi, lembaga keuangan (perbankan), lembaga standar negara pesaing. Ada tiga alternatif strategi dalam upaya peningkatan daya saing, prioritas pertama adalah pengusaan teknologi, alternatif ini dua kali lebih penting dari alternatif yang lain yaitu penciptaan iklim usaha yang kondusif serta peningkatan pemakaian bahan baku dalam negeri agar produk lebih efisien
- Daya Saing Produk Alas Kaki Indonesia ke China Berdasarkan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia/Harmonized System (HS) 2 digit maka produk alas kaki mempunyai HS number 64. Komoditi ini merupakan komoditi unggulan Indonesia yang mempunyai daya saing kuat karena memiliki RCA lebih besar dari 1. Sejak tahun 2001 sampai dengan 2010 komoditi alas kaki memiliki ranking komoditi unggulan yang berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor permintaaan dan penawaran termasuk faktor non ekonomi lainnya. Adapun hasil RCA produk alas kaki Indonesia terhadap China terlihat pada Tabel 3. RCA produk alas kaki Indonesia ke China cukup tinggi terutama setelah tahun 2002 sampai dengan 2010, yang berarti daya saing produk alas kaki Indonesia cukup baik. RCA tertinggi tercapai pada tahun 2007 dan 2008 yaitu sebesar 5,17 dan 6,17. Padahal tahun tersebut terjadi krisis ekonomi global. Peningkatan RCA Indonesia ke China tidak diikuti RCA ke India. Justeru di tahun 2005 terjadi penurunan menjadi dibawah 1 atau sebesar 0,51 dan tahun 2010 menjadi 0,86. Hal ini juga diikuti penurunan RCA Indonesia ke Negara Asean 4 walaupun masih tetap diatas 1. Terakhir tahun 2010 masih 1,6, yang berarti daya saing produk alas kaki Indonesia ke Negara Asean 4 masih cukup baik.
Demikian juga beberapa strategi peningkatan daya saing
produk alas kaki Indonesia terhadap China, yang antara lain:
- Kemudahan sistem birokrasi Dengan berlakunya ACFTA (Asean China Free Trade Agreement, sektor industri alas kaki Indonesia mengalami tren menurun, dengan kemudahan birokrasi yang antara lain dalam akses perbankan dan fasilitas investasi permesinan akan dapat meningkatkan produk alas kaki dalam negeri. - Percepatan pengembangan infrastruktur Peningkatan infrastruktur seperti sarana jalan, pelabuhan dan lain-lain sebaiknya segera dilakukan pemerintah guna mendukung kegiatan industri dalam negeri. Dengan dukungan dana APBN yang telah dianggarkan pemerintah bagi peningkatan daya saing sektor riil dan peningkatan infrastruktur yang menyebabkan biaya tinggi (high cost) dalam kegiatan distribusi bahan baku dan ekspor dapat ditekan sehingga biaya produksi dan harga jual menjadi kompetitif di pasar bebas. - Peningkatan kualitas tenaga kerja Tenaga kerja merupakan faktor utama dalam produksi. Motivasi dan budaya kerja khususnya pada sektor industri alas kaki mempengaruhi produktivitas dan kreativitas kerja. Namun, produktivitas tenaga kerja Indonesia masih tertinggal dengan tenaga kerja China. Oleh karena itu untuk meningkatkan keterampilan dan kualitas kerja tenaga kerja Indonesia perlu dilakukan pelatihan, dengan harapan dapat meningkatkan kualitas produk yang berstandar internasional sekaligus tercapainya efisiensi. - Peningkatan produksi dan inovasi Bila dibandingkan dengan produk China, harga produk alas kaki Indonesia masih relatif lebih mahal dibanding produk China. Hal ini tentu saja disebabkan karena produk China lebih efisien. Oleh karenanya diperlukan peningkatan produksi, inovasi produk dan peningkatan kualitas produk guna meningkatkan daya saing produk alas kaki Indonesia terhadap China.
- Peningkatan strategi baik dari sisi kualitas produk, harga, promosi. Sebagai akibat persaingan yang makin ketat diperlukan fokus terhadap produk, harga dan promosi produk alas kaki Indonesia. Fokus produk alas kaki Indonesia hendaknya diproduksi dengan selalu meningkatkan kualitas, karena konsumen yang rasional sekarang ini akan mempertimbangkan tidak hanya harga semata melainkan juga kualitas produknya.
- Peningkatan strategiPeningkatan strategi yang dimaksudkan adalah antara lain melalui penetrasi harga. Produsen harus memiliki strategi teretentu dalam penetapan harga sehingga dapat bersaing dengan produk-produk sejenis. Salah satu tindakan efisiensi yang dapat dilakukan perusahaan adalah mengurangi bahan baku dan bahan penolong impor produk alas kaki, yang sekarang ini penggunaan bahan baku dan penolong untuk industri alas kaki Indonesia diperkirakan masih sebesar 60 sampai 70 persen masih impor. Selain itu perlu dilakukan promosi untuk meningkatkan volume penjualan dengan target konsumen/buyer baru. Disamping itu dilakukan segmentasi produk berdasarkan segmentasi pasar seperti berdasarkan merek internasional maupun lokal.
- Penciptaan produk alas kaki yang ramah lingkunganIndustri yang ramah lingkungan saat ini merupakan faktor prasyarat agar produk bersaing di pasaran, karena beberapa negara tujuan menerapkan produk-produk yang mengedepankan produk ramah lingkungan. Upaya ini dilakukan karena untuk menghindari pemutusan kerjasama ekspor impor akibat limbah industri yang mencemari lingkungan.
- Mendorong mencintai produk dalam negeriRasa cinta produk dalam negeri merupakan hal penting, termasuk untuk meningkatkan produk alas kaki di dalam negeri. Hal ini juga bermanfaat untuk mengalihkan permintaan alas kaki produk China yang terkenal relatif lebih murah walaupun kualitas rendah. Oleh karena itu diharapkan Pemerintah dan masyarakat menggiatkan kembali kecintaan akan produk dalam negeri. disamping itu produk dalam negeri dapat ditingkatkan kualitasnya dan meningkatkan efisiensi agar dapat bersaing dengan produk China yang membanjiri pasar domestik.
Daya saing Indonesia masih dibawah
negara-negara tetangga di kawaan Asia Tenggara. Adapun faktor-faktor
penyebabnya antara lain:
1. Infrastruktur (social overhead capital)
Dalam sebuah survey didapatkan bahwa
kondisi jalan di Indonesia berada pada urutan ke 84 dunia, pelabuhan urutan ke
96, listrik urutan ke 97, sangat tertinggal kalau kita bandingkan lagi dengan
negara asia tenggara yaitu Malaysia urutan ke 30, Thailand urutan ke 23 dan
singapura berada pada urutan ke 5.
Dengan kualitas yang demikian akan
melemahkan dorongan untuk berusaha atau memperluas usaha dan juga dapat
menghambat investor asing tidak tertarik melakukan investasi langsung. Mereka lebih tertarik berinvestasi dalam
bentuk portofolio, seperti
Surat Utang Negara (SUN). Sekarang ini, arus modal asing melalui pembelian SUN
sebesar Rp 178,5 trilliun. Tetapi
modal ini sulit dipergunakan membiayai sektor riil karena merupakan hot money, dan sebaliknya dapat menyebabkan bencana
apabila sewaktu-waktu penanam modal menarik modalnya.
2. Birokrasi pemerintah
Birokrasi pemerintah sampai saat ini masih
belum effisien. Pengurusan ijin-ijin usaha dan ijin lainya memerlukan waktu
yang lama dan harus melalui mata rantai yang panjang dan masih disertai
pungutan-pungutan yang tidak semestinya.
3. Kepastian hukum
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
semangat berusaha dan berkompetisi adalah kepastian hukum. Iklim usaha yang
baik dan semangat bersaing yang fair hanya dapat dilakukan apabila negara
menjamin tegaknya supremasi hukum (rule of law).
4. Korupsi
Untuk negara negara ASEAN, Indonesia masih
termasuk negara terkorup. Korupsi di Indonesia sudah masuk pada semua tingkat
birokrasi, dari tingkat
paling atas sampai ke tingkat paling bawah.
5. Kualitas sumber daya manusia
Kualitas sumber daya manusia Indonesia
masih rendah. Hal ini disebabkan antara lain karena tingkat pendidikan yang
rendah. Tingkat pendidikan tersebut akan berakibat pada rendahnya tingkat
produktivitas yang rendah pula. Faktor
lain yang menkadi penyebab adalah tingkat kesehatan, karena tingkat ekonomi
yang rendah dan biaya pengobatan yang mahal.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Analisis%20Perdagangan%20Produk%20Alas%20Kaki%20Indonesia-%20China.pdf
http://fauzanandat.blogspot.co.id/2015/04/tingkat-daya-saing-perdagangan-luar.html
http://angkipermadi.blogspot.co.id/2015/04/tingkat-daya-saing-perdagangan-luar.html
https://aida08.wordpress.com/2015/09/19/perkembangan-ekspor-dan-impor-indonesia-februari-2015/
http://www.kemenperin.go.id/statistik/peran.php?ekspor=1
http://www.neliti.com/perkembangan-ekspor-dan-impor-indonesia-april-2015-ekspor-april-2015-mencapai-us1308-miliar/
http://bem.feb.ugm.ac.id/perkembangan-ekspor-impor-di-indonesia/
http://www.ilmuekonomi.net/2015/11/pengertian-keunggulan-komparatif-keunggulan-absolut-perdagangan-internasional-beserta-teorinya-menurut-pata-ahli.html
http://www.ssbelajar.net/2012/03/teori-perdagangan-internasional.html
http://sitinurhasanahrahman.blogspot.co.id/2015/04/teori-perdagangan-internasional.html
http://pratamafahri.blogspot.co.id/2012/04/perkembangan-ekspor-impor-di-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar