Sabtu, 21 Mei 2016

Perdagangan Luar Negeri


PERDAGANGAN LUAR NEGERI



TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Dalam perdagangan terjadi kegiatan transaksi jual-beli barang dan jasa yang di dalamnya melibatkan sejumlah pelaku. Penjual dan pembeli sebagai pelaku bisa dalam batas wilayah tertentu (lokal) atau wilayah luas dalam suatu negara (nasional), bahkan antarnegara (internasional).

Teori perdagangan internasional membantu menjelaskan arah serta komposisi perdagangan antara beberapa negara serta bagaimana efeknya terhadap struktur perekonomian suatu negara. Disamping itu, teori perdagangan internasional juga dapat menunjukkan adanya keuntungan yang timbul dari adanya perdagangan internasional. Pada dasarnya ada dua teori yang menerangkan tentang timbulnya perdagangan internasional yaitu Teori Klasik Dan Teori Modern

Teori Klasik

  1. Kemanfaatan absolut (absolute advantage) oleh adam smith
  2. Kemanfaatan relative (comperative advantage) oleh john stuart mill)
  3. Biaya relative (comperative cost) oleh david Ricardo.

Teori Modern

  1. Factor proporsi (Hecksher dan Ohlin).
  2. Kesamaan harga faktor produksi (Factor price equalization) oleh P. Samuelson.
  3. Permintaan dan penawaran (Teori Parsial).

Teori Klasik

Kelemahan Teori Klasik

Teori klasik menjelaskan bahwa keuntungan dari perdagangan internasional itu timbul karena adanya comparative advantage yang berbeda antara kedua Negara. Teori nilai tenaga kerja menjelaskan mengapa terdapat perbedaan dalam comparative advantage itu karena adanya perbedaan di dalam fungsi produksi antara dua Negara atau lebih. Jika fungsi produksinya sama, maka kebutuhan tenaga kerja juga akan sama nilai produksinya sama sehingga tidak akan terjadi perdagangan internasional. Oleh karena itu syarat timbulnya perdagangan antar Negara adalah perbedaan fungsi produksi di antara dua Negara tersebut. Namun teori klasik tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara dua Negara.

Teori yang dikemukakan oleh Kaum Klasik dalam teori perdagangan internasional, berdasarkan atas asumsi berikut ini:

  • Memperdagangkan dua barang dan yang berdagang dua negara.
  • Tidak ada perubahan teknologi.
  • Teori nilai atas dasar tenaga kerja.
  • Ongkos produksi dianggap konstan.
  • Ongkos transportasi diabaikan (= nol).
  • Kebebasan bergerak faktor produksi di dalam negeri, tetapi tidak dapat berpindah melalui batas negara.
  • Persaingan sempurna di pasar barang maupun pasar factor produksi.
  • Distribusi pendapatan tidak berubah.
  • Perdagangan dilaksanakan atas dasar barter.

Manfaat mempelajari teori perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut:

1. Membantu menjelaskan arah dan komposisi perdagangan antarnegara, serta efeknya terhadap struktur perekonomian suatu negara.

2. Dapat menunjukkan adanya keuntungan yang timbul dari adanya perdagangan internasional (gains from trade).

3. Dapat mengatasi permasalahan neraca pembayaran yang defisit.

Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut:

  • Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
  • Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
  • Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi
  • Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.
  • Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.
  • Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
  • Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
  • Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri

Teori Perdagangan Internasional

a. Teori Merkantilisme
Teori merkantilisme menyatakan bahwa emas dan perak merupakan arus deras kesejahteraan nasional dan penting untuk perdagangan. Pemerintah (bukan individu-individu, yang dianggap tidak dapat dipercaya) harus terlibat dalam transfer barang-barang di antara negara-negara untuk meningkatkan kekayaan negara masing-masing. Langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah memfasilitasi semua ekspor sekaligus membatasi impor, dengan cara melakukan monopoli dan intervensi di pasar melalui subsidi industri ekspor domestik dan alokasi hak perdagangan. Negara juga menanggung beban cukai atau kuota untuk membatasi volume impor.
Merkantilisme merupakan suatu kelompok yang mencerminkan cita-cita dan ideologi kapitalisme komersial, serta pandangan tentang politik kemakmuran suatu negara yang ditujukan untuk memperkuat posisi dan kemakmuran negara melebihi kemakmuran perseorangan. Teori Perdagangan Internasional dari Kaum Merkantilisme berkembang pesat sekitar abad ke-16 berdasar pemikiran mengembangkan ekonomi nasional dan pembangunan ekonomi, dengan mengusahakan jumlah ekspor harus melebihi jumlah impor.

Dalam sektor perdagangan luar negeri, kebijakan merkantilisme berpusat pada dua ide pokok, yaitu:

  • Pemupukan logam mulia, tujuannya adalah pembentukan negara nasional yang kuat dan pemupukan kemakmuran nasional untuk mempertahankan dan mengembangkan kekuatan negara tersebut;
  • Setiap politik perdagangan ditujukan untuk menunjang kelebihan ekspor di atas impor (neraca perdagangan yang aktif). Untuk memperoleh neraca perdagangan yang aktif, maka ekspor harus didorong dan impor harus dibatasi. Hal ini dikarenakan tujuan utama perdagangan luar negeri adalah memperoleh tambahan logam mulia.

Dengan demikian dalam perdagangan internasional atau perdagangan luar negeri, titik berat politik merkantilisme ditujukan untuk memperbesar ekspor di atas impor, serta kelebihan ekspor dapat dibayar dengan logam mulia. Kebijakan merkantilisme lainnya adalah kebijakan dalam usaha untuk monopoli perdagangan dan yang terkait lainnya, dalam usahanya untuk memperoleh daerah-daerah jajahan guna memasarkan hasil industri. Pelopor Teori Merkantilisme antara lain Sir Josiah Child, Thomas Mun, Jean Bodin, Von Hornich dan Jean Baptiste Colbert.

b. Teori Keunggulan Absolut (Adam Smith)

Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of value)

Teori absolute advantage dari Adam Smith yang sederhana menggunakan teori nilai tenaga kerja, Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen serta merupakan satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak homogen, faktor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak bebas.

Kelebihan dari teori Absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.

Kemampuan pemerintah daerah untuk memilih sektor yang memiliki keuntungan/kelemahan di wilayahnya menjadi sangat penting. Sektor yang memiliki keunggulan memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang. Teori keunggulan absolut menyatakan bahwa negara-negara yang berbeda dapat memproduksi beberapa jenis barang secara lebih efisien daripada negara-negara lainnya sehingga efisiensi global dapat ditingkatkan melalui perdagangan bebas.

Suatu negara dikatakan memiliki keunggulan komperatif terhadap negara lainnya apabila dalam memproduksi suatu komoditi bisa mengerjakannya dengan biaya-biaya oportunitas (opportunity cost) yang lebih rendah dibandingkan dengan komoditi alternatif yang tidak diproduksi. Setiap negara memiliki keunggulan komparatifnya masing-masing. Keunggulan tersebut tergantung pada sumber daya yang dimiliki oleh suatu negara. Dengan demikian setiap negara akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor barang dan jasa yang biayanya relatif lebih rendah (artinya kurang efisien dibanding negara lain), sebaliknya setiap negara akan mengimpor barang dan jasa yang biaya produksinya relatif lebih tinggi (artinya kurang efisien dibandingkan negara lain). Melalui spesialisasi, negara dapat memperbaiki efisiensi mereka, dengan alasan:

  • Tenaga kerja menjadi lebih cakap karena melaksanakan pekerjaan yang sama secara berulang-ulang;
  • Efisiensi waktu bagi tenaga kerja karena tidak berpindah-pindah produksi;
  • Dalam jangka panjang, produksi akan memberikan insentif untuk pembuatan metode kerja yang lebih efektif.

Dalam teori keunggulan mutlak, Adam Smith mengemukakan ide-ide sebagai berikut:

  • Adanya Division of Labour (Pembagian Kerja Internasional)
    Dalam Menghasilkan Sejenis Barang Dengan adanya pembagian kerja, suatu negara dapat memproduksi barang dengan biaya yang lebih murah dibanding negara lain, sehingga dalam mengadakan perdagangan negara tersebut memperoleh keunggulan mutlak.
  • Spesialisasi Internasional dan Efisiensi Produksi
    Dengan spesialisasi, suatu negara akan mengkhususkan pada produksi barang yang memiliki keuntungan. Suatu Negara akan mengimpor barang-barang yang bila diproduksi sendiri (dalam negeri) tidak efisien atau kurang menguntungkan, sehingga keunggulan mutlak diperoleh bila suatu Negara mengadakan spesialisasi dalam memproduksi barang.

Keuntungan mutlak diartikan sebagai keuntungan yang dinyatakan dengan banyaknya jam/hari kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang-barang produksi. Suatu negara akan mengekspor barang tertentu karena dapat menghasilkan barang tersebut dengan biaya yang secara mutlak lebih murah daripada negara lain. Dengan kata lain, negara tersebut memiliki keuntungan mutlak dalam produksi barang.

Jadi, keuntungan mutlak terjadi bila suatu negara lebih unggul terhadap satu macam produk yang dihasilkan, dengan biaya produksi yang lebih murah jika dibandingkan dengan biaya produksi di negara lain. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui, bahwa Indonesia lebih unggul untuk memproduksi rempah-rempah dan Jepang lebih unggul untuk produksi elektronik, sehingga negara Indonesia sebaiknya berspesialisasi untuk produk rempah-rempah dan negara Jepang berspesialisasi untuk produk elektronik. Dengan demikian, seandainya kedua negara tersebut mengadakan perdagangan atau ekspor dan impor, maka keduanya akan memperoleh keuntungan.

Besarnya keuntungan dapat dihitung sebagai berikut:

  • Untuk negara Indonesia, Dasar Tukar Dalam Negeri (DTD) 1 kg rempah-rempah akan mendapatkan 1 unit elektronik, sedangkan Jepang 1 kg rempah-rempah akan mendapatkan 4 unit elektronik. Dengan demikian, jika Indonesia menukarkan rempah-rempahnya dengan elektronik Jepang akan memperoleh keuntungan sebesar 3 unit elektronik, yang diperoleh dari (4 elektronik – 1 elektronik).
  • Untuk negara Jepang Dasar Tukar Dalam Negerinya (DTD) 1 unit elektronik akan mendapatkan 0,25 rempah-rempah, sedangkan di Indonesia 1 unit elektronik akan mendapatkan 1 kg rempah-rempah. Dengan demikian, jika negara Jepang mengadakan perdagangan atau menukarkan elektroniknya dengan Indonesia akan memperoleh keuntungan sebesar 0,75 kg rempah-rempah, yang diperoleh dari ( 1 kg rempahrempah – 0,25 elektronik).

c. Teori Keunggulan Komparatif (David Ricardo)

David Ricardo (1772-1823) seorang tokoh aliran klasik menyatakan bahwa nilai penukaran ada jikalau barang tersebut memiliki nilai kegunaan. Dengan demikian sesuatu barang dapat ditukarkan bilamana barang tersebut dapat digunakan. Seseorang akan membuat sesuatu barang, karena barang itu memiliki nilai guna yang dibutuhkan oleh orang. Selanjutnya David Ricardo juga membuat perbedaan antara barang yang dapat dibuat dan atau diperbanyak sesuai dengan kemauan orang, di lain pihak ada barang yang sifatnya terbatas ataupun barang monopoli (misalnya lukisan dari pelukis ternama, barang kuno, hasil buah anggur yang hanya tumbuh di lereng gunung tertentu dan sebagainya). Dalam hal ini untuk barang yang sifatnya terbatas tersebut nilainya sangat subyektif dan relatif sesuai dengan kerelaan membayar dari para calon pembeli. Sedangkan untuk barang yang dapat ditambah produksinya sesuai dengan keinginan maka nilai penukarannya berdasarkan atas pengorbanan yang diperlukan. Teori perdagangan internasional diketengahkan oleh David Ricardo yang mulai dengan anggapan bahwa lalu lintas pertukaran internasional hanya berlaku antara dua negara yang diantara mereka tidak ada tembok pabean, serta kedua negara tersebut hanya beredar uang emas. Ricardo memanfaatkan hukum pemasaran bersama-sama dengan teori kuantitas uang untuk mengembangkan teori perdagangan internasional. Walaupun suatu negara memiliki keunggulan absolut, akan tetapi apabila dilakukan perdagangan tetap akan menguntungkan bagi kedua negara yang melakukan perdagangan.

Teori perdagangan telah mengubah dunia menuju globalisasi dengan lebih cepat. Kalau dahulu negara yang memiliki keunggulan absolut enggan untuk melakukan perdagangan, berkat law of comparative costs. dari Ricardo, Inggris mulai kembali membuka perdagangannya dengan negara lain. Pemikiran kaum klasik telah mendorong diadakannya perjanjian perdagangan bebas antara beberapa negara. Teori comparative advantage telah berkembang menjadi dynamic comparative advantage yang menyatakan bahwa keunggulan komparatif dapat diciptakan. Oleh karena itu penguasaan teknologi dan kerja keras menjadi faktor keberhasilan suatu negara. Bagi negara yang menguasai teknologi akan semakin diuntungkan dengan adanya perdagangan bebas ini, sedangkan negara yang hanya mengandalkan kepada kekayaan alam akan kalah dalam persaingan internasional.

Teori Comparative Advantage digolongkan menjadi dua diantaranya:

  • Cost Comparative Advantage (Labor efficiency)

Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana Negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien.

Indonesia memiliki keunggulan absolut dibanding Cina untuk kedua produk diatas, maka tetap dapat terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan kedua negara melalui spesialisasi jika negara-negara tersebut memiliki cost comparative advantage atau labor efficiency. Berdasarkan perbandingan Cost Comparative Advantage Efficiency, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Cina dalam produksi 1 Kg gula (atau hari kerja) daripada produksi 1 meter kain (hari bekerja) hal ini akan mendorong Indonesia melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula. Sebaliknya tenaga kerja Cina ternyata lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Indonesia dalam produksi 1 m kain (hari kerja) daripada produksi 1 Kg gula (hari kerja) hal ini mendorong cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.

  • Production Comperative Advantage (Labor productifity)

Suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak produktif. Walaupun Indonesia memiliki keunggulan absolut dibandingkan Cina untuk kedua produk, sebetulnya perdagangan internasional akan tetap dapat terjadi dan menguntungkan keduanya melalui spesialisasi di masing-masing negara yang memilikilabor productivity. Kelemahan teori klasik Comparative Advantagetidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara dua negara. Sedan ngkan kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam Cost Comparative Advantage atau Production Comparative Advantage. Teori ini mencoba melihat kuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan pada asumsi: Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, di mana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya.

Teori keunggulan komparatif menyatakan bahwa meskipun sebuah negara sanggup menghasilakan semua barang pada harga-harga yang lebih rendah daripada negara lain, perdagangan masih tetap akan menguntungkan kedua negara tersebut, berdasarkan biaya komparatif. Dengan demikian negara harus berkonsentrasi pada produk dengan keunggulan komparatif paling tinggi atau produk dengan kerugaian komparatif paling rendah.

David Ricardo menyampaikan bahwa teori keunggulan mutlak yang dikemukakan oleh Adam Smith memiliki kelemahan, di antaranya sebagai berikut:

  • Bagaimana bila suatu negara lebih produktif dalam memproduksi dua jenis barang dibanding dengan Negara lain?
    Sebagai gambaran awal, di satu pihak suatu negara memiliki faktor produksi tenaga kerja dan alam yang lebih menguntungkan dibanding dengan negara lain, sehingga negara tersebut lebih unggul dan lebih produktif dalam menghasilkan barang daripada negara lain. Sebaliknya, di lain pihak negara lain tertinggal dalam memproduksi barang. Dari uraian di atas dapat disimpilkan, bahwa jika kondisi suatu negara lebih produktif atas dua jenis barang, maka negara tersebut tidak dapat mengadakan hubungan pertukaran atau perdagangan.
  • Apakah negara tersebut juga dapat mengadakan perdagangan internasional?
    Pada konsep keunggulan komparatif (perbedaan biaya yang dapat dibandingkan) yang digunakan sebagai dasar dalam perdagangan internasional adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Jadi, motif melakukan perdagangan bukan sekadar mutlak lebih produktif (lebih menguntungkan) dalam menghasilkan sejenis barang, tetapi menurut David Ricardo sekalipun suatu negara itu tertinggal dalam segala rupa, ia tetap dapat ikut serta dalam perdagangan internasional, asalkan Negara tersebut menghasilkan barang dengan biaya yang lebih murah (tenaga kerja) dibanding dengan lainnya.

Jadi, keuntungan komparatif terjadi bila suatu negara lebih unggul terhadap kedua macam produk yang dihasilkan, dengan biaya tenaga kerja yang lebih murah jika diban-dingkan dengan biaya tenaga kerja di negara lain.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui, bahwa negara Jepang unggul terhadap kedua jenis produk, baik elektronik maupun rempah-rempah, akan tetapi keunggulan tertingginya pada produksi elektronik. Sebaliknya, negara Indonesia lemah terhadap kedua jenis produk, baik rempah-rempah maupun elektronik, akan tetapi kelemahan terkecilnya pada produksi rempah-rempah.

Jadi, sebaiknya negara Jepang berspesialisasi pada produk elektronik dan negara Indonesia berspesialisasi pada produk rempah-rempah. Seandainya kedua negara tersebut mengadakan perdagangan, maka keduanya akan mendapatkan keuntungan.

Besarnya keuntungan dapat dihitung sebagai berikut:

  • Di Jepang 1 unit elektronik = 0,625 kg rempah-rempah, sedangkan di Indonesia 1 unit elektronik = 1 kg rempahrempah. Jika negara Jepang menukarkan elektronik dengan rempah-rempah di  Indonesia, maka akan mendapatkan keuntungan sebesar 0,375, yang diperoleh dari (1 rempahrempah – 0,625 rempah-rempah).
  • Di Indonesia 1 kg rempah-rempah = 1 unit elektronik, sedang di Jepang 1 kg rempah-rempah = 1,6 unit elektronik. Jika negara Indonesia menukarkan rempah-rempahnya dengan elektronik, maka Jepang akan mendapatkan keuntungan sebesar 0,6, yang diperoleh dari (1,6 elektronik – 1 elektronik).

d. Teori Faktor Komposisi Produksi (Heckscher-Ohlin)
Teori faktor komposisi produksi berbasis pada adanya berbagai macam masukan faktor produksi dan proporsi untuk komoditikomoditi yang berbeda, diiringi dengan distribusi yang tidak berata dari faktor-faktor tersebut di wilayah dunia yang berbeda. Dengan demikian ketidaksamaan harga relatif merupakan fungsi dari komposisi faktor produksi regional. Keunggulan komparatif ditentukan oleh kelimpahan relatif komposisi faktor-faktor produksi tersebut. Terdapat saling ketergantungan di antara faktor-faktor produksi, perpindahan faktor-faktor produksi, pendapatan, harga, dan perdagangan. Suatu perubahan dalam salah satunya akan mempengaruhi yang lain. Harga dari faktor-faktor produksi dan harga produk selanjutnya di dalam setiap wilayah akan tergantung pada penawaran dan permintaan, yang pada gilirannya akan dipengaruhi oleh keinginan konsumen, tingkat pendapatan, kuantitas berbagai faktor, dan kondisi fisik produksi.
Karena negara memiliki komposisi faktor produksi yang beraneka macam, sebuah negara akan memiliki keunggulan relatif dalam sebuah komoditi yang terwujud dalam beberapa faktor produksi yang relatif melimpah dari negara tersebut, untuk selanjutnya diekspor.

Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif

Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:

  • Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi didalam suatu negara.
  • Faktor intensity, yaitu teksnologi yang digunakan didalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity

Teori modern Heckescher-ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang menggabarkan total biaya produksi yang sama. Dan kurva isoquant yaitu kurva yang menggabarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu.

Analisis teori H-O:

  • Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing Negara.
  • Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilkinya.
  • Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.
  • Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya

Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.

e. Teori Siklus Hidup Produk Internasional (Raymond Vernon)
Teori siklus hidup produk internasional memusatkan diri pada ekspansi pasar dan inovasi teknologi yang relatif kurang diperhatikan dalam teori keunggulan komparatif. Teori ini bermanfaat dalam menjelaskan pola-pola perdagangan dari kalangan manufaktur, serta ekspansi penjualan dan produksi dari anak perusahaan multinasional. Teori siklus hidup produk internasional memiliki dua prinsip penting, yaitu:

  • Eknologi merupakan faktor kritis dalam menciptakan dan membuat produk baru;
  • Ukuran dan struktur pasar penting dalam menentukan pola perdagangan. Siklus hidup produk internasional meliputi tahaptahap sebagai berikut:

  1. Pengenalan (ditentukan oleh lokasi inovasi, ekspor, dan tenaga kerja)
  2. Pertumbuhan.
  3. Kedewasaan.
  4. Penurunan.

f. Teori Perdagangan Baru
Teori perdagangan baru menyatakan bahwa ada banyak industri dikarenakan skala ekonomis yang substansial sehingga hasilnya lambat laun meningkat untuk spesialisasi.
Skala ekonomis terutama berasal dari penyebaran biaya-biaya tetap (seperti biaya pengembangan produk baru) terhadap keluaran yang lebih banyak. Skala ekonomis ditimbulkan oleh peningkatan efisiensi utilisasi sumber daya. Peningkatan efisiensi menghasilkan produktivitas, yang merupakan sumber penting dari keunggulan komparatif. Sebuah negara dapat merajai ekspor sebuah produk hanya karena memiliki sebuah atau beberapa perusahaan yang pertama kali menghasilkan produk tersebut.
g. Teori Similaritas Negara (Steffan Linder)
Teori similaritas negara menyatakan bahwa sebagian besara perdagangan barang-barang pabrikan sebaiknya dilakukan di antaracnagara-negara dengan pendapatan perkapita yang serupa dan perdagangan intraindustri dalam barang-barang pabrikan sebaiknya sama. Perusahaan-perusahaan pada mulanya memproduksi barang untuk melayani pasar domestik mereka. Pada saat mereka mengeksplorasi peluang ekspor, mereka menemukan bahwa pasar asing yang paling menjanjikan di negara-negara yang di dalamnya preferensi konsumen mirip dengan yang ada di pasar domestik mereka.
h. Teori Keunggulan Kompetitif Nasional: Berlian Porter (MichaelE. Porter)

Teori keunggulan kompetitif nasional menyatakan bahwa terdapat empat atribut dari sebuah negara yang membentuk lingkungan di mana didalamnya perusahaan-perusahaan lokal bersaing, dan keempat atribut ini mempromosikan atau menyumbat penciptaan keunggulan kompetitif. Porter menyebut keempat atribut sebagai membentuk ”berlian”. Atribut-atribut tersebut adalah

  • Anugrah faktor posisi sebuah negara dalam faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja mahir atau prasarana yang diperlukan untuk berlaga dalam industri tertentu;
  • Kondisi permintaan sifat permintaan dalam negeri untuk produk atau jasa industri;
  • Industri-industri yang berkaitan dan mendukung – kehadiran atau absennya industri pemasok dan industri yang berkaitan di sebuah negara yang secara internasional kompetitif;
  • Strategi, struktur, dan persaingan perusahaan kondisi di dalam sebuah negara yang mengatur bagaimana perusahaan-perusahaan dibentuk, diorganisasikan, dan dikelola, serta sifat saingan domestik.

Porter menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan paling besar kemungkinannya untuk berjaya dalam industri atau segmen industri di mana “berliannya paling menguntungkan”.
Berlian itu satu sama lain saling memperkukuh sistem yang ada. Selain itu menurut Porter ada dua variabel tambahan yang dapat mempengaruhi berlian nasional, yaitu perubahan dan pemerintah.

i. Teori Permintaan Timbal Balik (Reciprocal Demand) oleh John Stuart Mill

Teori yang dikemukakan oleh J.S. Mill sebenarnya melanjutkan Teori Keunggulan Komparatif dari David Ricardo, yaitu mencari titik keseimbangan pertukaran antara dua barang oleh dua negara dengan perbandingan pertukarannya atau dengan menentukan Dasar Tukar Dalam Negeri (DTD). Maksud Teori Timbal Balik adalah menyeimbangkan antara permintaan dengan penawarannya, karena baik permintaan dan penawaran menentukan besarnya barang yang diekspor dan barang yang diimpor.

Jadi, menurut J.S. Mill selama terdapat perbedaan dalam rasio produksi konsumsi antara kedua negara, maka manfaat dari perdagangan selalu dapat dilaksanakan di kedua negara tersebut. Dan suatu negara akan memperoleh manfaat apabila jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk membuat seluruh barangbarang ekspornya lebih kecil daripada jumlah jam kerja yang dibutuhkan seandainya seluruh barang impor diproduksi sendiri.

Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative di advantage (suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar) Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut.



PERKEMBANGAN EKSPOR INDONESIA

Pengertian Ekspor dan Impor

Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke negara lain. Ekspor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan internasional, lawannya adalah impor.

Menurut KBBI, pengertian ekspor adalah pengiriman barang dagangan ke luar negeri. Barang dagangan yang dimaksud bisa berupa barang secara fisik ataupun jasa. Ekspor merupakan salah satu tolak ukur penting untuk mengetahui seberapa besar pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Dari kegiatan ekspor ini maka dapat terjamin kegiatan bisnis di sektor riil semakin terjaga. Produksi barang tidak hanya berputar di dalam negeri saja akan tetapi juga berputar di perdagangan Internasional. Oleh sebab itulah, dalam jangka panjang kegiatan ekspor dapat menjadi pahlawan devisa bagi pertumbuhan ekonomi negara.

Namun, menurut data yang didapat, perkembangan ekspor Indonesia mulai tahun 2011-2015 tidak mengalami peningkatan malah sebaliknya. Berdasarkan grafik di bawah ini, dalam kurun waktu 2011-2015, nilai ekspor Indonesia terus mengalami penurunan setiap tahunnya dari 203.496,60 juta US$ menjadi 150.252,50 juta US$ pada tahun 2015 yang lalu. Dapat disimpulkan, mulai dari tahun 2011-2015, penurunan nilai ekspor adalah sebesar 26,16%.

Setiap negara selalu berusaha mengembangkan nilai ekspor dari komoditas ekspor unggulannya. Perkembangan ekspor sangat penting dalam upaya peningkatan pendapatan negara yang berdampak pada perkembangan ekonomi nasional. Sejak saat itu, ekspor menjadi fokus utama dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi dari penekanan pada substitusi impor ke promosi ekspor. Menurut BPS, komotidi unggulan ekspor indonesia adalah di sektor Non-Migas. Sedangkan, untuk sektor Migas sendiri, perkembangannya masih sangat jauh dibawah sektor Non-Migas.

Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Impor adalah bagian penting dari perdagangan internasional, lawannya adalah ekspor.

Perkembangan ekspor dan impor indonesia april 2015: ekspor april 2015 mencapai us$13,08 miliar

  • Nilai ekspor Indonesia April 2015 mencapai US$13,08 miliar atau mengalami penurunan sebesar 4,04 persen dibanding ekspor Maret 2015. Demikian juga bila dibanding April 2014 mengalami penurunan sebesar 8,46 persen.
  • Ekspor nonmigas April 2015 mencapai US$11,63 miliar, turun 0,17 persen dibanding Maret 2015, demikian juga bila dibanding ekspor April 2014 turun 0,13 persen.
  • Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-April 2015 mencapai US$52,14 miliar atau menurun 11,02 persen dibanding periode yang sama tahun 2014, demikian juga ekspor nonmigas mencapai US$44,98 miliar atau menurun 6,43 persen.
  • Penurunan terbesar ekspor nonmigas April 2015 terhadap Maret 2015 terjadi pada bahan bakar mineral sebesar US$199,3 juta (11,73 persen), sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$270,8 juta (17,18 persen).
  • Ekspor nonmigas ke Amerika Serikat April 2015 mencapai angka terbesar yaitu US$1,38 miliar, disusul India US$1,19 miliar dan Tiongkok US$1,17 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 32,17 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (27 negara) sebesar US$1,32 miliar.
  • Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan periode Januari-April 2015 turun sebesar 5,69 persen dibanding periode yang sama tahun 2014, dan ekspor hasil tambang dan lainnya turun 12,45 persen, sementara ekspor hasil pertanian naik sebesar 4,17 persen.
  • Menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada periode Januari-April 2015 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$8,53 miliar (16,37 persen), diikuti Kalimantan Timur sebesar US$6,87 miliar (13,19 persen) dan Jawa Timur sebesar U$6,20 miliar (11,90 persen).

Perkembangan Ekspor Impor di Indonesia

Setiap negara tak pernah terlepas dari kegiatan ekspor dan impor. Kegiatan ekspor impor didasari oleh kondisi bahwa setiap negara memiliki karakteristik sumber daya masing-masing dan tentunya karakteristik tersebut berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Untuk melengkapi dan mengisi perbedaan karakteristik tersebutlah, kegiatan ekspor impor dilakukan. Penting pula untuk diketahui, secara tidak langsung, kegiatan ekspor dan impor mempunyai andil yang cukup penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi setiap negara. Berdasarkan data yang diambil dari Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, ekspor impor juga termasuk dalam indikator ekonomi Indonesia. Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya. Akan tetapi, apakah hal tersebut mampu menutup kemungkinan nilai impor Indonesia lebih mendominasi dibandingkan nilai ekspornya?

Sejak tahun 1987 ekspor Indonesia mulai didominasi oleh komoditi non migas dimana pada tahun-tahun sebelumnya masih didominasi oleh ekspor migas. Pergeseran ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di bidang ekspor, sehingga memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspot non migas. Pada tahun 1998 nilai ekspor non migas telah mencapai 83,88% dari total nilai ekspor Indonesia, sementara pada tahun 1999 peran nilai ekspor non migas tersebut sedikit menurun, menjadi 79,88% atau nilainya 38.873,2 juta US$ (turun 5,13%). Hal ini berkaitan erat dengan krisis moneter yang melanda indonesia sejak pertengahan tahun 1997.

Tahun 2000 terjadi peningkatan ekspor yang pesat, baik untuk total maupun tanpa migas, yaitu menjadi 62.124,0 juta US$ (27,66) untuk total ekspor dan 47.757,4 juta US$ (22,85%) untuk non migas. Namun peningkatan tersebut tidak berlanjut ditahun berikutnya. Pada tahun 2001 total ekspor hanya sebesar 56.320,9 juta US$ (menurun 9,34%), demikian juga untuk eskpor non migas yang menurun 8,53%. Di tahun 2003 ekspor mengalami peningkatan menjadi 61.058,2 juta US$ atau naik 6,82% banding eskpor tahun 2002 yang sebesar 57.158,8 juta US$. Hal yang sama terjadi pada ekspor non migas yang naik 5,24% menjadi 47.406,8 juta US$. Tahun 2004 ekspor kembali mengalami peningkatan menjadi 71.584,6 juta US$ (naik 17,24%) demikian juga ekspor non migas naik 18,0% menjadi 55.939,3 juta US$. Pada tahun 2006 nilai ekspor menembus angka 100 juta US$ menjadi 100.798,6 juta US$ atau naik 17,67%, begitu juga dengan ekspor non migas yang naik 19,81% dibandingkan tahun 2005 menjadi 79.589,1 juta US$.

Selama lima tahun terakhir, nilai impor Indonesia menunjukkan trend meningkat rata-rata sebesar 45.826,1 juta US$ per tahun. Pada tahun 2006, total impor tercatat sebesar 61.065,5 juta US$ atau meningkat sebesar 3.364,6 juta US$ (5,83%) dibandingkan tahun 2005. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya impor migas sebesar 1.505,2 juta US$ (8,62%) menjadi 18.962,9 juta US$ dan non migas sebesar 1.859,4 juta US$ (4,62%) menjadi 42.102,6 juta US$. Pada periode yang sama, peningkatan impor terbesar 54,15% dan non migas sebesar 39,51%.

Dilihat dari kontribusinya, rata-rata peranan impor migas terhadap total impor selama lima tahun terakhir mencapai 26,15% dan non migas sebesar 73.85% per tahun. Dibandingkan tahun sebelumnya, peranan impor migas meningkat dari 30,26% menjadi 31,05% di tahun 2006. Sedangkan peranan impor non migas menurun dari 69,74% menjadi 68,95%.

Kondisi Ekspor Indonesia Dewasa Ini

Pengutamaan Ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat lazim. Persaingan sangat tajam antar berbagai produk. Selain harga, kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai 118,43 juta US$ atau meningkat 26,92% dibanding periode yang sama tahun 2007, sementara ekspor non migas mencapai 92,26 juta US$ atau meningkat 21,63%. Sementara itu menurut sektor, ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang dan lainnya pada periode tersebut meningkat masing-masing 34,65%, 21,04%, dan 21,57% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Adapun selama periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan kontribusi 58,8% terhadap total ekspor non migas. Kesepuluh golongan tersebut adalah, lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian ada pula bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan, kayu dan barang dari kayu, serta timah.

Selama periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang tersebut memberikan kontribusi sebesar 58,80% terhadap total ekspor non migas. Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71% terhadap periode yang sama tahun 2007.

Sementara itu, peranan ekspor non migas di luar 10 golongan barang pada Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20%.

Jepang pun masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$11,80 juta (12,80%), diikuti Amerika Serikat dengan nilai 10,67 juta US$ (11,57%), dan Singapura dengan nilai 8,67 juta US$ (9,40%).

Peranan dan perkembangan ekspor non migas Indonesia menurut sektor untuk periode Januari-Oktober tahun 2008 dibanding tahun 2007 dapat dilihat pada. Ekspor produk pertanian, produk industri serta produk pertambangan dan lainnya masing-masing meningkat 34,65%, 21,04%, dan 21,57%.

Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan Januari-Oktober 2008, kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 64,13%, sedangkan kontribusi ekspor produk pertanian adalah sebesar 3,31%, dan kontribusi ekspor produk pertambangan adalah sebesar 10,46%, sementara kontribusi ekspor migas adalah sebesar 22,10%.

Kendati secara keseluruhan kondisi ekspor Indonesia membaik dan meningkat, tak dipungkiri semenjak terjadinya krisis finansial global, kondisi ekspor Indonesia semakin menurun. Sebut saja saat ekspor per September yang sempat mengalami penurunan 2,15% atau menjadi 12,23 juta US$ bila dibandingkan dengan Agustus 2008. Namun, secara year on year mengalami kenaikan sebesar 28,53%

Manfaat Melakukan Ekspor Impor

manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut:

  • Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya: Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.

  • Memperoleh keuntungan dari spesialisasi

Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.

  • Memperluas pasar dan menambah keuntungan

Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.

  • Transfer teknologi modern

Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.

Problema Ekspor

Barang-barang yang diperdagangkan ke luar negeri atau di ekspor terdiri dari bermacam-macam jenis hasil bumi disamping hasil tambang dan hasil laut dan lainnya. Kita mengetahui bahwa masalah ekspor itu bukanlah persoalan yang berdiri sendiri, tetapi hanyalah sebagai ujung dari suatu kegiatan ekonomi yang menyangkut bidang yang amat luas, atau paling banyak dapat dikatakan hanya sebagai salah satu dari satu mata rantai akitifitas perekonomian pada umumnya.

Hasil bumi misalnya sebagian dihasilkan oleh perkebunan-perkebunan milik pemerintah maupun swasta, sedangkan sebagian lagi oleh petani-petani kecil yang bertebaran diseluruh tanah air. Bahkan hasil-hasil itu masih bertebaran di hutan. Akan tetapi semuanya itu tidak akan menjelma menjadi devisa nyata kalau tidak diusahakan. Hasil-hasil itu setidak-tidaknya harus dikumpulkan lebih dulu sedikit demi sedikit dari tempat kecil yang terpencil di pedalaman. Dari situ harus diangkut ke kota dan kemudian dalam umlah yang agak banyak baru diagkut ke pelabuhan yang terdekat.

Sampai pada taraf itu Indonesia sudah dihadapkan pada masalah-masalah tertentu, yaitu:

  • Masalah pengumpulan dan masalah angkutan darat

Masalah pengumpulan merupakan persoalan tersendiri, bagaimana caranya mengumpulkan barang itu dari tempat-tempat kecil dan dari produsen yang tersebar itu. Bidang prasarana ekonomi inonesia memang tidak sempurna, sehingga dalam banyak hal menjadi hambatan dalam usaha ke arah perbaikan dalam bidang-bidang lain.

  • Masalah pembiayaan Rupiah (Rupiah Financing)

Persoalan pembiayaan ini merupakan pesoalan yang penting pula, apakah keuangan sendiri dari setiap pengusaha cukup kuat untuk membiayainya, ataukah tidak perlu bantuan dari bank-bank pemerintah atau badan-badan keuangan lainnya. Kalau demikian halnya sampai sejauh mana pemerintah dapat memberikan bantuan dalam pemecahan persoalan pembiayaan rupiah ini.

Barang ekspor kita sebagian dihasilkan oleh produsen kecil ataupun hanya dipungut dari hutan-hutan, laut dan sungai. Produsen atau pengumpul pertama itu mempunyai tingkat pengetahuan dan cara pengolahan yang tidak sama, sehingga barang yang dihasilkan belum mempunyai mutu yang seragam, bahkan mungkin sekali belum dilakukan pengolahan sama sekali. Barang masih sedemikian itu sudah tentu belum dapat diperdagangkan ke luar negeri, tetapi masih perlu di olah lebih dahulu.

Aneka Cara Ekspor

  • Ekspor Biasa

Dalam hal ini barang di kirim ke luar negeri sesuai dengan peraturan umum yang berlaku, yang ditujukan kepada pembeli di luar negeri untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah diadakan dengan importir di luar negeri. Sesuai dengan perturan devisa yang berlaku maka hasil devisa yang di peroleh dari ekspor ini dapat di jual kepada Bank Indonesia, sedangkan eksportir menerima pemabayaran dalam mata uang rupiah sesuai dengan penatapan nilai kurs valuta asing yang ditentukan dalam bursa valuta, atau juga dapat dipakai sendiri oleh eksportir.

  • Barter

Barter adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan barang, tidak menerima pembayaran di dalam mata uang rupiah. Kalau kiata mempelajari sejarah masyarakat primitif ataupun masyarkat suku terasing, maka kebanyakan cara yang mereka tempuh dalam memenuhi kebutuhannya adalah dengan cara “tukar menukar” apa yang dipunyai (diproduksinya) dengan barang apa yang di miliki tetangganya.

  • Konsinyasi (Consignment)

Adalah pengiriman barang ke luar negeri untuk di jual sedangkan hasil penjualannya diperlakukan sama dengan hasil ekspor biasa. Jadi, dalam hal ini barang di kirim ke luar negeri bukan untuk ditukarkan dengan barang lain seperti dalam hal barter, dan juga bukan untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah dilakukan eperti dalam hal ekspor biasa. Tegasnya di dalam pengiriman barang sebagai barang konsinyasi belum ada pembeli yang tertentu diluar negeri.

Ekspor Menurut Sektor

Jika kita lihat  menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan periode Januari-Februari 2015 turun sebesar 8,60% dibanding periode yang sama tahun 2014, dan ekspor hasil tambang dan lainnya turun 14,83%, sementara ekspor hasil pertanian naik sebesar 2,37%.

Dilihat dari kontribusinya dalam ekspor nonmigas secara keseluruhan pada bulan Januari-Februari 2015, produk industri pengolahan merupakan penyumbang terbesar terhadap total ekspor nonmigas, yaitu sebesar 68,43%, kemudian disusul oleh produk pertambangan dan lainnya sebesar 12,77% dan yang terkecil yaitu produk pertanian sebesar 3,32%. Sementara kontribusi ekspor migas yaitu sebesar 15,48%.

Ekspor Menurut Provinsi Asal Barang

Menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada periode Januari-Februari 2015 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$4,16 miliar (16,21%), diikuti Kalimantan Timur sebesar US$3,50 miliar (13,65%) dan Jawa Timur sebesar U$3,23 miliar (12,61%).

Sektor
2012
2013
2014
2015
Peran
Th. 2015 (%)
I. MIGAS
36.977.261.378
32.633.031.285
30.331.863.792
24.253.173.022
15,05%
    1. Minyak Mentah
12.293.410.847
10.204.709.564
9.528.227.064
8.316.679.551
5,16%
    2. Hasil Minyak
4.163.368.221
4.299.127.072
3.623.353.404
2.361.713.411
1,47%
    3. Gas
20.520.482.310
18.129.194.649
17.180.283.324
3.234.002.422
2,01%
    4. Gas Alam
0
0
0
10.340.777.638
6,42%
II. NON MIGAS
153.043.004.652
149.918.763.416
145.960.796.463
136.922.728.667
84,95%
    1. Pertanian
5.569.216.244
5.712.976.032
5.770.578.795
5.629.855.373
3,49%
    2. Industri
116.125.137.766
113.029.939.287
117.329.856.169
106.662.885.581
66,18%
    3. Pertambangan
0
0
0
19.405.276.123
12,04%
    4. Tambang
31.329.944.921
31.159.534.218
22.850.041.499
5.192.401.348
3,22%
    5. Lainnya
18.705.721
16.313.879
10.320.000
32.310.242
0,02%
TOTAL
190.020.266.030
182.551.794.701
176.292.660.255
161.175.901.689
100,00%



Kelompok Hasil Industri
Peran
Th. 2015 (%)
23.396.998.187
20.660.402.210
23.711.550.465
20.746.988.848
19,45%
15.029.612.806
14.684.401.500
15.813.518.294
14.455.370.329
13,55%
12.446.506.596
12.661.681.508
12.720.312.060
12.262.652.678
11,50%
9.444.056.939
8.520.124.647
8.066.889.542
6.913.161.552
6,48%
10.818.624.881
9.724.133.106
7.497.549.404
6.171.408.596
5,79%
4.652.902.475
5.379.821.652
5.554.396.593
5.597.294.145
5,25%
5.517.965.818
5.643.997.372
5.498.591.201
5.332.165.164
5,00%
4.539.877.317
4.727.650.015
5.202.156.290
5.188.507.332
4,86%
2.185.993.514
2.031.240.428
3.671.788.964
4.721.732.433
4,43%
3.561.683.101
3.933.060.116
4.090.311.532
4.615.452.060
4,33%
4.870.521.468
5.083.494.825
5.703.382.618
4.150.761.157
3,89%
5.049.455.277
4.843.484.653
4.886.370.585
3.619.440.590
3,39%
3.084.974.047
3.188.670.057
3.060.765.055
2.813.109.753
2,64%
1.457.981.861
1.465.245.943
1.511.010.803
1.394.571.892
1,31%
1.098.401.215
1.184.450.430
1.217.668.238
1.133.013.518
1,06%
2.035.001.499
2.099.699.105
1.852.937.671
923.048.830
0,87%
732.537.409
834.266.121
942.271.844
922.774.495
0,87%
885.864.150
855.714.236
868.068.116
819.182.403
0,77%
1.027.965.781
1.038.610.872
849.438.079
738.709.579
0,69%
820.569.062
777.229.482
774.890.901
662.767.102
0,62%
485.594.695
492.247.879
570.617.738
645.996.788
0,61%
625.819.540
737.356.771
772.923.937
569.335.408
0,53%
379.916.623
400.528.010
418.115.320
451.054.615
0,42%
361.488.129
392.019.158
398.927.158
342.646.653
0,32%
466.187.387
457.399.964
431.191.137
337.225.380
0,32%
320.929.557
367.794.319
397.390.652
297.357.290
0,28%
222.972.203
212.085.781
260.894.363
294.775.427
0,28%
220.978.686
218.610.510
239.018.176
235.661.490
0,22%
286.722.512
264.106.856
214.331.225
149.230.775
0,14%
53.895.286
107.422.212
87.144.398
105.974.395
0,10%
43.139.745
42.989.549
45.433.810
51.514.915
0,05%





TINGKAT DAYA SAING

Peringkat daya saing yang semakin menurun mengindikasikan bahwa daya saing Indonesia di perdagangan internasional semakin menurun. Kekayaaan alam yang melimpah sepertinya kurang berperan dalam peningkatan daya saing Indonesia. Hal ini mengindikasikan adanya hambatan yang menyebabkan daya saing Indonesia menurun. Peran pemerintah dalam mengupayakan peningkatan daya saing seharusnya dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia di perdagangan internasional.

Permasalahan yang ada di Indonesia dalam kaitannya pada peningkatan daya saing Indonesia adalah:

  1. Bagaimana kekayaan alam Indonesia berperan dalam meningkatkan daya saing. Mengapa Indonesia yang dikenal memiliki kekayaan alam yang berlimpah akan tetapi daya saingnya rendah.
  2. Hambatan apakah yang menyebabkan produk Indonesia kalah bersaing di pasar internasional.
  3. Bagaimana peran pemerintah dalam upaya meningkatkan daya saing Indonesia.
  4. Kekayaan alam tidak menjamin suatu negara memiliki keunggulan bersaing. Keunggulan bersaing dapat dicapai bila negara dapat menciptakan strategi yang tepat.
  5. Masalah utama di Indonesia adalah tingginya pungli dan sulitnya mendapatkan ijin untuk melakukan bisnis. High cost economy menghambat daya saing produk Indonesia di perdagangan internasional.
  6. Peran pemerintah sangat menentukan dalam keberhasilan peningkatan daya saing produk Indonesia. Pemerintah harus mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi ekonomi Indonesia.

Selain itu harus ada upaya yang lebih serius dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk menciptakan keunggulan komparatif:

  1. Diciptakan sektor agro industri untuk mengolah kekayaan alam yang ada, sehingga Indonesia tidak hanya sebagai negara penghasil, akan tetapi Indonesia juga dikenal sebagai negara pengolah sekaligus pemasar hasil sumber daya alam di dunia.
  2. Harus ada kemauan politik yang tinggi untuk menghapuskan pungli serta peraturan daerah yang menghambat bisnis di Indonesia.
  3. Pemerintah diharapkan mampu menciptakan iklim bisnis yang kondusif di dalam negeri. Selain itu pemerintah diharapkan mampu menciptakan pendidikan yang berkualitas dan lapangan kerja yang sesuai

Pada tahun 2000, posisi daya saing Indonesia menduduki peringkat 43 dari 49 negara. Tahun 2001 posisi daya saing Indonesia semakin menurun, yaitu menduduki peringkat 46. Selanjutnya, tahun 2002 posisi daya saingnya masih menduduki posisi bawah, yaitu peringkat 47. Lalu, tahun 2003, posisi daya saingnya malah makin terpuruk, yaitu menduduki peringkat 57. Tahun 2004 menduduki peringkat 58. Tahun 2005 Indonesia menduduki posisi 58. Tahun 2006 Indonesia telah menduduki posisi 60.

Selama lima tahun terakhir (2005-2009) pertumbuhan ekspor Indonesia cenderung meningkat sebesar 20% pertahun, begitu pula pertumbuhan impor cenderung meningkat sebesar 9,7% pertahun. Pada Tahun 2009 Indonesia menduduki peringkat ke-29 dalam ekspor dunia dan posisi ke-28 dalam impor dunia. Selama tahun 2009, sektor Industri menyumbang 75,3%, pertambangan 20,2% dan pertanian 4,5 % terhadap total eskpor Indonesia. Negara yang menjadi mitra Dagang utama Indonesia adalah Jepang, Amerika Serikat Singapura, RRT dan India

Indonesia telah mengalami kemajuan yang mantap dalam penerapan reformasi perdagangan pada beberapa tahun terakhir dan hal itu merupakan salah satu dari beberapa faktor yang membantu berkembangnya penyerapan tenaga kerja di sektor resmi, memangkas tingkat kemiskinan dan mengembangkan tingkat menengah penduduk Indonesia. Selain itu, Indonesia lebih beruntung dibanding negara-negara tetangganya dengan berhasil melewati krisis keuangan dunia secara relatif mulus.

Hal ini memberikan kesempatan yang unik bagi Indonesia pasca krisis untuk meningkatkan penjualan dalam negeri dan pangsa pasar dunianya. Untuk meraih kesempatan ini sebaik-baiknya, Indonesia harus terus mendorong reformasi perdagangan dan menghindari protektionisme yang akan menghambat efisiensi dan inovasi. Selain Indonesia, hanya Hong Kong dan Cina saja yang pada tahun 2010 berhasil mengembalikan nilai perdagangan internasionalnya ke tingkat absolut pra-krisis keuangan dunia.

Walaupun pertumbuhan ekspor komoditas berbasis sumber daya meningkat tajam, Indonesia hanya mencatat kemajuan yang terbatas dalam meningkatkan ekspor produk-produk manufaktur dan terproses. Produsen-produsen Indonesia telah menyuarakan keprihatinan akan daya saing mereka melawan produsen berbiaya rendah, baik di dalam negeri maupun di pasar asing. Penurunan pertumbuhan bidang manufaktur dan menyurutnya pangsa ekspor sektor manufaktur juga menimbulkan tanda tanya mengenai daya saing sektor manufaktur Indonesia.

Satu bidang yang memberati perdagangan sehingga menurunkan daya saing produk-produk Indonesia dibanding produk impor luar negeri adalah rendahnya tingkat hubungan perdagangan Indonesia yang merupakan akibat dari buruknya sistem logistiknya. Hubungan perdagangan adalah masalah yang memberikan tantangan yang berbeda bergantung pada apakah hambatannya mempengaruhi hubungan perdagangan internasional, antar pulau atau dalam pulau. Tingginya biaya transportasi barang-barang bernilai tinggi seperti udang dari belahan Timur Indonesia ke pusat-pusat pemrosesan di pulau Jawa melambungkan harga mereka ke titik yang terlalu mahal untuk diekspor, dan juga lebih murah untuk mengimpor buah jeruk dari Cina dibanding mengirimkannya dari pulau Kalimantan ke pulau Jawa. Itulah beberapa contoh buruknya efisiensi dalam perdagangan antar pulau.

Contoh tingginya biaya logistik dalam pulau termasuk parahnya kemacetan di pulau Jawa, terutama di Jabotabek, dan juga buruknya kualitas jalan di luar pulau Jawa, yang secara keseluruhan menempatkan biaya transportasi darat di Indonesia lebih tinggi dari rata-rata biaya di Asia. Buruknya kinerja pelabuhan-pelabuhan utama di Jakarta dan Surabaya, karena rendahnya produktivitas pelabuhan dan tidak penuhnya penerapan National Single Window (NSW), juga merintangi hubungan perdagangan internasional.

Tingginya biaya dan ketidakpastian jalur transportasi domestik tersebut juga menghalangi Indonesia untuk lebih terintegrasi ke dalam jaringan produksi persediaan-minim (just-in-time) produk-produk yang bernilai tinggi. Perijinan dan harga yang diatur oleh pemerintah menurunkan insentif untuk berinvestasi dalam layanan yang lebih baik dan membatasi persaingan antara perusahaan-perusahaan pengiriman darat dan laut di dalam negeri. Pembatasan investasi asing di bidang logistik makin memperburuk keadaan dengan terbatasnya akses terhadap teknologi baru.

Sementara Indonesia telah membuat kemajuan dalam meningkatkan tingkat efisiensi pelabuhan dan bea cukai, masih dibutuhkan peningkatan lebih lanjut. Rata-rata waktu tunggu kontainer impor di terminal utama kontainer adalah lima hari, dibanding kurang dari tiga hari pada kebanyakan pelabuhan-pelabuhan di wilayah tersebut. Impor kontainer kosong selesai kurang dari setengah lamanya waktu yang dibutuhkan kontainer yang penuh, menunjukkan bahwa sebagian besar penundaan disebabkan oleh pengawas perbatasan dan prosedur pemeriksaan dan bukan karena tidak memadainya prasarana.

Prosedur-prosedur administratif yang membebani dan tidak jelas juga turut memperburuk penundaan impor dan mengundang korupsi, sehingga menurunkan daya saing industri-industri yang menggunakan komponen impor. Selain itu, walaupun Indonesia memiliki ekonomi yang sangat terbuka dalam hal tarif, halangan non-tarif-nya tetaplah berarti dan belakangan ini terjadi peningkatan yang mencemaskan dalam halangan non-tarif tersebut.

Ada beberapa hal yang mempengaruhi daya saing dalam perdagangan internasional. Menurut hasil survey IMD (International Management Development)  daya saing Indonesia dibandingkan 30 negara-negara utama dunia lainnya, dipengaruhi beberapa hal,  antara lain sebagai berikut:

  1. Kepercayaan investor yang rendah (sebagai akibat resiko politik, credit rating yang rendah, diskriminasi dalam masyarakat, sistim penegakan hukum yang lemah, penanganan ketenagakerjaan, subsidi yang tinggi, banyak korupsi)
  2. Daya saing bisnis yang rendah yang meliputi kualitas SDM yang masih rendah, hubungan perburuhan yang selalu bermusuhan (hostile), praktek-praktek bisnis yang tidak etis dan lemahnya corporate governance.
  3. Daya saing yang rendah (nilai-nilai di masyarakat tidak mendukung daya saing dan globalisasi, kualitas wiraswasta dan kemampuan marketing yang rendah, produktivitas menyeluruh yang rendah)
  4. Infrastruktur lemah (pendidikan dan kesehatan yang kurang, perlindungan hak patent dan cipta lemah, penegakan hukum lingkungan hidup yang lemah, biaya telekomunikasi internasional yang mahal, anggaran yang mahal, kurangnya alih teknologi, kurang ahli teknologi informasi). Daya saing juga mengindikasikan terjadinya penguatan perekonomian domestik dengan orientasi dan daya saing global. Secara makro, teori globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai sebuah teori yang didasarkan atas asumsi perdagangan bebas/pasar bebas di seluruh dunia, tanpa adanya hambatan baik dalam bentuk tarif atau non tarif (Wibowo, 2004). Namun secara mikro, globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai sebuah inisiatif bisnis yang didasarkan atas kepercayaan bahwa dunia telah menjadi sedemikian homogen, seiring dengan makin mengaburnya perbedaan nyata antar pasar domestik. Tentang kerja sama regional, Hamdy (2001; 88) mengemukakan bahwa kerja sama ekonomi dan keuangan, khususnya di bidang perdagangan internasional, saat ini mengarah pada pembentukan kerja sama guna mewujudkan integrasi ekonomi dan keuangan secara regional.
  5. Peluang dan Strategi Peningkatan Daya Saing Produk
    Peluang dan Strategi Peningkatan Daya Saing antara lain melalui  peningkatan sumber daya manusia dengan cara antara lain, pemerintah selalu mendorong daya saing dan peningkatan nilai tambah dari sumber daya lokal. Demikian juga pemerintah terus meningkatkan kewirausahaan dan efisiensi. Faktor lainnya adalah perbaikan di sektor hukum, sosial politik serta perpajakan, termasuk peningkatan integrasi global untuk melihat perkembangan dunia.  Beberapa faktor yang berpengaruh dalam upaya peningkatan daya saing produk alas kaki Indonesia antara lain kondisi faktor, kondisi permintaan, industri terkait dan pendukung, strategi dan struktur persaingan, kebijakan pemerintah serta kesempatan dan peluang berkembangnya produk alas kaki di Indonesia. Adapun pelaku yang berpengaruh dalam upaya peningkatan daya saing adalah pemerintah, industri, industri pemasok, asosiasi, lembaga keuangan (perbankan), lembaga standar negara pesaing. Ada tiga alternatif strategi dalam upaya peningkatan daya saing, prioritas pertama adalah pengusaan teknologi, alternatif ini dua kali lebih penting dari alternatif yang lain yaitu penciptaan iklim usaha yang kondusif serta peningkatan pemakaian bahan baku dalam negeri agar produk lebih efisien
  6. Daya Saing Produk Alas Kaki Indonesia ke China   Berdasarkan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia/Harmonized System (HS) 2 digit maka produk alas kaki mempunyai HS number  64. Komoditi ini merupakan komoditi unggulan Indonesia yang mempunyai daya saing kuat karena memiliki RCA lebih besar dari 1. Sejak tahun 2001 sampai dengan 2010 komoditi alas kaki memiliki ranking komoditi unggulan yang berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor permintaaan dan penawaran termasuk faktor non ekonomi lainnya.  Adapun hasil RCA produk alas kaki Indonesia terhadap China terlihat pada Tabel 3. RCA produk alas kaki Indonesia ke China cukup tinggi terutama setelah tahun 2002 sampai dengan 2010, yang berarti daya saing produk alas kaki Indonesia cukup baik. RCA tertinggi tercapai pada tahun 2007 dan 2008 yaitu sebesar 5,17 dan 6,17. Padahal tahun tersebut terjadi  krisis ekonomi global. Peningkatan RCA Indonesia ke China tidak diikuti RCA ke India. Justeru di tahun 2005 terjadi penurunan menjadi dibawah 1 atau sebesar 0,51 dan tahun 2010 menjadi 0,86. Hal ini juga diikuti penurunan RCA Indonesia ke Negara Asean 4 walaupun masih tetap diatas 1. Terakhir tahun 2010 masih 1,6, yang berarti daya saing produk alas kaki Indonesia ke Negara Asean 4 masih cukup baik.

Demikian juga beberapa strategi peningkatan daya saing produk alas kaki Indonesia terhadap China, yang antara lain:

  1. Kemudahan sistem birokrasi Dengan berlakunya ACFTA (Asean China Free Trade Agreement, sektor industri alas kaki Indonesia mengalami tren menurun, dengan kemudahan birokrasi yang antara lain dalam akses perbankan dan fasilitas investasi permesinan akan dapat meningkatkan produk alas kaki dalam negeri. - Percepatan pengembangan infrastruktur Peningkatan infrastruktur seperti sarana jalan, pelabuhan dan lain-lain sebaiknya segera dilakukan pemerintah guna mendukung kegiatan industri dalam negeri. Dengan dukungan dana APBN yang telah dianggarkan pemerintah bagi peningkatan daya saing sektor riil dan peningkatan infrastruktur yang menyebabkan biaya tinggi (high cost) dalam kegiatan distribusi bahan baku dan ekspor dapat ditekan sehingga biaya produksi dan harga jual menjadi kompetitif di pasar bebas. - Peningkatan kualitas tenaga kerja  Tenaga kerja merupakan faktor utama  dalam produksi. Motivasi dan budaya kerja khususnya pada sektor industri alas kaki mempengaruhi produktivitas dan kreativitas kerja. Namun, produktivitas tenaga kerja Indonesia masih tertinggal dengan tenaga kerja China. Oleh karena itu untuk meningkatkan keterampilan dan kualitas kerja tenaga kerja Indonesia perlu dilakukan pelatihan, dengan harapan dapat meningkatkan kualitas produk yang berstandar internasional sekaligus tercapainya efisiensi. - Peningkatan produksi dan inovasi Bila dibandingkan dengan  produk China, harga produk alas kaki Indonesia masih relatif lebih mahal dibanding produk China. Hal ini tentu saja disebabkan karena produk China lebih efisien. Oleh karenanya diperlukan peningkatan produksi, inovasi produk dan peningkatan kualitas produk guna meningkatkan daya saing produk alas kaki Indonesia terhadap China.
  2. Peningkatan strategi baik  dari sisi kualitas produk, harga, promosi. Sebagai akibat persaingan yang makin ketat diperlukan fokus terhadap produk, harga dan promosi produk alas kaki Indonesia.  Fokus produk alas kaki Indonesia hendaknya diproduksi dengan selalu meningkatkan kualitas, karena konsumen yang rasional sekarang ini akan  mempertimbangkan tidak hanya harga semata melainkan juga kualitas produknya.
  3. Peningkatan strategi
    Peningkatan strategi yang dimaksudkan adalah antara lain melalui penetrasi harga.  Produsen harus memiliki strategi teretentu dalam penetapan harga sehingga dapat bersaing dengan produk-produk sejenis. Salah satu tindakan efisiensi yang dapat dilakukan perusahaan adalah mengurangi bahan baku dan bahan penolong impor produk alas kaki, yang sekarang ini penggunaan bahan baku dan penolong untuk industri alas kaki Indonesia diperkirakan masih sebesar 60 sampai 70 persen masih impor. Selain itu perlu dilakukan promosi untuk meningkatkan volume penjualan dengan target konsumen/buyer baru. Disamping itu dilakukan segmentasi produk berdasarkan segmentasi pasar seperti berdasarkan merek internasional maupun lokal.
  4. Penciptaan produk alas kaki yang ramah lingkungan
    Industri yang ramah lingkungan saat ini merupakan faktor prasyarat agar produk bersaing di pasaran, karena beberapa negara tujuan menerapkan produk-produk yang mengedepankan produk ramah lingkungan. Upaya ini dilakukan karena untuk menghindari pemutusan kerjasama ekspor impor akibat limbah industri yang mencemari lingkungan.
  5. Mendorong mencintai produk dalam negeri
    Rasa cinta produk dalam negeri merupakan hal penting, termasuk untuk meningkatkan produk alas kaki di dalam negeri. Hal ini juga bermanfaat untuk mengalihkan permintaan alas kaki produk China yang terkenal relatif lebih murah walaupun kualitas rendah. Oleh karena itu diharapkan Pemerintah dan masyarakat menggiatkan kembali kecintaan akan produk dalam negeri. disamping itu produk dalam negeri dapat ditingkatkan kualitasnya dan meningkatkan efisiensi agar dapat bersaing dengan produk China yang membanjiri pasar domestik.

Daya saing Indonesia masih dibawah negara-negara tetangga di kawaan Asia Tenggara. Adapun faktor-faktor penyebabnya antara lain:

1. Infrastruktur (social overhead capital)

Dalam sebuah survey didapatkan bahwa kondisi jalan di Indonesia berada pada urutan ke 84 dunia, pelabuhan urutan ke 96, listrik urutan ke 97, sangat tertinggal kalau kita bandingkan lagi dengan negara asia tenggara yaitu Malaysia urutan ke 30, Thailand urutan ke 23 dan singapura berada pada urutan ke 5. 

Dengan kualitas yang demikian akan melemahkan dorongan untuk berusaha atau memperluas usaha dan juga dapat menghambat investor asing tidak tertarik melakukan investasi langsung. Mereka lebih tertarik berinvestasi dalam bentuk portofolio, seperti Surat Utang Negara (SUN). Sekarang ini, arus modal asing melalui pembelian SUN sebesar Rp 178,5 trilliun. Tetapi modal ini sulit dipergunakan membiayai sektor riil karena merupakan hot money, dan sebaliknya dapat menyebabkan bencana apabila sewaktu-waktu penanam modal menarik modalnya.

2. Birokrasi pemerintah

Birokrasi pemerintah sampai saat ini masih belum effisien. Pengurusan ijin-ijin usaha dan ijin lainya memerlukan waktu yang lama dan harus melalui mata rantai yang panjang dan masih disertai pungutan-pungutan yang tidak semestinya.

3. Kepastian hukum

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi semangat berusaha dan berkompetisi adalah kepastian hukum. Iklim usaha yang baik dan semangat bersaing yang fair hanya dapat dilakukan apabila negara menjamin tegaknya supremasi hukum (rule of law).

4. Korupsi

Untuk negara negara ASEAN, Indonesia masih termasuk negara terkorup. Korupsi di Indonesia sudah masuk pada semua tingkat birokrasi, dari tingkat paling atas sampai ke tingkat paling bawah.

5. Kualitas sumber daya manusia

Kualitas sumber daya manusia Indonesia masih rendah. Hal ini disebabkan antara lain karena tingkat pendidikan yang rendah.  Tingkat pendidikan tersebut akan berakibat pada rendahnya tingkat produktivitas yang rendah pula. Faktor lain yang menkadi penyebab adalah tingkat kesehatan, karena tingkat ekonomi yang rendah dan biaya pengobatan yang mahal.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Analisis%20Perdagangan%20Produk%20Alas%20Kaki%20Indonesia-%20China.pdf
http://fauzanandat.blogspot.co.id/2015/04/tingkat-daya-saing-perdagangan-luar.html
http://angkipermadi.blogspot.co.id/2015/04/tingkat-daya-saing-perdagangan-luar.html
https://aida08.wordpress.com/2015/09/19/perkembangan-ekspor-dan-impor-indonesia-februari-2015/
http://www.kemenperin.go.id/statistik/peran.php?ekspor=1
http://www.neliti.com/perkembangan-ekspor-dan-impor-indonesia-april-2015-ekspor-april-2015-mencapai-us1308-miliar/
http://bem.feb.ugm.ac.id/perkembangan-ekspor-impor-di-indonesia/
http://www.ilmuekonomi.net/2015/11/pengertian-keunggulan-komparatif-keunggulan-absolut-perdagangan-internasional-beserta-teorinya-menurut-pata-ahli.html
http://www.ssbelajar.net/2012/03/teori-perdagangan-internasional.html
http://sitinurhasanahrahman.blogspot.co.id/2015/04/teori-perdagangan-internasional.html
http://pratamafahri.blogspot.co.id/2012/04/perkembangan-ekspor-impor-di-indonesia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar