INDUSTRIALISASI DI INDONESIA
KONSEP DAN TUJUAN INDUSTRIALISASI
Awal konsep industrialisasiè Revolusi industri
abad 18 di Inggris Penemuan metode baru dlm pemintalan dan penemuan kapas yang menciptakan
spesialisasi produksi dan peningkatan produktivitas factor produksi.
Industrialisasi adalah sistem produksi yang
muncul dari pengembangan yang mantap penelitian dan penggunaan pengetahuan
ilmiah. Ia dilandasi oleh pembagian tenaga kerja dan spesialisasi, menggunakan
alat-alat bantu mekanik, kimiawi, mesin, dan organisasi serta intelektual dalam
produksi.
Industrialisasi dalam arti sempit
menggambarkan penggunaan secara luas sumber-sumber tenaga non-hayati, dalam
rangka produksi barang atau jasa. Meskipun definisi ini terasa sangat membatasi
industrialisasi tidak hanya terdapat pada pabrik atau manufaktur, tapi juga
bisa meliputi pertanian karena pertanian tidak bisa lepas dari mekanisasi
(pemakaian sumber tenaga non-hayati) demikian pula halnya dengan transportasi
dan komunikasi.
Industrialisasi merupakan salah satu strategi
jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan
penduduk sedikit & kekayaan alam melimpah yang ingin mencapai pendapatan
yang tinggi tanpa industrialisasi.
Tujuan pembangunan industri nasional baik
jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasi permasalahan
dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan
secara nasional, yaitu:
(1) Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri.
(2) Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar
dalam negeri.
(3) Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi
perekonomian.
(4) Mendukung perkembangan sektor infrastruktur.
(5) Meningkatkan kemampuan teknologi.
(6) Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi
produk.
(7) Meningkatkan penyebaran industri.
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG INDUSTRIALISASI
Faktor-faktor pendorong industrialisasi
itu sendiri adalah:
- Kemampuan teknologi dan inovasi
- Laju pertumbuhan pendapatan nasional per-kapita
- Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri
- Besar pangsa pasar DN yang ditentukan tingkat pendapatan dan jumlah penduduk
- Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi
- Keberasaan SDA (sumber daya alam)
- Kebijakan atau strategi pemerintah
PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI
MANUFAKTUR NASIONAL
Perkembangan
industry manufaktur disetiap Negara juga dapat digunakan untuk melihat
perkembangan industry Negara itu secara nasional, sejak krisis
ekonomi dunia pada tahun 1998 dan perontokan perekonomian nasional, perkembangan
industry di Indonesiasecara nasional belum memperlihatkan perkembangan yang
memuaskan. bahkan perkembangan industry nasional, khususnya industry
manufaktur, lebih sering merosot perkembangannya dibandingkan dengan
grafik peningkatannya.
Sebuah hasil riset yang dilakukan pada
tahun 2006, oleh sebuah lembaga internasional terhadap prospek industry
manufaktur di berbagai Negara melihatkan hadil yang cukup memprihatinkan. dari 60 negara yang
menjadi obyek penelitian, posisi industry manufaktur Indonesia berada
diposisi terbawah bersama beberapa Negara asia seperti Vietnam, riset yang meneliti
aspek daya saing produk industry manufaktur Indonesia dipasar global, menempatkan pada
posisi terendah.
Perusahaan manufaktur merupakan penopang
utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri
manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan untuk melihat
perkembangan industri secara nasional di negara itu. Perkembangan ini dapat
dilihat baik dari aspek kualitas produk yang dihasilkannya maupun kinerja
industri secara keseluruhan.
Sejak krisis ekonomi dunia yang terjadi
tahun 1998 dan merontokkan berbagai sendiperekonomian nasional,
perkembangan industri di Indonesia secara nasional belum memperlihatkan
perkembangan yang menggembirakan. Bahkan perkembangan industri nasional,
khususnya industri manufaktur, lebih sering terlihat merosot ketimbang grafik
peningkatannya.
Sebuah hasil riset yang dilakukan pada
tahun 2006 oleh sebuah lembaga internasional terhadap prospek industri manufaktur di
berbagai negara memperlihatkan hasil yang cukup memprihatinkan. Dari 60 negara
yang menjadi obyek penelitian, posisi industri manufaktur Indonesia berada di
posisi terbawah bersama beberapa negara Asia, seperti Vietnam. Riset yang
meneliti aspek daya saing produk industri manufaktur Indonesia di pasar global,
menempatkannya pada posisi yang sangat rendah.
- Gejala Deindustrialisasi
Perkembangan industri manufaktur di
Indonesia juga dapat dilihat dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto
atau PDB. Bahkan pada akhir tahun 2005 dan awal tahun 2006, banyak
pengamat ekonomi yang mengkhawatirkan terjadinya de-industrialisasi
di Indonesia akibat pertumbuhan sektor industri manufaktur yang terus merosot.
Deindustrialisasi merupakan gejala menurunnya
sektor industri yang ditandai dengan merosotnya pertumbuhan industri manufaktur
yang berlangsung secara terus menerus. Melorotnya perkembangan sektor industri
manufaktur saat itu mirip dengan gejala yang terjadi menjelang ambruknya
rezim orde baru pada krisis global yang terjadi pada tahun 1998.
Selain menurunkan sumbangannya terhadap produk domestik bruto, merosotnya
pertumbuhan industri manufaktur juga menurunkan kemampuannya dalam penyerapan
tenaga kerja.
Data dari Biro
Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa pada triwulan pertama
tahun 2005, pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia sebenarnya masih cukup
tinggi, yaitu mencapai 7,1 persen. Namun memasuki triwulan kedua tahun 2005
perkembangannya terus merosot. Bahkan pada akhir tahun 2005, perkembangan
industri manufaktur kita hanya mencapai 2,9 persen. Kondisi ini semakin parah
setelah memasuki triwulan pertama tahun 2006 karena pertumbuhannya hanya
sebesar 2,0 persen.
- Problem Pengangguran
Sebagai sektor industri yang sangat
penting, perkembangan industri manufaktur memang sangat diandalkan. Penurunan
pertumbuhan sektor industri ini dapat menimbulkan efek domino yang sangat
meresahkan. Bukan saja akan menyebabkan PDB menurun namun yang lebih
mengkhawatirkan adalah terjadinya gelombang pengangguran baru.
Apalagi problem pengangguran yang ada saat ini saja masih belum mampu diatasi
dengan baik.
Kita mestinya bisa belajar banyak dari
pengalaman tragedi ekonomi tahun 1998. Selain menyangkut fondasi perekonomian
nasional yang mesti diperkuat, sejumlah ahli juga melihat perlunya membenahi
strategi pembangunan industri di Indonesia. Kalau perlu, pemerintah
bisa melakukan rancang ulang atau redesign menyangkut visi dan misi pembangunan
industri, dari sejak hulu hingga hilir. Paling tidak agar produk industri kita
mampu bersaing di pasar global.
Pengembangan
Industri Rakyat
Untuk
memberdayakan ekonomi rakyat, pemerintah dapat mengarahkan langkah strategis di
bidang perindustrian dengan mengembangkan industri-industri rakyat yang terkait
dengan industry besar. Industri-industri kecil dan menengah yang kuat menjadi
tulang punggung industry nasional. Dalam realisasinya, proses
industrialilasinya harus mengarah ke daerah pedesaan dengan memanfaatkan
potensi setempat yang umumnya agro industri. Di sinilah perlunya, penguasaan
teknologi tepat guna.
Namun dalam
proses ini harus dihindari penggusuran ekonomi rakyat dengan perluasan industry
berskala besar yang mengambil lahan-lahan subur, merusak lingkungan, menguras
sumber daya alam dan mendatangkan tenaga kerja dari luar. Hal-hal demikian
dapat menimbulkan luka dihati rakyat daerah yang bersangkutan.
Bangkitnya
konsep ekonomi kerakyatan memang menuntut ketersediaan teknologi tepat guna
yang sifatnya sederhana, handal, dan tidak capital intensif. Teknologi tepat
guna ini diharapkan mampu memberdayakan banyak usaha/industri kecil dan
menengah serta koperasi untuk ikut ambil bagian dalam proses ekonomi produktif.
Sebagai perbandingan, di RRC dan India, teknologi tepat guna secara ekstensif
digunakan untuk mengolah hasil-hasil pertanian. Di Indonesia juga membutuhkan
pemanfaatan serupa. Produk-produk agrobisnis; pertanian dan perkebunan diyakini
membutuhkan teknologi tepat guna agar dapat diproses oleh usaha/industry kecil
dan menengah.
Ada dua
manfaat sekaligus yang dapat dipetik dalam pengembangan teknologi tepat guna. Pertama, industri teknologi tepat guna
tumbuh, masyarakat menguasai seni membuat produk teknologi tepat guna. Budaya
teknologi, pada gilirannya, tumbuh dan melekat pada sebagian masyarakat. Ini
penting guna menjadi pijakan saat bangsa tersebut ingin melangkah menjadi
bangsa yang berteknologi canggih. Kedua,
kecakapan membuat teknologi tepat guna menghasilkan penguasaan proses produksi
selain produk yang unggul dikelasnya. Selain bisa memenuhi kebutuhan sendiri,
produk ini laku sebagai komoditas ekspor.
Pengembangan
teknologi tepat guna juga penting untuk meningkatkan produk usaha kecil dan
menengah yang bergerak di bidang industri rumah tangga (home industry).
Peningkatan produk juga akan menambah peningkatan keuntungan industri.
Selanjutnya hal ini akan membawa berkah bagi peningkatatan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan.
Gambaran
diatas menunjukkan betapa kebijakan teknologi seperti ini menghasilkan efek
yang multiguna, yakni menyebarluaskan tradisi teknologi yang terjangkau dari
segi biaya maupun kecakapan. Disamping itu, kebutuhan untuk menggerakkan
ekonomi rakyat pun mendapatkan infrastruktur penting dalam hal ini teknologi
yang kukuh.
Sector
industry diyakini sebagai sector yang dapat memimpin sector-sektor lain dalam
sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk-produk industrial selalu memiliki
“dasar tukar” (terms of trade) yang tinggi atau lebih menguntungkan serta
menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk-produk sector
lain. Hal ini disebabkan karena sector industry memiliki variasi produk yang
sangat beragam dan mampu memberikan manfaat marjinal yang tinggi kepada
pemakainya. Pelaku bisnis (produsen, penyalur, pedagang, dan investor) lebih
suka berkecimpung dalam bidang industry karena sector ini memberikan marjin
keuntungan yang lebih menarik. Beusaha dalam bidang industry dan berniaga
hasil-hasil industry juga lebih diminati karena proses produksi serta
penanganan produknya lebih bisa dikendalikan oleh manusia, tidak terlalu
bergantung pada alam semisal musim atau keadaan cuaca.
Industrialisasi
dianggap sebagai “obat mujarab” (panacea) untuk mengatasi masalah pembangunan
ekonomi di negara-negara berkembang. Hasil pembangunan paling nyata yang
dapat dilihat di negara-negara maju dan kemudian banyak dijadikan cermin pola
pembangunan oleh negara-negara berkembang adalah kadar keindustrian
perekonomian, yang dianggap merupakan sumber kekayaan, kekuatan, dan keadaan
seimbang negara-negara maju. Atas dasar itu. Tidaklah mengherankan jika
sebagian negara miskin beranggapan bahwa pengembangan sector industry merupakan
obat yang sangat ampuh untuk memperbaiki keadaan mereka.
Sedikit
sekali negara-negara berkembang yang menyadari bahwa usaha untuk memajukan dan
memperluas sector industry haruslah sejajar dengan pembangunan dan pengembangan
sector-sektor lain, terutama sector pertanian. Sector pertanian yang lebih maju
dibutuhkan oleh sector industry, baik sebagai penyedia masukan maupun sebagai
pasar bagi produk-produk industry setiap peningkatan daya beli petani akan
merupakan rangsangan bagi pembangunan sector industry pula. Jadi, kelancaran
program industrialisasi sebetulnya bergantung pula pada perbaikan-perbaikan di
sector-sektor lain, dan seberapa jauh perbaikan-perbaikan yang dilakukan mampu
mengarahkan dan bertindak sebagai pendorong bagi kemunculan industry-industri
baru. Dengan cara demikianlah kebijaksanaan yang ditempuh akan dapat mewujudkan
mekanisme saling dukung antarsektor. Dalam dialetika-sektoral
pertanian-industri, itu berarti bahwa harus tercipta suatu keadaan dengan mana
surplus tenaga kerja di sector pertanian dapat tertarik ke sector industry agar
sector pertanian menjadi lebih efisien, sehingga dapat menjadi pasar yang lebih
efektif bagi sector industri.
Pengelompokan pola pikir
industrialisasi secara keseluruhan telah tercakup dalam Pola Pengembangan
Indutri Nasional (PPIN) yang dibuat oleh Departemen Perindustrian (dalam
Siahaan, 1996). PPIN tersebut berintikan 6 butir kebijakan:
- Pengembangan industri yang diarahkan untuk pendalaman dan pemantapan struktur industri serta dikaitkan dengan sektor lainnya.
- Pengembangan indutri permesinan dan elektronika penghasil barang modal.
- Pengembangan industri kecil.
- Pembangunan ekspor komoditi industri.
- Pembangunan kemampuan penelitian, pengembangan dan rancang bangun khususnya perangkat lunak dan perekayasaan.
- Pembangunan kemampuan para wiraswasta dan tenaga kerja industri berupa manajemen, keahlian, kejujuran serta keterampilan.
Sektor industri manufaktur di banyak
Negara berkembang mengalami perkembangan sangat pesat dalam tiga decade
terakhir. Asia Timur dan Asia Tenggara dapat dikatakan sebagai kasus istimewa.
Lebih dari 25 tahun terakhir, dijuluki a miraculous economic karena kinerja
ekonominya sangat hebat. Dari 1970 hinga 1995, industri manufaktur merupakan
contributor utama. Untuk melihat sejauh mana perkembangan industry manufaktur
di Indonesia selama ini, perlu dilihat perbandingan kinerjanya dengan sector
yang sama di Negara-negara lain. Dalam kelompok ASEAN, misalnya kontribusi
output dari sector industry manufaktur terhadap pembentukan PDB di
Indonesia masih relative kecil, walaupun laju pertumbuhan output rata-ratanya
termasuk tinggi di Negara-negara ASEAN lainnya. Struktur ini menandakan
Indonesia belum merupakan Negara dengan tingkat industrialisasi yang tinggi
dibandingkan Malaysia dan Thailand.
PERMASALAHAN INDUSTRIALISASI
Kendala bagi
pertumbuhan industri di dalam negeri adalah ketergantungan terhadap bahan baku
serta komponen impor. Mesin-mesin produksi yang sudah tua juga menjadi hambatan
bagi peningkatan produktivitas dan efisiensi.
Permasalahan-permasalahan
tersebut telah menurunkan daya saing industri dalam negeri. Kementerian
Perindustrian telah mengidentifikasinya. Responsnya adalah dibuat Program
Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri.
Namun, fakta di
lapangan jauh dari harapan. Regulasi pemerintah pusat tak seiring dengan
regulasi pemerintah daerah. Bahkan, di antara kementerian teknis bukan
kebijakan sendiri-sendiri. Tahun 2010-2014, Kementerian Perindustrian
menargetkan pertumbuhan industri nonmigas 8,95 persen dan kontribusi industri
pengolahan terhadap produk domestik bruto 24,67 persen. Ditargetkan total
investasi 2010-2014 mencapai Rp 735,9 triliun.
Untuk mencapai
target itu, Kementerian Perindustrian membuat kerangka pembangunan industri
nasional. Kerangka itu yang akan menjadi acuan untuk membangkitkan industri
agar siap menghadapi perdagangan bebas dan ASEAN Economic Community.
Agar siap
menghadapi itu semua, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton
Supit, peningkatan daya saing menjadi kunci utama. Leadership, mulai dari
presiden hingga pejabat pemerintah lainnya, yang mau mengenakan produk dalam
negeri juga tidak boleh diabaikan.
Masalah dalam industri
manufaktur nasional:
1. Kelemahan struktural
- Basis ekspor & pasar masih sempitè walaupun Indonesia mempunyai banyak sumber daya alam & TK, tapi produk & pasarnya masih terkonsentrasi:
- Terbatas pada empat produk (kayu lapis, pakaian jadi, tekstil & alas kaki)
- Pasar tekstil & pakaian jadi terbatas pada beberapa negara: USA, Kanada, Turki & Norwegia, USA, Jepang & Singapura mengimpor 50% dari total ekspor tekstil pakaian jadi dari Indonesia.
- Produk penyumbang 80% dari ekspor manufaktur indonesia masih mudah terpengaruh oleh perubahan permintaan produk di pasar terbatas
- Banyak produk manufaktur terpilih padat karya mengalami penurunan harga muncul pesaing baru seperti cina & vietman
- Produk manufaktur tradisional menurun daya saingnya sbg akibat factor internal seperti tuntutan kenaikan upah
- Ketergantungan impor sangat tinggi1990, Indonesia menarik banyak PMA untuk industri berteknologi tinggi seperti kimia, elektronik, otomotif, dsb, tapi masih proses penggabungan, pengepakan dan assembling dengan hasil:
- Nilai impor bahan baku, komponen & input perantara masih tinggi diatas 45%
- Industri padat karya seperti tekstil, pakaian jadi & kulit bergantung kepada impor bahan baku, komponen & input perantara masih tinggi.
- PMA sector manufaktur masih bergantung kepada suplai bahan baku & komponen dari LN
- Peralihan teknologi (teknikal, manajemen, pemasaran, pengembangan organisasi dan keterkaitan eksternal) dari PMA masih terbatas
- Pengembangan produk dengan merek sendiri dan pembangunan jaringan pemasaran masih terbatas
- Tidak ada industri berteknologi menengah
- Kontribusi industri berteknologi menengah (logam, karet, plastik, semen) thd pembangunan sektor industri manufaktur menurun tahun 1985 -1997.
- Kontribusi produk padat modal (material dari plastik, karet, pupuk, kertas, besi & baja) thd ekspor menurun 1985 –1 997
- Produksi produk dg teknologi rendah berkembang pesat.
- Konsentrasi regional
- Industri menengah & besar terkonsentrasi di Jawa.
2. Kelemahan organisasi
- Industri kecil & menengah masih terbelakangèproduktivtas rendahèJumlah Tk masih banyak (padat Karya)
- Konsentrasi Pasar
- Kapasitas menyerap & mengembangkan teknologi masih lemah
- SDM yang lemah
Industri
manufaktur di LDCs lebih terbelakang dibandingkan di DCs, hal ini karena:
- Keterbatasan teknologi.
- Kualitas Sumber daya Manusia.
- Keterbatasan dana pemerintah (selalu difisit) dan sektor swasta.
- Kerja sama antara pemerintah, industri dan lembaga pendidikan & penelitian masih rendah.
- Strategi Pembangunan Sektor Industri
Indonesia adalah negara
yang besar dengan jumlah penduduk yang besar pula, hal ini bisa menjadi salah satu faktor
pertumbuhan industri di negara ini, tetapi
berbagai isu- isu yang berkembang sebagai salah satu dampak era globalisasi
sangat berpengaruh terhadap iklim industri di indonesia, kendala dan permasalahan yang terjadi itu
antara lain adalah sebagai berikut:
- Konsentrasi Industri Secara Geografis Industri Indonesia terkonsentrasi secara geografis ke Kabarin (Kawasan Barat Indonesia), yaitu Jawa dan Sumatra. Pembangunan industri dan aktivitas bisnis Indonesia selama lebih dari tiga dasawarsa terakhir cenderung bias ke pulau Jawa dan Sumatra. Industri manufaktur Indonesia cenderung terkonsentrasi secara spasial di Jawa sejak tahun 1970-an (Aziz, 1994, Hill, 1990). dengan kondisi ini, daerah-daerah lain seakan-akan menjadi daerah yang di anak tirikan, padahal di indonesia memiliki 5 pulau besar yang ke semuanya memiliki potensi untuk di jadikan sebagai kawasan industri. Tidak meratanya pembangunan industri di indonesia menyebabkan dampak sentralisasi yang juga akan menyebabkan kepadatan penduduk di suatu daerah.
- Tingginya impor di Indonesia Hampir semua industri Indonesia memiliki kandungan impor (import content) bahan baku dan bahan setengah jadi yang relatif tinggi. Import content industri padat modal lebih tinggi daripada industri padat karya. Tingginya kandungan impor bahan baku, bahan antara, dan komponen untuk seluruh industri, yang berkisar antara 28-30 persen antara tahun 1993-2002. Inilah yang barangkali menjelaskan mengapa melemahnya nilai rupiah terhadap dolar tidak langsung menyebabkan kenaikan ekspor secara signifikan. Relatif tingginya kandungan impor bahan baku dan penolong mencerminkan bahwa upaya peningkatan pendalaman industri masih perlu digalakkan. Dengan kata lain, industri pendukung dan terkait, khususnya industri komponen dan hulu, masih belum kokoh dalam menopang struktur industri Indonesia. Implikasinya, strategi substitusi impor untuk industri andalan Indonesia agaknya perlu diprioritaskan. Sebenarnya pihak pemerintah dalam hal ini sudah melakukan berbagai macam cara, di antaranya yaitu dengan melaksanakan program padat karya,ataupun berbagai program yang di lakukan oleh pemerintah,yaitu dinas koperasi dan UKM. berbagai macam cara ini tiada lain adalah untuk meningkatkan daya saing produk dalan negeri. semoga usaha yang di lakukan pihak pemerintah ini dapat di imbangi oleh pelaku-pelaku industry
- Dualisme IndustriDualisme industri Indonesia terus berlanjut: Industri kecil mendominasi dari sisi unit usaha (99%) dan penyerapan tenaga kerja (60%), namun menyumbang hanya 22% terhadap nilai tambah. Sebaliknya industri besar dan menengah, yang jumlah unit usahanya hanya kurang dari 1%, menyerap tenaga kerja 40% dan menyumbang nilai tambah 78%. Sementara itu, kontribusi UKM thd PDB sebesar 54-57%, sedang UB sekitar 42-46% selama tahun 2002-2005.
- Belum Membaiknya Iklim InvestasiIklim investasi di Indonesia masih memiliki banyak kendala. Selama 2003 hingga 2006, kendala terbesar bagi para pelaku bisnis adalah ketidakstabilan kondisi ekonomi makro dan ketidakpastian kebijakan ekonomi cenderung menurun. Artinya, pelaku bisnis melihat adanya perbaikan lingkungan makro dan kebijakan ekonomi. Namun, kendala lain yang cenderung memburuk adalah infrastruktur (transportasi dan listrik), tenaga kerja (regulasi ketenagakerjaan nasional maupun daerah, keterampilan dan pendidikan pekerja). Kendala yang cenderung membaik di mata pelaku bisnis adalah kebijakan perdagangan dan bea cukai, akses terhadap modal, keamanan, perizinan baik nasional maupun lokal, biaya modal, tarif dan administrasi pajak, konflik dan sistem hukum, dan korupsi pada skala lokal maupun nasional.
- Ekonomi Biaya TinggiBerbagai pungutan, baik resmi maupun liar, harus dibayar perusahaan kepada para petugas, pejabat, dan preman masih berlanjut. Berdasarkan survei di Batam, Jabotabek, Bandung-Cimahi, Jepara-Pati, Surabaya-Sidoarjo, Denpasar, Kuncoro et al. (2004) menunjukkan masih adanya uang pelicin (grease money) dalam bentuk pungli, upeti dan biaya ekstra yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dari sejak mencari bahan baku. memproses input menjadi output, maupun melakukan ekspor. Lebih dari separuh responden berpendapat bahwa pungli, perijinan oleh pemerintah pusat dan daerah, kenaikan tarif (BBM, listrik, dll.) merupakan kendala utama yang dihadapi para pengusaha, terutama yang berorientasi ekspor. Rata-rata persentase pungli terhadap biaya ekspor setahun adalah 7,5% yang setara dengan total Rp 3 trilyun atau sekitar $153 juta (Kuncoro, 2006). Lokasi yang dituding rawan terhadap pungli terutama jalan raya dan pelabuhan. Dengan dalih untuk meningkatkan pendapatan daerah (PAD), pemerintah daerah menerapkan beberapa pungutan, pajak, sumbangan sukarela dan pembatasan-pembatasan yang ditujukan kepada investor dan kegiatan bisnis. Usaha tersebut ternyata mengakibatkan distorsi perdagangan dan tidak sesuai dengan UU No. 34/2000.Situasi saat ini menyebabkan lebih banyak kekhawatiran, khususnya di kalangan investor domestik dan asing, Pemerintah Daerah bersikeras akan hak atas kepemilikan saham pelabuhan dan pajak dari perusahaan asing yang beroperasi di daerah mereka, khususnya perusahaan-perusahaan pertambangan. Fanatisme sektoral mulai bergeser menjadi fanatisme daerah yang overdosis. jika hal ini tidak di atasi dan bahkan membudaya, maka bukan tidak mungkin bahwa investor akan melirik negara lain untuk berinvestasi, seperti thailand dan filipina, bahkan malaysia.
STRATEGI PEMBANGUNAN SEKTOR
INDUSTRI
Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya
perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan dan cepatnya
terjadi perubahan lingkungan usaha. Produk-produk hasil manufaktur di dalam
negeri saat ini begitu keluar dari pabrik langsung berkompetisi dengan produk
luar, dunia usaha pun harus menerima kenyataan bahwa pesatnya perkembangan
teknologi telah mengakibatkan cepat usangnya fasilitas produksi, semakin
singkatnya masa edar produk, serta semakin rendahnya margin keuntungan. Dalam
melaksanakan proses pembangunan industri, keadaan tersebut merupakan kenyataan
yang harus dihadapi serta harus menjadi pertimbangan yang menentukan dalam
setiap kebijakan yang akan dikeluarkan, sekaligus merupakan paradigma baru yang
harus dihadapi oleh negara manapun dalam melaksanakan proses industrialisasi
negaranya.
Atas
dasar pemikiran tersebut kebijakan dalam pembangunan industri Indonesia harus
dapat menjawab tantangan globalisasi ekonomi dunia dan mampu mengantisipasi
perkembangan perubahan lingkungan yang cepat. Persaingan internasional
merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara, sehingga fokus strategi
pembangunan industri pada masa depan adalah membangun daya saing sektor
industri yang berkelanjutan di pasar domestik.
Dalam
situasi yang seperti itu, maka untuk mempercepat proses industrialisasi,
menjawab tantangan dari dampak negatif gerakan globalisasi dan liberalisasi
ekonomi dunia, serta mengantisipasi perkembangan di masa yang akan datang,
pembangunan industri nasional memerlukan arahan dan kebijakan yang jelas.
Kebijakan yang mampu menjawab pertanyaan, kemana dan seperti apa bangun
industri Indonesia dalam jangka menengah, maupun jangka panjang.
Untuk menjawab dan mengantisipasi berbagai masalah, issue,
serta tantangan di atas, Departemen Perindustrian telah menyusun Kebijakan
Pembangunan Industri Nasional yang telah disepakati oleh berbagai pihak
terkait, dimana pendekatan pembangunan industri dilakukan melalui Konsep
Klaster dalam konteks membangun daya saing industri yang berkelanjutan. Sesuai
dengan kriteria daya saing yang ditetapkan untuk kurun waktu jangka menengah
(2005-2009) telah dipilih pengembangan klaster industri inti termasuk
pengembangan industri terkait dan industri penunjang.
Strategi industrialisasi
1. Strategi
Subtitusi Impor
- Lebih menekankan pada pengembangan industry yang berorientasi pada pasar domestic
- Strategi subtitusi impor adalah industry domestic yang membuat barang menggantikan impor
- Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industry dalam negeri yang memproduksi barang pengganti impor Pertimbangan yang lajim digunakan dalam memilih strategi ini adalah:
- SDA dan factor produksi lain (terutama tenaga kerja) cukup tersedia
- Potensi permintaan dalam negeri memadai
- Pendorong perkembangan sector industry manufaktur dalam negeri
- Dengan perkembangan industry dalam negeri, kesempatan kerja lebih luas
- Dapat mengurangi ketergantungan impor
2. Penerapan
strategi subtitusi impor dan hasilnya di Indonesia
- Industry manufaktur nasional tidak berkembang baik selama orde baru
- Ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang dengan baik
- Kebijakan proteksi yang berlebihan selama orde baru menimbulkan high cost economy
- Teknologi yang digunakan oleh industry dalam negeri, sangat diproteksi
3. Strategi
Promosi Ekspor
- Lebih berorientasi ke pasar internasional dalam pengembangan usaha dalam negeri
- Tidak ada diskriminasi dalam pemberian insentif dan fasilitas kemudahan lainnya dari pemerintah
- Dilandasi pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai jika produk yang dibuat di dalam negeri dijual di pasar ekspor
- Strategi promosi ekspor mempromosikan fleksibilitas dalam pergeseran sumber daya ekonomi yang ada mengikuti perubahan pola keunggulan komparatif
4. Kebijakan industrialisasi
- Dirombaknya system devisa sehingga transaksi luar negeri lebih bebas dan sederhana
- Dikuranginya fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara dan kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sector swasta bersama-sama dengan BUMN.
Strategi
pembangunan sektor industri, dibagi menjadi dua yaitu: strategi pokok dan
strategi operasional.
1. Strategi Pokok
- Memperkuat keterkaitan pada semua tingkatan rantai nilai (value chain) dari industri termasuk kegiatan dari industri pendukung (supporting industries), industri terkait (related industries), industri penyedia infrastruktur, dan industri jasa penunjang lainnya. Keterkaitan ini dikembangkan sebagai upaya untuk membangun jaringan industri (networking) dan meningkatkan daya saing yang mendorong inovasi
- Meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai dengan membangun kompetensi inti
- Meningkatkan produktivitas, efisiensi dan jenis sumber daya yang digunakan dalam industri, dan memfokuskan pada penggunaan sumber-sumber daya terbarukan (green product)
- Pengembangan Industri Kecil dan Menengah melalui (a) skema pencadangan usaha serta bimbingan teknis dan manajemen serta pemberian fasilitas khusus agar dapat tumbuh secara ekspansif dan andal bersaing dibidangnya. (b) mendorong sinergi IKM dengan industri besar melalui pola kemitraan (aliansi), dan (c) membangun lingkungan usaha IKM yang menunjang.
- Pengembangan Lingkungan Bisnis yang nyaman dan kondusif
- Bekerjasama dengan instansi terkait untuk mengembangkan Prasarana dan Sarana fisik di daerah-daerah yang prospek industrinya potensial ditumbuhkan, antara lain jalan, jembatan, pelabuhan, jaringan tenaga listrik, bahan bakar, jasa angkutan, pergudangan, telekomunikasi, air bersih.
- Mendorong pengembangan SDM Industri, khususnya di bidang Teknik Produksi dan Manajemen Bisnis.
- Mendorong pengembangan usaha jasa prasarana & sarana bisnis penunjang industri, antara lain Kawasan Industri, Jasa R & D, Jasa Pengujian Mutu, Jasa Rekayasa/Rancang bangun dan Konstruksi, Jasa Inspeksi Teknis, Jasa Audit, Jasa Konsultansi Industri, Jasa Pemeliharaan & Perbaikan, Jasa Pengamanan/Security, Jasa Pengolahan/Pembuangan Limbah, Jasa Kalibrasi, dan sebagainya.
- Mengembangkan kebijakan sistem insentif yang efektif, edukatif, selektif, dan atraktif.
- Menyempurnakan instrumen hukum untuk pengaturan kehidupan industri yang kondusif, yang memenuhi kriteria:
- Lebih menjamin kepastian usaha/kepastian hukum, termasuk penegakan hukum yang konsisten
- Aturan-main berusaha yang jelas dan tidak menyulitkan
- Mengurangi sekecil mungkin intervensi pemerintah terhadap pasar
- Menghormati kebebasan usaha pelaku industri
- Kejelasan hak dan kewajiban pelaku industri
- Terjaminnya dan tidak terganggunya kepentingan publik, termasuk gangguan keselamatan, kesehatan, nilai budaya dan kelestarian lingkungan hidup.
- Sinkronisasi kebijakan sektor terkait, seperti kebijakan bidang Investasi dan sektor Perdagangan.
- Aparat Pembina yang bersih, profesional, dan pro-bisnis dalam membina dan memberikan pelayanan fasilitatif kepada dunia usaha, melalui ketentuan administratif yang sederhana/mudah, dapat mencegah kecurangan dan manipulasi yang merugikan negara dan masyarakat, dengan dampak beban yang tidak memberatkan pelaku industri (administrative compliance cost yang minimal).
- Fokus pengembangan industri dilakukan dengan mendorong pertumbuhan klaster industri prioritasPenentuan industri prioritas, dilakukan melalui analisis daya saing internasional serta pertimbangan besarnya potensi Indonesia yang dapat digunakan dalam rangka menumbuhkan industri. Dalam jangka panjang pengembangan industri diarahkan pada penguatan, pendalaman dan penumbuhan klaster pada kelompok industri : 1) Industri Agro; 2) Industri Alat Angkut; 3) Industri Telematika; 4) Basis Industri Manufaktur; dan 5) Industri Kecil dan Menengah Tertentu.
Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah, yang
pada gilirannya dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran.
Startegi
pelaksanaan industrialisasi:
1. Strategi substitusi impor (Inward Looking).
Bertujuan mengembangkan industri berorientasi domestic yang
dapat menggantikan produk impor. Negara yang
menggunakan strategi ini adalah Korea & Taiwan
Pertimbangan menggunakan strategi ini:
- Sumber daya alam & Faktor produksi cukuo tersedia
- Potensi permintaan dalam negeri memadai
- Sebagai pendorong perkembangan industri manufaktur dalam negeri
- Kesempatan kerja menjadi luas
- Pengurangan ketergantungan impor, shg defisit berkurang
2, Strategi promosi ekspor (outward Looking)
Beorientasi ke pasar internasional dalam
usaha pengembangan industri dalam negeri yang memiliki keunggulan
bersaing. Rekomendasi agar
strategi ini dapat berhasil:
- Pasar harus menciptakan sinyal harga yang benar yang merefleksikan kelangkaan barang ybs baik pasar input maupun output
- Tingkat proteksi impor harus rendah
- Nilai tukar harus realistis
- Ada insentif untuk peningkatan ekspor
Dalam melaksanakan industrialisasi, ada dua pilihan strategi
yakni, strategi substitusi impor (IS) atau strategi promosi ekspor (PE). Strategi IS sering disebut kebijakan
inward-looking, yakni strategi yang memfokuskan pada pengembangan
industri nasional yang berorientasi kepada pasar domestik. Sedangkan,
strategi PE sering disebut kebijakan outward-looking, yakni strategi
yang memfokuskan pada pengembangan industri nasional lebih berorientasi ke
pasar internasional. Strategi SI dilandasi oleh pemikiran bahwa laju
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industri di
dalam negeri yang memproduksi barang-barang pengganti M (substitusi M).
Sedangkan, strategi PE dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi
yang tinggi hanya bisa direalisasikan jika produk-produk yang dibuat di dalam
negeri dijual di pasar X.
1. Strategi SI
Hampir semua
LDCs memulai industrialisasi mereka dengan strategi SI, terutama di Amerika
Latin dan Asia Selatan, Timur dan Tenggara. Ada negara-negara yang
menerapkannya hanya pada awal industrialisasi mereka (jangka waktunya pendek),
dan setelah itu beralih ke strategi PE, seperti misalnya Korea Selatan dan
Taiwan, ada negara seperti Indonesia yang menerapkannya sepanjang proses
industrialisasinyam, walaupun sejak pertengahan 1980-an strategi tersebut
dikombi nasikan dengan strategi PE.
Beberapa
pertimbangan yang lazim digunakan dalam memilih strategi ini terutama adalah:
- SDA dan faktor produksi terutama L cukup tersedia di dalam negeri. Sehingga secara teoritis, biaya produksi yang intensitas penggunaan sumber-sumber ekonomi tersebut tinggi bisa rendah.
- Potensi permintaan di dalam negeri yang memadai.
- Untuk mendorong perkembangan industri manufaktur di dalam negeri.
- Dengan berkembangnya industri di dalam negeri, maka kesempatan kerja diharapkan terbuka lebih luas.
- Dapat mengurangi ketergantungan terhadap M, yang berarti juga mengurangi defisit saldo neraca perdagangan dan menghemat cadangan devisa.
Melihat pengalaman yang kurang
berhasil dengan strategi SI, badan-badan dunia seperti IMF dan Bank Dunia
menganjurkan agar LDCs menerapkan strategi PE. Sesuai teori klasik mengenai perdagangan internasional,
strategi berorientasi keluar ini melibatkan pembangunan industri manufaktur
sesuai keunggulan komparatif yang dimiliki negara bersangkutan.Strategi ini
mempromosikan fleksibilitas dalam pergeseran sumber daya ekonomi yang ada
memiliki perubahan pola keunggulan komparatif. Yang merupakan dasar strategi PE menghubungkan ekonomi
domestik dengan ekonomi dunia lewat promosi perdagangan.
Keberhasilan
strategi PE sering diilustrasikan dengan pengalaman dari negara-negara di Asia
Timur dan Tenggara seperti Korea selatan, Taiwan, Singapura dan Hong kong, juga
hingga tingkat lebih rendah, pengalaman dari negara-negara industri di Amerika
Latin seperti Brazil dan Argentina. Dari banyak studi mengenai keberhasilan
dari negara-negara tersebut, beberapa saran penting yang diberikan agar
penerapan strategi tersebut membawa hasil yang baik adalah bahwa:
- Pasar harus menciptakan signal harga yang benar, yang sepenuhnya merefleksikan kelangkaan dari barang yang bersangkutan, baik di pasar output maupun input.
- Tingkat proteksi dari M harus rendah.
- Nilai tukar mata uang harus realistis, sepenuhnya merefleksikan keterbatasan uang asing yang bersangkutan.
- Lebih penting lagi, harus ada insentif untuk meningkatkan X.
DAFTAR PUSTAKA
http://denandardede.blogspot.co.id/2015/05/perkembangan-sektor-industri-manufaktur.html
http://hervinaputri.blogspot.co.id/2011/03/industrialisasi.html
http://melipajrianti.blogspot.co.id/2015/04/konsep-dan-tujuan-industrialisasi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar