Senin, 04 April 2016

PDB, Pertumbuhan Ekonomi,Perubahan Struktur Ekonomi


Produk Domestik Bruto (PDB)

Dalam bidang ekonomi, produk domestik bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu. PDB merupakan salah satu metode untuk menghitung pendapatan nasional.

PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.

PDB Nominal merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan PDB riil (atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan) mengoreksi angka PDB nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga.

PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah:

PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + (ekspor - impor)

Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan impor melibatkan sektor luar negeri.

Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima faktor produksi

PDB = sewa + upah + bunga + laba

Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha.

Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktik menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan pendekatan pengeluaran.

Perbandingan antar-negara

PDB negara yang berbeda dapat dibandingkan dengan menukar nilainya dalam mata uang lokal menurut:

nilai tukar mata uang saat ini: PDB dihitung sesuai dengan nilai tukar yang sedang digunakan dalam pasar mata uang internasional, atau

nilai tukar keseimbangan kemampuan berbelanja: PDB dihitung sesuai keseimbangan kemampuan berbelanja (PPP) setiap mata uang relatif kepada standar yang telah ditentukan (biasanya dolar AS).

Peringkat relatif negara-negara dapat berbeda jauh antara satu metode dengan metode lainnya.

Perkembangan PDB Indonesia

Berikut ini daftar total PDB Indonesia dalam miliar USD:

Tahun
PDB
PDB per kapita
2015
n/a
n/a
2014
n/a
n/a
2013
US$868,35 miliar
US$3.475,25
2012
US$876,72 miliar
US$3.551,42
2011
US$845,93 miliar
US$3.469,75
2010
US$709,19 miliar
US$2.946,66
2009
US$539,58 miliar
US$2.272,04
2008
US$510,24 miliar
US$2.178,27
2007
US$432,22 miliar
US$1.871,29
2006
US$364,57 miliar
US$1.601.03
2005
US$285,87 miliar
US$1.273,47
2004
US$256,84 miliar
US$1.160,61
2003
US$232,77 miliar
US$1.076,22
2002
US$195,66 miliar
US$909,89
2001
US$160,45 miliar
US$756,93
2000
US$165,02 miliar
US$789,81
1999
US$140 miliar
US$679,79
1998
US$95,45 miliar
US$470,2
1997
US$215,75 miliar
US$1078,47
1996
US$227,37 miliar
US$1.153,59
1995
US$202,13 miliar
US$1.041,31
1994
US$176,89 miliar
US$925,72
1993
US$158,01 miliar
US$840,38
1992
US$139,12 miliar
US$752,32



KONSEP DAN DEFINISI PDB PENGELUARAN

  1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
    Pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT) merupakan pengeluaran atas barang dan jasa oleh rumah tangga untuk tujuan konsumsi. Dalam hal ini rumah tangga berfungsi sebagai pengguna akhir (final demand) dari berbagai jenis barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Rumah tangga didefinisikan sebagai individu atau kelompok individu yang tinggal bersama dalam suatu bangunan tempat tinggal. Mereka mengumpulkan pendapatan, memiliki harta dan kewajiban, serta mengkonsumsi barang dan jasa secara bersama-sama utamanya kelompok makanan dan perumahan (UN, 1993).
  2. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
    Pengeluaran Konsumsi Pemerintah adalah nilai seluruh jenis output pemerintah dikurangi nilai output untuk pembentukan modal sendiri dikurangi nilai penjualan barang/jasa (baik yang harganya signifikan dan tidak signifikan secara ekonomi) ditambah nilai barang/jasa yang dibeli dari produsen pasar untuk diberikan pada RT secara gratis atau dengan harga yang tidak signifikan secara ekonomi (social transfer in kind-purchased market production).
  3. Pembentukan Modal Tetap Bruto
    Secara garis besar PMTB didefinisikan sebagai pengeluaran unit produksi untuk menambah aset tetap dikurangi dengan pengurangan aset tetap bekas. Penambahan barang modal meliputi pengadaan, pembuatan, pembelian barang modal baru dari dalam negeri dan barang modal  baru maupun bekas dari luar negeri (termasuk perbaikan besar, transfer atau barter barang modal). Pengurangan barang modal meliputi penjualan barang modal (termasuk barang modal yang ditransfer atau barter kepada pihak lain).
    Disebut sebagai pembentukan modal tetap bruto karena menggambarkan penambahan serta pengurangan barang modal pada periode tertentu. Barang modal mempunyai usia pakai lebih dari satu tahun serta akan mengalami penyusutan. Istilah ”bruto” mengindikasikan bahwa di dalamnya masih mengandung unsur penyusutan. Penyusutan atau konsumsi barang modal (Consumption of Fixed Capital) menggambarkan penurunan nilai barang modal yang digunakan pada proses produksi secara normal selama satu periode.
  4. Inventori
    Inventori adalah persediaan yang dikuasai oleh unit yang menghasilkan untuk digunakan dalam proses lebih lanjut, dijual, atau diberikan pada pihak lain, atau digunakan dengan cara lain. Merupakan persediaan yang berasal dari pihak lain, yang akan digunakan sebagai input antara atau dijual kembali tanpa mengalami proses lebih lanjut.
  5. Ekspor – Impor
    Secara umum, konsep ekspor-impor luar negeri yang digunakan dalam penyusunan PDB/PDRB Penggunaan mengacu pada System of National Accounts (SNA) 1993. Dalam SNA 1993, transaksi ekspor-impor barang luar negeri dalam komponen PDRB Penggunaan Provinsi merupakan salah satu bentuk transaksi internasional antara pelaku ekonomi yang merupakan residen suatu wilayah Provinsi terhadap pelaku ekonomi luar negeri (non-resident). Transaksi ekspor barang didefinisikan sebagai transaksi perpindahan kepemilikan ekonomi (baik berupa penjualan, barter, hadiah ataupun hibah) atas barang dari residen suatu wilayah Provinsi terhadap pelaku ekonomi luar negeri (non-resident). Sebaliknya, impor barang didefinisikan sebagai transaksi perpindahan kepemilikan ekonomi (mencakup pembelian, barter, hadiah ataupun hibah) atas barang dari pelaku ekonomi luar negeri (non-resident) terhadap residen suatu wilayah Provinsi.

Menurut Pendekatan ProduksiPDB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) yaitu:

  1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
  2. Pertambangan dan Penggalian
  3. Industri Pengolahan
  4. Listrik, Gas dan Air Bersih
  5. Konstruksi
  6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
  7. Pengangkutan dan Komunikasi
  8. Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan
  9. Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah. Setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub sektor. 2.


PDB = C + I + G + (X-M) 

Keterangan: 

C : Konsumsi rumah tangga

I  : Investasi

G : Konsumsi pemerintah 

X : Ekspor

M : Impor 

Dari rumus tersebut, dapat dijelaskan bahwa apabila konsumsi bertambah makan akan berpengaruh pada PDB yang akan meningkat pula. Begitu juga dengan Investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor bersih apabila mengalami peningkatan maka jumlah PDB akan meningkat, hal ini dikarenakan komponen-komponen tersebut berada dalam satu fungsi linier. Oleh karena itu, setiap negara selalu berusaha untuk meningkatkan konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan nilai ekspor bersih. 

Secara kasar PDB dapat dijadikan ukuran kesejahteraan ekonomi suatu negara, akan tetapi ukuran ini tidak terlalu tepat. Mengapa dikatakan tidak tepat karena jika hanya melihat PDB, perhitungan tersebut masih mengabaikan faktor jumlah penduduk. 

Statistik Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB):


           Rata-rata
Pertumbuhan PDB
(%)
1998 – 1999
              - 6.65
2000 – 2004
                4.60
2005 – 2009
                5.62
2010 – 2014
                5.80




  2006
  2007
  2008
  2009
  2010
  2011
  2012
  2013
  2014
PDB
(dalam milyar USD)
 364.6
 332.2
 510.2
 539.6
 755.1
 893.0
 917.9
 910.5
 888.5
PDB
(perubahan % tahunan)
   5.5
   6.3
   6.0
   4.6
   6.2
   6.2
   6.0
   5.6
   5.0
PDB per Kapita
(dalam USD)
 1,590
 1,861
 2,168
 2,263
 3,125
 3,648
 3,701
 3,624
 3,492



Tampak dalam tabel di atas bahwa penurunan perekonomian global yang disebabkan oleh krisis finansial global di akhir 2000-an memiliki dampak yang relatif kecil pada perekonomian Indonesia dibandingkan dengan dampak yang dialami negara-negara lain. Pada tahun 2009, pertumbuhan PDB Indonesia turun menjadi 4,6%, yang berarti bahwa performa pertumbuhan PDB negara ini merupakan salah satu yang terbaik di seluruh dunia (dan memiliki peringkat tertinggi ketiga di antara negara-negara dengan perekonomian besar yang tergabung di dalam grup G-20).

Meskipun terjadi penurunan tajam harga-harga komoditi, turunnya pasar saham, yield obligasi domestik dan internasional yang lebih tinggi, dan melemahnya nilai tukar rupiah, perekonomian Indonesia masih dapat tumbuh dengan layak. Kesuksesan ini terutama disebabkan oleh pengaruh ekspor Indonesia yang relatif terbatas terhadap perekonomian nasional, terjaganya kepercayaan pasar yang tinggi, dan berlanjutnya konsumsi domestik yang subur. Konsumsi domestik di Indonesia (terutama konsumsi pribadi) berkontribusi untuk sekitar 55% dari total pertumbuhan ekonomi negara ini.

Pada tahun 2010, Bank Dunia melaporkan bahwa karena suburnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, setiap tahunnya sekitar 7 juta penduduk Indonesia masuk dalam kelas menengah negara ini. Di 2012, jumlah penduduk kelas menengah Indonesia mencapai sekitar 75 juta orang (dari total jumlah penduduk Indonesia sebesar 240 juta orang) dan perusahaan penelitian seperti Boston Consulting Group (BCG) dan McKinsey menyatakan bahwa kelompok kelas menengah ini akan bertambah kira-kira dua kali lipat pada tahun 2020-2030. Meskipun pertumbuhan penduduk kelas menengah telah berkurang karena perlambatan perekonomian negara ini yang terjadi setelah 2011, Indonesia memiliki kekuatan konsumen yang mendorong perekonomian dan telah secara signifikan memicu pertumbuhan investasi domestik dan asing sejak 2010.

Kendati begitu, setelah memuncak di 2011, pertumbuhan PDB Indonesia mulai melambat. Ada beberapa faktor yang menjelaskan perlambatan ekonomi ini:

  • Pertumbuhan Ekonomi Global yang Lambat: Fokus pada Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
    Setelah mengalami rebound dari resesi global yang besar (2007-2009), laju pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia menurun pada periode 2010-2014. Yang paling menyebabkan kekhawatiran adalah semakin menurunnya laju pertumbuhan perekonomian RRT. Negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini bertumbuh 7,3% pada basis year-on-year (y/y) di 2014, level terendah dalam 24 tahun terakhir. Menurunnya ekspansi perekonomian di RRT segera memberikan dampak pada Indonesia karena kedua negara adalah mitra dagang yang penting (RRT berkontribusi untuk hampir sepersepuluh dari total ekspor Indonesia). Diperkirakan bahwa untuk setiap penurunan 1% dari pertumbuhan PDB RRT, ekspansi perekonomian Indonesia akan berkurang 0,5%.
  • Menurunnya Harga-harga Komoditi
    Perlambatan ekonomi global baru-baru ini (dan terutama perlambatan ekonomi RRT) menyebabkan penurunan harga-harga komoditi ke level yang rendah selama bertahun-tahun. Sebagai negara eksportir komoditi yang besar (dan kekurangan industri hilir yang berkembang baik), performa ekspor Indonesia sangat terpengaruh saat harga komoditi (seperti batu bara dan minyak sawit mentah) rendah. Rendahnya harga komoditi-komoditi tidak hanya disebabkan oleh permintaan global yang lebih lemah namun juga karena kelebihan suplai. Pada masa boom komoditi di tahun 2000-an dan setelah resesi besar yang terjadi di akhir 2000-an (ketika institusi-institusi seperti Bank Dunia dan International Monetary Fund menerbitkan proyeksi pertumbuhan global yang terlalu optimis) banyak perusahaan memasuki sektor komoditi - atau perusahaan-perusahaan komoditi yang telah ada berinvestasi untuk meningkatkan kapasitas produksi - dan menyebabkan timbunan suplai sehingga menekan turun harga komoditi.
  • Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia yang Tinggi
    Tingkat suku bunga yang tinggi membatasi pertumbuhan kredit dan karenanya mengurangi pertumbuhan ekonomi. Sejak pertengahan tahun 2013, bank sentral Indonesia (Bank Indonesia) meningkatkan suku bunga acuannya (BI rate) dari level terendah dalam sejarah pada 5,75% kemudian secara bertahap, namun agresif, naik menjadi 7,75% di akhir 2014. Bank Indonesia mengetatkan kebijakan moneternya dalam rangka melawan inflasi yang tinggi (yang meningkat tajam setelah beberapa reformasi subsidi bahan bakar), mengurangi defisit transaksi berjalan yang lebar saat ini, dan mendukung rupiah yang telah dibebani oleh tekanan-tekanan berat karena pengetatan moneter di Amerika Serikat (karena itu, Bank Indonesia lebih memilih stabilitas finansial dibandingkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi). Capital outflows besar-besaran dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, terjadi di sebagian besar waktu di tahun 2013 karena ancaman penurunan program pembelian obligasi senilai 85 miliar dollar Amerika Serikat (AS) setiap bulannya (quantitative easing AS). Pada tahun 2015, capital outflows dari negara-negara berkembang muncul kembali karena dunia sedang bersiap-siap untuk suku bunga AS yang lebih tinggi.
  • Perpolitikan di Indonesia
    Tahun 2014 adalah ‘tahun politik’ untuk Indonesia karena negara ini mengorganisir pemilihan-pemilihan legislatif dan presiden. Pemilihan-pemilihan ini pada dasarnya adalah pertarungan antara Joko Widodo yang didukung PDI-P (calon favorit pasar karena berpola pikir pembaharuan) dan Prabowo Subianto yang didukung Gerindra (mantan jenderal angkatan bersenjata yang kontroversial dan juga mantan menantu Suharto). Meskipun pemilihan-pemilihan ini diprediksi akan memberikan kemenangan yang mudah untuk Widodo, hal ini ternyata berubah menjadi pertarungan sengit (dan bahkan membutuhkan keputusan Mahkamah Konstitusi untuk mengkonfirmasi hasil dari Pemilihan Presiden). Selama sekitar lima bulan, tahun 2014 dilanda oleh ketidakjelasan politik (karena pemilihan-pemilihan ini) dan mengakibatkan perlambatan realisasi investasi, dan karenanya mengurangi ekspansi perekonomian negara ini.

Pertumbuhan PDB Indonesia per Kuartal 2009–2015 (perubahan % tahunan):

Tahun
   Quarter I
   Quarter II
   Quarter III
   Quarter IV
 2015
       4.72
       4.67
        4.74
        5.04
 2014
       5.14
       5.03
        4.92
        5.01
 2013
       6.03
       5.81
        5.62
        5.72
 2012
       6.29
       6.36
        6.17
        6.11
 2011
       6.45
       6.52
        6.49
        6.50
 2010
       5.99
       6.29
        5.81
        6.81
 2009
       4.60 
       4.37
        4.31
        4.58



PDB per kapita Indonesia dan Distribusi Pendapatan yang Tidak Setara

PDB per kapita Indonesia telah naik tajam selama satu dekade terakhir (lihat tabel di atas) kendati hal ini telah melemah selama dua tahun terakhir karena perlambatan ekonomi. Meskipun begitu, bisa dipertanyakan apakah PDB per kapita adalah alat ukur yang layak untuk Indonesia karena penduduk Indonesia memiliki karakteristik ketidaksetaraan yang tinggi dalam distribusi pendapatan. Dengan kata lain, ada kesenjangan antara statistik dan kenyataan karena kekayaan 43.000 orang terkaya di Indonesia (yang mewakili hanya 0,02% dari total penduduk Indonesia) setara dengan 25% PDB Indonesia. Kekayaan 40 orang terkaya di Indonesia setara dengan 10,3% PDB (yang merupakan jumlah yang sama dengan kombinasi harta milik 60 juta orang termiskin di Indonesia). Angka-angka ini mengindikasikan konsentrasi kekayaan yang besar untuk kelompok elit yang kecil. Terlebih lagi, kesenjangan distribusi pendapatan ini diperkirakan akan meningkat di masa mendatang.

PDB per kapita Indonesia telah meningkat secara stabil pada tahun 2000-an dan setelahnya. Pada awalnya, Bank Dunia memproyeksikan Indonesia akan mencapai batasan 3.000 dolar AS pada tahun 2020 namun negara ini telah mencapai level ini satu dekade lebih awal. Mencapai level PDB per kapita sebesar 3.000 dolar AS dianggap sebagai langkah yang penting sebab hal ini seharusnya menyebabkan percepatan pengembangan di sejumlah sektor (seperti retail, otomotif, properti) karena permintaan konsumen yang meningkat, dan karenanya menjadi katalis pertumbuhan ekonomi.

Komposisi PDB Indonesia: Pertanian, Industri dan Jasa


    1965
    1980
    1996
    2010
     51%
     24%
     16%
     15%
     13%
     42%
     43%
     47%
 Jasa
     36%
     34%
     41%
     38%



PDB Indonesia dalam Perspektif Global

  
PDB per Kapita (USD)
Pertumbuhan PDB Riil (%)
 2011 
 2012
 2013
 2014
 2011
 2012
 2013
 2014
AS
49,781
51,457
52,980
54,630
  1.6
  2.3
  2.2
  2.4
Cina
 5,574
 6,265
 6,992
 7,594
  9.5
  7.8
  7.7
  7.4
Indonesia
 3,648
 3,701
 3,624
 3,492
  6.2
  6.0
  5.6
  5.0



Contoh sederhana perhitungan Produk Domestik Bruto:

Katakanlah Negara A hanya memproduksi, menjual, dan mengkonsumsi buah Apel dalam ekonominya. Tahun 2012, ada 1 milyar Apel terjual dalam ekonominya, dengan harga Rp500/apel. Maka GDP Negara A pada tahun 2012 itu adalah Rp500 milyar (harga x volume).

Nah, lalu di tahun 2013, Negara A dapat memproduksi 1.2 milyar buah Apel. Penduduk Negara A mengkonsumsi 1.1 milyar Apel dan sisa 100 juta Apel sisanya diekspor ke Negara B. Semua Apel dijual pada harga Rp600/apel. Maka berapa GDP Negara A?

Berarti GDP Negara A adalah Rp600 milyar, yang berasal dari 1.2 milyar buah Apel dikali dengan harganya Rp600/apel. Hasil pendapatan dari Ekspor juga termasuk dalam perhitungan GDP. Maka pertumbuhan GDP Negara A adalah 20% di tahun 2013 ke Rp600 milyar dari Rp500 milyar di 2012.

Semakin tinggi populasi penduduk suatu Negara, biasanya GDP Negara tersebut juga makin tingi, dibandingkan Negara dengan populasi sedikit. Maka agar adil, biasanya kita juga menggunakan GDP per kapita yang membagi nilai GDP dengan jumlah penduduknya. Contoh di Negara A di atas, misal pada tahun 2013 populasinya mencapai 5 juta orang. Maka GDP per kapita Negara A adalah Rp100,000.

Komponen dari Produk Domestik Bruto ini dibagi menjadi 4 golongan:

  1. Private Consumption atau Konsumsi Privat, menghitung konsumsi dari rumah tangga atau individu untuk jenis barang berikut:

  1. Durable goods, barang yang tidak cepat rusak, atau umurnya relatif panjang atau lebih dari 3 tahun, seperti: mobil, kulkas, elektronik, perlengkapan rumah, dan lain-lain. Namun, tidak termasuk pembelian rumah baru.
  2. Non-durable goods, adalah barang yang biasanya langsung dikonsumsi dan habis masa manfaatnya, seperti: makanan, minuman, rokok, baju, sepatu, dan lain-lain.
  3. Service, adalah konsumsi untuk jasa seperti ke dokter, jasa konsultan.

  1. Investment atau Investasi, menghitung pengeluaran untuk barang modal seperti: pembelian rumah, mesin baru, membangun pabrik baru, software atau program baru, dan jenis investasi lainnya.
  2. Government Spending atau Pengeluaran Pemerintah, menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh Pemerintah seperti: membayar gaji pegawai Pemerintah, pembelian alat atau senjata militer, pembangunan jalan atau proyek Pemerintah, dan lain-lain.
  3. Net Export atau Ekspor Bersih, yang menghitung selisih dari Total Ekspor dikurangi Total Impor.

Analisa Mekanisme (kinerja) Ekonomi Nasional berdasar PDB melalui 3 pendekatan yaitu:
1. Pendekatan Produksi
Pendekatan produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai tambah (value added) dari semua sektor produksi. Lalu, besarnya nilai produksi diperoleh dari mana?
Besarnya nilai produksi (angka-angka PDB) diperoleh dari:
nilai tambah (value added) dari berbagai jenis barang & jasa! yaitu sesuai dengan ISIC (International Standard Industrial Classification) sektor industri dapat diklasifikasikan menjadi 11 sektor industri, yang biasanya terbagi menjadi 3 kelompok besar:

  • Sektor Primer
  • Sektor Sekunder
  • Sektor Tersier

2. Pendekatan Pengeluaran/Pembelanjaan
Perhitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan permintaan akhir dari unit/komponen2 ekonomi, yaitu:
Konsumsi Rumah Tangga (RT)=C
Perusahaan, berupa investasi/pembentukan modal bruto =I Pengeluaran Pemerintah (konsumsi/belanja pemerintah) =G Expor – Impor =( X – M ) Dalam Keseimbangan Perekonomian Nasional, sering di formulasikan dalam persamaan sbb: PDB = C + I + G + ( X – M)
3. Pendekatan Pendapatan
diperoleh dengan cara menghitung jumlah balas jasa bruto (belum dipotong pajak) / hasil dari faktor produksi yang digunakan PDB = sewa + upah + bunga + laba
Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha.
Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktik menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan pendekatan pengeluaran.

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Cara Mengukur Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan cara membandingkan, misalnya untuk ukuran nasional, Gross National Product (GNP), tahun yang sedang berjalan dengan tahun sebelumnya.

Teori Pertumbuhan Ekonomi

  1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Historis
    Teori ini dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut:

  • Werner Sombart (1863-1947)
    Menurut Werner Sombart pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat dibagi menjadi tiga tingkatan:

-Masa perekonomian tertutup
Pada masa ini, semua kegiatan manusia hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Individu atau masyarakat bertindak sebagai produsen sekaligus konsumen sehingga tidak terjadi pertukaran barang atau jasa. Masa perekonomian ini memiliki ciri-ciri:

  1. Kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan sendiri
  2. Setiap individu sebagai produsen sekaligus sebagai konsumen
  3. Belum ada pertukaran barang dan jasa

-Masa kerajinan dan pertukangan
Pada masa ini, kebutuhan manusia semakin meningkat, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif akibat perkembangan peradaban. Peningkatan kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi sendiri sehingga diperlukan pembagian kerja yang sesuai dengan keahlian masing-masing. Pembagian kerja ini menimbulkan pertukaran barang dan jasa. Pertukaran barang dan jasa pada masa ini belum didasari oleh tujuan untuk mencari keuntungan, namun semata-mata untuk saling memenuhi kebutuhan. Masa kerajinan dan pertukangan memiliki beberapa ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Meningkatnya kebutuhan manusia
  2. Adanya pembagian tugas sesuai dengan keahlian
  3. Timbulnya pertukaran barang dan jasa
  4. Pertukaran belum didasari profit motif

-Masa kapitalis
Pada masa ini muncul kaum pemilik modal (kapitalis). Dalam menjalankan usahanya kaum kapitalis memerlukan para pekerja (kaum buruh). Produksi yang dilakukan oleh kaum kapitalis tidak lagi hanya sekedar memenuhi kebutuhannya, tetapi sudah bertujuan mencari laba.
Werner Sombart membagi masa kapitalis menjadi empat masa sebagai berikut:

1. Tingkat prakapitalis
Masa ini memiliki beberapa ciri, yaitu:

  1. Kehidupan masyarakat masih statis
  2. Bersifat kekeluargaan
  3. Bertumpu pada sektor pertanian
  4. Bekerja untuk memenuhi kebutuhan sendiri
  5. Hidup secara berkelompok

2. Tingkat kapitalis
Masa ini memiliki beberapa ciri, yaitu:

  1. Kehidupan masyarakat sudah dinamis
  2. Bersifat individual
  3. Adanya pembagian pekerjaan
  4. Terjadi pertukaran untuk mencari keuntungan

3. Tingkat kapitalisme raya
Masa ini memiliki beberapa ciri, yaitu:

  1. Usahanya semata-mata mencari keuntungan
  2. Munculnya kaum kapitalis yang memiliki alat produksi
  3. Produksi dilakukan secara masal dengan alat modern
  4. Perdagangan mengarah kepada ke persaingan monopoli
  5. Dalam masyarakat terdapat dua kelompok yaitu majikan dan buruh

4. Tingkat kapitalisme akhir
Masa ini memiliki beberapa ciri, yaitu:

  1. Munculnya aliran sosialisme
  2. Adanya campur tangan pemerintah dalam ekonomi
  3. Mengutamakan kepentingan bersama

  • Friedrich List (1789-1846)
    Menurut Friendrich List, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat dibagi menjadi empat tahap sebagai berikut:

-Masa berburu dan pengembaraan
-Masa beternak dan bertani
-Masa bertani dan kerajinan
-Masa kerajinan, industri, perdagangan

  • Karl Butcher (1847-1930)
    Menurut Karl Bucher, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat dibedakan menjadi empat tingkatan sebagai berikut:
-Masa rumah tangga tertututup
-Rumah tangga kota
-Rumah tangga bangsa
-Rumah tangga dunia

  • Walt Whiteman Rostow (1916-1979)
    W.W.Rostow mengungkapkan teori pertumbuhan ekonomi dalam bukunya yang bejudul The Stages of Economic Growth menyatakan bahwa pertumbuhan perekonomian dibagi menjadi 5 (lima) sebagai berikut:

-Masyarakat Tradisional (The Traditional Society)
Merupakan masyarakat yang mempunyai struktur perkembangan dalam fungsi-fungsi produksi yang terbatas, Belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi modern, terdapat suatu batas tingkat output per kapita yang dapat dicapai
-Masyarakat pra kondisi untuk periode lepas landas (the preconditions for take off)
Merupakan tingkat pertumbuhan ekonomi di mana masyarakat sedang berada dalam proses transisi, sudah mulai penerapan ilmu pengetahuan modern ke dalam fungsi-fungsi produksi baru, baik di bidang pertanian maupun di bidang industri.
-Periode Lepas Landas (The take off)
Merupakan interval waktu yang diperlukan untuk mendobrak penghalang-penghalang pada pertumbuhan yang berkelanjutan, kekuatan-kekuatan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi diperluas, tingkat investasi yang efektif dan tingkat produksi dapat meningkat, investasi efektif serta tabungan yang bersifat produktif meningkat atau lebih dari jumlah pendapatan nasional, industri-industri baru berkembang dengan cepat dan industri yang sudah ada mengalami ekspansi dengan cepat.
-Gerak Menuju Kedewasaan (Maturity)
Merupakan perkembangan terus menerus di mana perekonomian tumbuh secara teratur serta lapangan usaha bertambah luas dengan penerapan teknologi modern, investasi efektif serta tabungan meningkat dari 10 % hingga 20 % dari pendapatan nasional dan investasi ini berlangsung secara cepat, output dapat melampaui pertambahan jumlah penduduk, barang-barang yang dulunya diimpor kini sudah dapat dihasilkan sendiri, tingkat perekonomian menunjukkan kapasitas bergerak melampau kekuatan industri pada masa take off dengan penerapan teknologi modern.
-Tingkat Konsumsi Tinggi (high mass consumption)
Sektor-sektor industri merupakan sektor yang memimpin (leading sector) bergerak ke arah produksi barang-barang konsumsi tahan lama dan jasa-jasa, pendapatan riil per kapita selalu meningkat sehingga sebagian besar masyarakat mencapai tingkat konsumsi yang melampaui kebutuhan bahan pangan dasar, sandang, dan pangan, kesempatan kerja penuh sehingga pendapatan nasional tinggi, pendapatan nasional yang tinggi dapat memenuhi tingkat konsumsi tinggi

2. Teori Klasik dan Neo Klasik
Teori Klasik

  • Adam Smith
    Teori Adam Smith beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi sebenarnya bertumpu pada adanya pertambahan penduduk. Dengan adanya pertambahan penduduk maka akan terdapat pertambahan output atau hasil. Teori Adam Smith ini tertuang dalam bukunya yang berjudul An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations.
  • David Ricardo
    Ricardo berpendapat bahwa faktor pertumbuhan penduduk yang semakin besar sampai menjadi dua kali lipat pada suatu saat akan menyebabkan jumlah tenaga kerja melimpah. Kelebihan tenaga kerja akan mengakibatkan upah menjadi turun. Upah tersebut hanya dapat digunakan untuk membiayai taraf hidup minimum sehingga perekonomian akan mengalami kemandegan (statonary state). Teori David Ricardo ini dituangkan dalam bukunya yang berjudul The Principles of Political and Taxation.
Teori Neoklasik
  • Robert Solow
    Robert Solow berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan rangkaian kegiatan yang bersumber pada manusia, akumulasi modal, pemakaian teknologi modern dan hasil atau output. Adapun pertumbuhan penduduk dapat berdampak positif dan dapat berdampak negatif. Oleh karenanya, menurut Robert Solow pertambahan penduduk harus dimanfaatkan sebagai sumber daya yang positif.
  • Harrord Domar
    Teori ini beranggapan bahwa modal harus dipakai secara efektif, karena pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh peranan pembentukan modal tersebut. Teori ini juga membahas tentang pendapatan nasional dan kesempatan kerja

Faktor-faktor Pertumbuhan Ekonomi

  1. Faktor Sumber Daya Manusia
    Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauh mana sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pembangunan dengan membangun infrastruktur di daerah-daerah.
  2. Faktor Sumber Daya Alam
    Sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya. Namun, sumber daya alam saja tidak menjamin keberhasilan proses pembangunan ekonomi, apabila tidak didukung oleh kemampuan sumber daya manusianya dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang dimaksud di antaranya kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut.
  3. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.
  4. Faktor Budaya
    Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong pembangunan di antaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya. Adapun budaya yang dapat menghambat proses pembangunan di antaranya sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.
  5. Sumber Daya Modal
    Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia secara umum yaitu:

  1. Faktor produksi, yaitu harus mampu memanfaatkan tenaga kerja yang ada dan penggunaan bahan baku industri dalam negeri semaksimal mungkin
  2. Faktor investasi, yaitu dengan membuat kebijakan investasi yang tidak rumit dan berpihak pada pasar
  3. Faktor perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran, harus surplus sehingga mampu meningkatkan cadangan devisa dan menstabilkan nilai rupiah
  4. Faktor kebijakan moneter dan inflasi, yaitu kebijakan terhadap nilai tukar rupiah dan tingkat suku bunga ini juga harus di antisipatif dan diterima pasar
  5. Faktor keuangan negara, yaitu berupa kebijakan fiskal yang konstruktif dan mampu membiayai pengeluaran pemerintah

Kebanyakan negara berkembang menghadapi banyak masalah dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi. Hambatan-hambatan terpenting yang dialami adalah

  1. Kegiatan sektor pertanian masih tetap tradisional dan produktivitasnya sangat rendah
  2. Kebanyakan negara masih menghadapi masalah kekurangan dana modal dan barang modal (peralatan produksi) yang modern
  3. Tenaga terampil, terdidik dan keahlian keusahawanan penawarannya masih jauh di bawah jumlah yang diperlukan
  4. Perkembangan penduduk sangatlah pesat
  5. Berbagai masalah institusi, sosial, kebudayaan dan politik yang sering dihadapi.

Beberapa teori telah dikemukakan yang merangkan mengenai hubungan di antara berbagai faktor produksi dengan pertumbuhan ekonomi. Pandangan teori tersebut adalah:

  1. Teori klasik: menekankan tentang pentingnya faktor-faktor produksi dalam menaikkan pendapatan nasional dan mewujudkan pertumbuhan. Akan tetapi yang terutama diperhatikan ahli ekonomi klasik adalah peranan tenaga kerja. Menurut mereka tenaga kerja yang berlebihan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
  2. Teori Schumpeteer: menekankan tentang peranan usahawan yang akan melakukan inovasi dan investasi untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi.
  3. Teori Harrod-Domar: menekankan peranan investasi sebagai faktor yang menimbulkan pertambahan pengeluaran agregat. Teori ini pada dasarnya menekankan peranan segi permintaan dalam mewujudkan pertumbuhan.
  4. Teori neo klasik: melalu kajian empirikal teori ini menunjukkan bahwa perkembangan teknologi dan peningkatan kemahiran masyarakat merupakan faktor yang terpenting dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi

Kebijakan mempercepat pertumbuhan ekonomi yang dilakukan pemerintah adalah:

  1. Kebijakan diversivikasi kegiatan ekonomi, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memodernkan kegiatan ekonomi yang ada. Sedangkan langkah penting yang harus dilakukan adalah mengembangkan kegiatan ekonomi yang baru yang dapat mempercepat informasi kegiatan ekonomi yang bersifat tradisional kepada kegiatan ekonomi yang modern.
  2. Mengembangkan infrastruktur, modernisasi pertumbuhan ekonomi memerlukan infrastruktur yang modern pula. Berbagai kegiatan ekonomi memerlukan infrastruktur yang berkembang, seperti jalan, jembatan, lapangan terbang, pelabuhan, kawasan perindustrian, irigasi dan penyediaan air, listrik dan jaringan telepon.
  3. Meningkatkan tabungan dan investasi, pendapatan masyarakat yang rendah menyebabkan tabungan masyarakat rendah. Sedangkan pembangunan memerlukan tabungan yang besar untuk membiayai investasi yang dilakukan. Kekurangan investasi selalu dinyatakan sebagai salah satu sumber yang dapat menghambat pembangunan ekonomi. Oleh sebab itu syarat penting yang perlu dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi adalah meningkatkan tabungan masyarakat
  4. Meningkatkan taraf pendidikan masyarakat, dari segi pandangan individu maupun dari segi secara keseluruhan, pendidikan merupakan satu investasi yang sangat berguna dalam pembangunan ekonomi. Individu yang memperoleh pendidikan tinggi cenderung akan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, jadi semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi pula pendapatan yang diperoleh
  5. Merumuskan dan melaksanakan perencanaan ekonomi, kebijakan pemerintah yang konvensional yaitu kebijakan fiskal dan moneter tidak dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Untuk mengatasinya pada tahap mula dari pembangunan ekonomi perencanaan pembangunan perlu dilakukan. Melalui perencanaan pembangunan dapat pula ditentukan sejauh mana investasi swasta dan pemerintah perku dilakukan untuk mencapai suatu tujuan pertumbuhan yang telah ditentukan

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Selama Orde Baru Hingga Saat Ini

Kondisi Ekonomi Indonesia pada Masa Orde baru (1966-1998)

Pemerintahan Orde Baru  menyadari sepenuhnya bahwa akibat konflik yang berkepanjangan penderitaan rakyat telah mencapai titik yang tertinggi. Kesejahteraan rakyat telah menjadi korban dan ambisi para petualang politik. Atas dasar kesadaran tersebut, maka pada awal Orde Baru Stabilisasi Ekonomi menjadi prioritas utama.

Stabilisasi Ekonomi

Pada permulaan Orde Baru, program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha pengendalian tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara, dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pelaksanaan pembangunan Orde Baru bertumpu kepada program yang dikenal dengan sebutan “ Trilogi Pembangunan” yaitu sebagai berikut:

  1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
  3. Stabilitas yang sehat dan dinamis.

Pelaksanaan Pola Umum Pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) dilakukan Orde Baru secara periodik 5 tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan Lima Tahun).

  • Pelita I (1969-1974), sasaran yang hendak dicapai adalah tersedianya pangan, sandang, papan, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelita 1 menekankan pembangunan di bidang pertanian.
  • Pelita II (1974-1979), sasaran yang hendak dicapai adalah tersedianya pangan, sandang, papan, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rakyat.
  • Pelita III (1979-1984), sasaran yang hendak dicapai adalah Trilogi Pembangunan.
  • Pelita IV (1984-1989), sasaran yang hendak dicapai adalah di bidang pertanian tercapainya swasembada pangan.
  • Pelita V (1989-1994), sasaran yang hendak dicapai adalah upaya peningkatan semua segi kehidupan bangsa.
  • Pelita VI (1994-1998), Pemerintah menitikberatkan pembangunan ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian, serta pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia sebagai pendukungnya.

Pengalaman pahit pemerintahan Orla menyebabkan pemerintahan Orba tidak memilih sistem ekonomi Kapitalis-Liberal maupun Etatisme. Keberhasilan pengelolaan ekonomi Orba tidak bertahan lama. Tetapi ini bukan karena sistem ekonomi yang dipilihnya. Menurut Prof. Dr. Emil Salim (1979) seorang tenokrat ekonomi saat itu dalam sebuah wawancara di Majalah Tempo (Juni 2000), penyebab kerusakan pengelolaan perekonomian Indonesia selama sepuluh tahun terakhir adalah maraknya Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN), khususnya antara, pengusaha dan penguasa (pejabat pemerintahan-negara). KKN ini membawa dampak buruk bagi perekonomian Indonesia. Pada tanggal 21 Mei 1998 presiden Soeharto, yang baru sekitar 70 hari terpilih menjadi presiden RI 1998-2003, mengundurkan diri dari jabatannya. Saat itulah dianggap merupakan akhir periode pemerintahan Orba.

          Di awal orde baru, ketika Soeharto menjabat menjadi presiden RI saat ini kondisi perekonomian di Indonesia sangat buruk, tingkat inflasi yang terjadi pada negara kita mencapai 650 % per tahun. Presiden Soeharto saat itu menambahkan langkah yang telah di lakukan sebelumnya oleh Soekarno. dan ternyata Soeharto berhasil menekan inflasi dari 650 % menjadi di bawah 15% dalam waktu kurang dari dua tahun. untuk menekan inflasi yang begitu tinggi, Soeharto  melakukan hal yang jauh berbeda dengan presiden sebelumnya, beliau membuat anggaran, menerbitkan sektor perbankan, mengembalikan sektor ekonomi dan merangkul negara-negara barat untuk menarik modal.

          Di samping itu Soeharto pada tahun 1970-an juga menggenjot penambangan minyak dan pertambangan. Sehingga pendapatan negara dari migas meningkat, dari 0,6 % miliar pada tahun 1973 dan sekarang mencapai 10,6% miliar pada tahun 1980. Puncaknya kebijakan tersebut adalah ketika penghasilan dari migas sama dengan 80% hasil ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia bisa maju dalam pembangunan di bawah pemerintahan orde baru.

Ketika orde baru mulai dengan pemerintahannya di tahun 1966, ekonomi Indonesia dalam keadaan porak poranda. Antara tahun 1962 sampai 1966, pertumbuhan PDB hanya 2 % per tahun, yang lebih kecil daripada pertumbuhan penduduk, sehingga pendapatan nasional per kapita menurun. Investasi dalam % dari PDB, yang sangat strategis artinya bagi pertumbuhan ekonomi menurun. Infrastruktur dalam bidang transportasi, komunikasi, irigasi dan kelistrikan memburuk. Anggaran negara yang selalu defisit, ditambah dengan defisit dalam neraca pembayaran menyebabkan menyusutnya cadangan devisa. Di tahun 1962 defisit anggaran negara 63 %, yang meningkat menjadi 127 % di tahun 1966. Defisit ganda dari anggaran negara dan neraca pembayaran juga mengakibatkan hiperinflasi. Di tahun 1966, inflasinya mencapai 635 %.

Pemerintah yang tidak cukup mempunyai cadangan devisa melakukan penjatahan dalam penjualan devisa, sehingga timbul pasar gelap untuk valuta asing dengan perbandingan harga antara pasar gelap dan kurs resmi dengan 2 sampai 3 kali lipat. Perbedaan ini terus meningkat sampai pernah mencapai 10 kali lipat.

Dalam keadaan yang demikian, dengan sendirinya orang tidak mau memegang rupiah. Rupiah segera dijadikan barang yang harganya setiap hari meningkat. Maka dunia perbankan tidak berfungsi, karena tidak ada orang yang menyimpan uang di bank. Pelarian modal ke luar negeri dan spekulasi adalah kegiatan sehari-hari dari para anggota masyarakat kita.

Dengan kondisi perekonomian yang porak-poranda seperti tergambarkan di atas, pemerintah tidak dapat langsung menyusun paket pertumbuhan ekonomi sebelum konsolidasi dan rehabilitasi. Yang pertama-tama ditanggulangi adalah penekanan inflasi. Caranya dengan menyeimbangkan anggaran negara. Uang beredar diturunkan melalui pemberian bunga yang sangat tinggi untuk deposito berjangka
pada bank-bank milik negara, yaitu 60 % setahun. Asal usul deposito tidak dapat disusut. Deposito dan tabungan di bank-bank BUMN yang di tahun 1962 hanya Rp. 5,- milyar, meningkat menjadi Rp. 34,- milyar di tahun 1969, dan meningkat terus menjadi Rp. 122,- milyar di tahun 1972. Sekarang, atau untuk tahun 1996, jumlah tabungan dan deposito dalam perbankan keseluruhan, baik BUMN maupun bank-bank swasta lainnya mencapai angka 172,7 triliun.

Setelah tahap konsolidasi dilampaui, pemerintah mulai dengan program meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Dari pihak pemerintah, pemompaan daya beli pada masyarakat dilakukan melalui pembangunan infrastruktur secara besar-besaran. Investasi dari sektor swasta, baik yang domestik maupun asing dipacu dengan berbagai insentif seperti yang tertuang di dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-undang nomor 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Pemerintah orde baru dapat melakukan pembangunan ekonomi dengan stabilitas politik yang kokoh. Stabilitas politik diserahkan kepada ABRI, yang memberlakukan security approach, sedangkan pembangunan ekonomi diserahkan kepada para profesional, yang kebanyakan bukan politisi. Dengan bantuan dari lembaga-lembaga internasional, baik dalam nasihat maupun dukungan dana, pembangunan selama orde baru telah membuahkan hasil yang gemilang.

Pertumbuhan ekonomi antara tahun 1970 sampai tahun 1996 berfluktuasi antara yang paling rendah 2,25 % di tahun 1982, 2,26 % di tahun 1985 dan 3,21 % di tahun 1986. Pertumbuhan pernah mencapai 14,6 % di tahun 1987 yang merupakan perkecualian. Pada umumnya pertumbuhan berfluktuasi antara 6 sampai 8 %. Pertumbuhan rata-rata dari 1969 sampai 1997 adalah 6,9 %. Ini adalah sebuah prestasi yang mengagumkan banyak negara-negara maju dan lembaga-lembaga internasional. Dengan pertumbuhan penduduk yang rata-rata 2 % setahun, pertumbuhan pendapatan nasional per kapita mengalami kemajuan dari $ 76,- di tahun 1971 menjadi $ 1.136 di tahun 1996.

Di tahun 1968 sumbangan sektor pertanian terhadap pembentukan PDB adalah 51 %, sedangkan sumbangan industri manufaktur hanya 8,5 %. Dengan produksi pertanian yang tidak menyusut, sumbangan sektor industri manufaktur terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto di tahun 1996 sudah meninggalkan sektor pertanian, karena sudah merupakan 25,5 %, sedangkan sumbangan sektor pertanian 16,5 %. Ini berarti bahwa perekonomian telah mengalami modernisasi dan transformasi dari berat pertanian pada berat industrialisasi, tanpa pertaniannya menjadi lemah. Target pemerintah meningkatkan industrialisasi berdasarkan atas pertanian yang kuat telah menunjukkan hasil yang menggembirakan.

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia ini mencapai 6% tahun ini, menurut BI ( bank Indonesia), ekonomi Indonesia mencapai 5,5-6% pada tahun ini meningkat menjadi 6-6,5% pada tahun 2011dengan demikian prospek ekonomi Indonesia semakin bagus.

perbaikan ekonomi Indonesia bersumber dari sisi eksternal sejalan dengan pemulihan ekonomi global pada saat ini, seperti ekspor yang mencatat pertunjukan yang sangat positif, dan lebih baik lagi berbarengan dengan impor yang akan lebih baik lagi dan berdampak bagus di dalam maupun di luar negeri. selain didukung perkembangan ekonomi global dan domestik yang membaik menurut BI (bank Indonesia) ekonomi tahun depan juga disongkoh konsumsi rumah tangga yang kuat, peningkatan sektor eksternal, dan peningkatan investasi, kata Gubernur BI Darma Nasution di Jakarta.

Melihat kondisi pembangunan ekonomi Indonesia selama pemerintahan orde baru (sebelum krisis ekonomi 1997)dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami suatu proses pembangunan ekonomi yang spektakuler, paling tidak pada tingkat makro (agregat). Keberhasilan ini dapat diukur dengan sejumlah indikator ekonomi makro. Yang umum digunakan adalah tingkat PN per kapita dan laju pertumbuhan PDB per tahun. Pada tahun 1968 PN per kapita masih sangat rendah, hanya sekitar US$60.

Namun, sejak pelita 1 dimulai PN Indonesia per kapita mengalami peningkatan relatif tinggi setiap tahun dan pada akhir dekade 1980-an telah mendekati US$500. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan PDB rata-rata per tahun juga tinggi 7%-8% selama 1970-an dan turun ke 3%-4% per tahun selama 1980-an. Selama 70-an dan 80-an, proses yang cukup serius, yang terutama disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, seperti merosotnya harga minyak mentah di pasar internasional menjelang pertengahan 1980-an dan resensi ekonomi dunia pada dekade yang sama. Karena Indonesia sejak pemerintahan orde baru menganut sistem ekonomi terbuka, 18 goncangan-goncangan eksternal seperti itu sangat terasa sangat dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi.

Selain faktor harga, ekspor Indonesia, baik komoditas primer maupun barang-barang industri maju, seperti jepang, as, dan eropa barat yang merupakan pasar penting ekspor Indonesia. Dampak negatif dari resensi ekonomi dunia tahun 1982 terhadap perekonomian Indonesia terutama terasa dalam laju pertumbuhan ekonomi selama 1982- 1988 jauh lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Karena pengalaman menujukan bahwa biasanya resensi ekonomi dunia lebih mengakibatkan permintaan dunia berkurang terhadap bahan-bahan baku ( yang sebagian besar di ekspor oleh NSB) daripada permintaan terhadap barang-barang konsumsi, seperti alat-alat rumah tangga dari elektronik dan mobil (yang pada umumnya adalah ekspor Negara-negara maju).

Pada saat krisis ekonomi mencapai klimaksnya, yakni tahun 1998, laju pertumbuhan PDB jatuh drastis hingga 13,1%. Namun, pada tahun 1999 kembali positif walaupun kecil sekitar 0,8% dan tahun 2000ekonomi Indonesia sampai mengalami laju pertumbuhan yang tinggi hampir mencapai 5%. Namun, tahun 2001 laju pertumbuhan ekonomi kembali merosot hingga 3.8% akibat gejolak politik yang sempat memanas kembali dan pada tahun 2007 laju pertumbuhan tercatat sedikit di atas 6%.

Antara tahun 1990 hingga setahun menjelang krisis ekonomi, ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata per tahun di atas 8%. Kemajuan yang dicapai oleh cina dan india memang sangat menakjubkan. Pada awal dekade 90-an, pertumbuhan ekonomi di kedua Negara besar tersebut masing-masing tercatat hanya 3,8% dan 5,3%. Namun, pada pertengahan dekade 90-an, pertumbuhan kedua Negara itu sudah menyamai bahkan melewati persentase Indonesia. Dari sejumlah Negara ASEAN yang juga dihantam oleh krisis 1997/98, Indonesia memang paling parah dengan pertumbuhan negatif hingga 13,1%,disusul kemudian oleh Thailand dengan -10,5%dan Malaysia-7,4%. Namun, yang menakjubkan dari kedua Negara tersebut setahun setelah itu ekonomi mereka mengalami pulih lebih cepat dibandingkan ekonomi Indonesia yang hanya 0,8%.

Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin membaik setelah 1998 tercerminkan pada peningkatan PDB per kapita atas dasar harga berlaku tercatat sekitar 4,8 juta rupiah. Tahun 1999 naik menjadi 5,4 juta rupiah dan berlangsung sehingga mencapai sekitar 10,6 juta rupiah tahun 2004, per kapita Indonesia pada tahun 2006 mencapai 1420 dolar AS, di atas india, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan china.

Tahun 1998, sebagai akibat dari krisis ekonomi, semua komponen pengeluaran mengalami penurunan, terkecuali X, yang maengakibatkan kontraksi AD sekitar 13%. Sedangkan perkembangan X bias bertahan positif selama masa krisis terutama, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Komponen AD yang paling besar penurunannya selama 1998 adalah pembentukan modal bruto (investasi) yang merosot sekitar 33,01% dibandingkan kontraksi dari pengeluara konsumsi swasta (rumah tangga) sebesar 6,40% dan pengeluaran pemerintah sekitar 15,37%.besarnya penurunan investasi tersebut juga kelihatan jelas dari penurunan persentasenya terhadap PDB pada tahun 2000 pertumbuhan investasi (tidak termasuk perubahan stok) sempat mencapai hampir 18%, namun setelah itu merosot terus hingga negatif pada tahun 2002.

Pada awalnya, salah satu faktor penting yang menyebabkan merosotnya kegiatan investasi di dalam negeri selama masa krisis, seperti juga dinegara-negara asia lain yang terkena krisis (korea selatan dan Thailand), adalah karena kerugian besar yang dialami oleh perusahaan swasta akibat depresiasi rupiah yang besar, sementara utang luar negeri (ULN) nya dalam mata uang dolar AS tidak dilindungi (hedging) sebelumnya dengan kurs tertentu di pasar berjangka waktu ke depan (forward). Faktor-faktor lain yang membuat lesunya komponen investasi di dalam AS di antaranya adalah jatuhnya harga saham, pelarian moda ( atau arus modal keluar lebih banyak daripada arus masuk), dan risiko premium yang meningkat drastis. 

Dua faktor terakhir ini didorong terutama oleh kondisi politik, sosial, keamanan dan penegakan hukum yang buruk. Sedangkan dari ekspor meningkat karena memang depresiasi rupiah terhadap dolar As waktu itu membuat sebagian produk Indonesia, khususnya perkebunan, mengalami peningkatan daya saing harga.

Perubahan Struktur Ekonomi

Istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi disebut transpormasi struktural, artinya rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan yang lainnya dalam komposisi AD, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), AS produksi dan penggunaan faktor produksi yang diperlukan guna mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Chenery, 1979)

  1. Teori dan Bukti Empiris
    Teori perubahan struktural menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transpormasi ekonomi yang ditandai oleh LDCs, yang semula lebih bersifat subsistence dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern, yang didominasi oleh sektor-sektor nonprimer. Ada 2 teori yang umum digunakan dalam penganalisis perubahan struktur ekonomi.
a. Teori Migrasi (Arthus Lewis), bahwa ekonomi suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi 2 yaitu: Perekonomian Tradisional di pedesaan yang didominasi oleh sektor pertanian Perekonomian Modern di perkotaan dengan industri sebagai sektor utama. Di pedesaan karena pertumbuhan penduduknya tinggi, maka terjadi kelebihan L dan tingkat hidup masyarakat berada pada kondisi subsistence. Kelebihan L ini ditandai dengan produk marjinalnya yang nilainya nol dan tingkat upah riil (w) yang rendah. Rumus ini juga berlaku bagi perekonomian Modern.
Rumusnya : LPD = Fd(WP’ YP) (2,25) LPS = Fs(wp) (2,26) LPD = LPD = LP (2,27) Persamaan (2,25), permintaan L (LPD) yang merupakan suatu fungsi negatif dari tingkat upah (wp) (Fd’wp>0) dan positif dari volume produksi pertanian (Yp) (Fd’Yp>0). Persamaan (2,26) , penawaran L (LPS) yang merupakan suatu fungsi positif dari tingkat upah (Fw’wp). Sedang persamaan (2,27) mencerminkan keseimbangan di pasar L, yang menghasilkan tingkat w (W setelah dikoreksi dengan inflasi) dan jumlah L tertentu.

b. Teori Transpormasi struktural (Hollis Chenery), Teori ini memfokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di LDCs, yang mengalami transportasi dari pertanian tradisional ke sektor industri sebagai mesin utama penggerak pertumbuhan ekonomi. Perubahan struktur ekonomi berbarengan dengan pertumbuhan PDB yang merupakan total pertumbuhan NT dari semua sektor ekonomi dapat dijelaskan dengan industri dan pertanian NTB masing-masing, yakni NTBi dan NTBp yang membentuk PDB : PDB = NTBi + NTBp

Pembangunan ekonomi jangka panjang dengan pertumbuhan PDB akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor nonprimer, khususnya industri manufaktur dengan increasing returns to scale (relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi (Weiss, 1988).

Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi yang akan membuat semakin tinggi pendapatan masyarakat per-kapita, semakin cepat perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi faktor-faktor penentu lain mendukung proses tersebut, seperti manusia (tenaga kerja), bahan baku, dan teknologi tersedia.

Teori perubahan struktual menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transformasi ekonomi yang dialami oleh NSB, yang semula lebih bersifat subsistens dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern, yang didominasi oleh sektor-sektor nonprimer.

DAFTAR PUSTAKA





Tidak ada komentar:

Posting Komentar