Jumat, 22 April 2016

Kemiskinan dan Kesenjangan


KEMISKINAN DAN KESENJANGAN



KONSEP DAN PENGERTIAN KEMISKINAN

Pengertian Kemiskinan

Merupakan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan memperbaiki keadaan. kemiskinan dapat diartikan secara lebih luas dengan menambahkan faktor faktor lain seperti faktor sosial dan moral. Secara konvensional, kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan individu atau masyarakat yang berada di bawah garis tertentu. Secara umum pengertian dari kemiskinan sangat beragam, tergantung dasar pemikiran dan cara pandang seseorang. Namun kemiskinan identik dengan ketidakmampuan sekelompok masyarakat yang terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitas(kemiskinan struktural). 

Pada umumnya kemiskinan diidentikkan dengan ketidakmampuan seorang individu untuk memenuhhi standart minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak. Pembahasan ini dimaksud dengan kemiskinan material. Definisi kemiskinan mengalami perkembangan sesuai dengan penyebabnya yaitu pada awal tahun 1990. Definisi diperluas tidak hanya berdasarkan pada tingkat pendapatan, tetapi juga mencakup ketidakmampuan dibidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, seperti sandang, papan, kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi.

Kemiskinan juga dapat didefinisikan menurut dua pendekatan. Kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut diukur dengan suatu standart tertentu, sementara kemiskinan relatif bersifat kondisional, biasanya membandingkan pendapatan sekelompok orang dengan pendapatan kelompok lain. Sedang kemiskinan absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka hidup di bawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu- atau mereka berada di bawah garis kemiskinan internasional.

Kemiskinan menurut Edi Suharto dalam Abdul Hakim (2002:219) adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi:

     1.      Sumber keuangan (mata pencaharian, kredit, modal)

     2.      Modal produktif atau asset (tanah, perumahan, kesehatan, alat produksi)

     3.      Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa.

     4.      Organisasi sosial dan politik yang digunakan untuk mencapai kepentingan bersama.

     5.      Informasi yang berguna untuk kemajuan hidup.

     6.      Pengetahuan dan keterampilan.

 Ukuran Kemiskinan
Menurut BPS (2010), bahwa penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan.
Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan. Garis kemiskinan makanan adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari.
Garis kemiskinan non makanan merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Kemiskinan dipelajari oleh banyak ilmu, seperti:

  • Dalam ekonomi, dua jenis kemiskinan dipertimbangkan: kemiskinan absolut dan relatif.
  • Dalam politik, perlawanan terhadap kemiskinan biasanya dianggap sebagai tujuan sosial dan banyak pemerintahan telah berupaya mendirikan institusi atau departemen. Pekerjaan yang dilakukan oleh badan-badan ini kebanyakan terbatas hanya dalam sensus dan pengidentifikasian tingkat pendapatan di bawah di mana warga negara dianggap miskin. Penanggulangan aktif termasuk rencana perumahan, pensiun sosial, kesempatan kerja khusus, dll. Beberapa ideologi seperti Marxisme menyatakan bahwa para ekonomis dan politisi bekerja aktif untuk menciptakan kemiskinan. Teori lainnya menganggap kemiskinan sebagai tanda sistem ekonomi yang gagal dan salah satu penyebab utama kejahatan.
  • Dalam hukum, telah ada gerakan yang mencari pendirian “hak manusia” universal yang bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan.
  • Dalam pendidikan, kemiskinan mempengaruhi kemampuan murid untuk belajar secara efektif dalam sebuah lingkungan belajar. Terutama murid yang lebih kecil yang berasal dari keluarga miskin, kebutuhan dasar mereka seperti yang dijelaskan oleh Abraham Maslow dalam hirarki kebutuhan Maslow; kebutuhan akan keamanan dan rumah yang stabil, pakaian, dan jadwal makan yang teratur membayangi kemampuan murid-murid ini untuk belajar. Lebih jauh lagi, dalam lingkungan pendidikan ada istilah untuk menggambarkan fenomen “yang kaya akan tambah kaya dan yang miskin bertambah miskin” (karena berhubungan dengan pendidikan, tetapi beralih ke kemiskinan pada umumnya) yaitu efek Matthew. Perdebatan yang berhubungan dalam keadaan capital manusia dan capital individual seseorang cenderung untuk memfokuskan kepada akses capital instructional dan capital social yang tersedia hanya bagi mereka yang terdidik dalam sistem formal.
Menghilangkan Kemiskinan

Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:

  • Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
  • Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
  • Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan.
Menurut Sumodiningrat (1999) klasifikasi kemiskinan ada lima kelas, yaitu:

  1. Kemiskinan Absolut
    Kemiskinan absolut selain dilihat dari pemenuhan kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang dapat hidup layak, juga ditentukan oleh tingkat pendapatan untuk memenuhi kebutuhan. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, seperti pangan, sandang, kesehatan, papan dan pendidikan.
  2. Kemiskinan Relatif
    Dikatakan mengalami kemiskinan relatif apabila pendapatannya lebih rendah dibandingkan kelompok lain tanpa memperhatikan apakah mereka masuk dalam kategori miskin absolut atau tidak. Pengukuran kemiskinan relatif diukur berdasarkan tingkat pendapatan, ketimpangan sumberdaya alam serta sumberdaya manusia berupa kualitas pendidikan, kesehatan, dan perumahan.
  3. Kemiskinan Struktural
    Kemiskinan struktural mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya yang tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya. Kemiskinan struktural meliputi kekurangan fasilitas pemukiman sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia sekitarnya. Kemiskinan struktural juga dapat diukur dari kurangnya perlindungan dari hukum dan pemerintah sebagai birokrasi atau peraturan resmi yang mencegah seseorang memanfaatkan kesempatan yang ada.
4. Kemiskinan Kronis
Kemiskinan kronis disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

  • Kondisi sosial budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif
  • Keterbatasan sumberdaya dan keterisolasian (daerah-daerah yang kritis SDA dan daerah terpencil)
  • Rendahnya derajat pendidikan dan perawatan kesehatan, terbatasnya lapangan kerja
5. Kemiskinan Sementara
Kemiskinan sementara terjadi akibat adanya:

  • Perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi
  • Perubahan yang bersifat musiman
  • Bencana alam atau dampak dari suatu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat

Konsep Kemiskinan

Konsep Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir ditengah masyarakat. Kemiskinan sebagai fenomena sosial yang telah lama ada, berkembang sejalan dengan peradaban manusia. Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga seringkali makin tertinggal jauh dari masyarakat lain yang memiliki potensi tinggi. Substansi kemiskinan adalah kondisi deprevasi tehadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar yang berupa sandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar (Sudibyo, 1995:11).

Kemiskinan juga sering disandingkan dengan kesenjangan, karena masalah kesenjangan mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan. Substansi kesenjangan adalah ketidakmerataan akses terhadap sumber daya ekonomi. Sudibyo (1995:11) mengatakan bahwa “apabila berbicara mengenai kemiskinan maka kemiskinan dinilai secara mutlak, sedangkan penilaian terhadap kesenjangan digunakan secara relatif”. Dalam suatu masyarakat mungkin tidak ada yang miskin, tapi kesenjangan masih dapat terjadi di dalam masyarakat tersebut.

Sebagian besar dari penduduk miskin ini tinggal diperdesaan dengan mata pencaharian pokok dibidang-bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional tersebut. Kehidupan mereka bergantung pada pola pertanian yang subsistem, baik petani kecil atau pun buruh tani yang berpenghasilan rendah, ataupun bekerja dalam sektor jasa kecil-kecilan dan berpenghasilan pas-pasan. Fenomena banyaknya urbanisasi penduduk desa ke kota menunjukkan bahwa adanya ketidakmerataan pembangunan di perdesaan. Terbatasnya fasilitas umum, kecilnya pendapatan, dan terbatasnya pekerjaan dan dalih mencari kehidupan lebih baik menjadi alasan urbanisasi ini. Permasalahan tersebut menyiratkan adanya ketidakmerataan dan kesenjangan antara perdesaan dan perkotaan.

 Menurut David Harry Penny (1990:140) konsep kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

  • Kemiskinan absolut dalam kaitannya dengan suatu sumber-sumber materi, yang dibawahnya tidak ada kemungkinan kehidupan berlanjut; dengan kata lain hal ini adalah tingkat kelaparan. 

  • Kemiskinan relatif adalah perhitungan kemiskinan yang didasarkan pada proporsi distribusi pendapatan dalam suatu negara. 

World Bank (BPS dalam Haryati, 2003:95) menyusun ukuran kemiskinan relatif yang sekaligus digunakan untuk mengukur tingkat pemerataan, yaitu dengan membagi penduduk menjadi tiga kelompok: 

  1. 40% penduduk berpendapatan rendah
  2. 40% penduduk berpendapatan menengah
  3. 20% penduduk berpendapatan tinggi.

GARIS KEMISKINAN

Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada di negara berkembang.

Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.

Garis kemiskinan nasional dihitung sebagai berikut:

  • Menghitung rata-rata tertimbang harga kalori yang diperlukan dari 52 komoditas makanan.
  • Mengalikan harga tersebut dengan 2100, yang merupakan batas kemiskinan makanan per kapita per hari.
  • Menghitung nilai pengeluaran per kapita non makanan
  • Menjumlahkan nilai pengeluaran makanan dan non makanan per kapita, yang dinamakan garis kemiskinan.
  • Menghitung proporsi penduduk miskin (Po) dengan cara membagi jumlah penduduk miskin dengan jumlah penduduk (dinyatakan dalam persentase), yang diformulasikan sebagai berikut:

Proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari $1 (PPP) per hari.

Proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya kurang dari $1 per kapita per hari adalah persentase penduduk yang hidup dengan pendapatan di bawah $1 (PPP) per hari. Nilai dolar dimaksud adalah nilai dolar berdasarkan Paritas Daya Beli atau Purchasing Power Parity (PPP) yang konversinya denganmata uang lokal berdasarkan harga tahun 1993.

 PENYEBAB DAN DAMPAK KEMISKINAN

Penyebab Kemiskinan

            Nugroho dan Dahuri (2004:165) menyatakan bahwa kemiskinan di dalam masyarakat dikarenakan oleh beberapa sebab yaitu sebagai berikut: Kemiskinan natural disebabkan keterbatasan kualitas sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Kemiskinan struktural disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh berbagai kebijakan, peraturan, dan keputusan dalam pembangunan, kemiskinan ini umumnya dapat dikenali dari transformasi ekonomi yang berjalan tidak seimbang. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang lebih banyak disebabkan sikap individu dalam masyarakat yang mencerminkan gaya hidup, perilaku, atau budaya yang menjebak dirinya dalam kemiskinan. Dengan kata lain, seseorang dikatakan miskin jika dan hanya jika tingkat pendapatannya tidak memungkinkan orang tersebut untuk mentaati tata nilai dan norma dalam masyarakatnya. Jika diuraikan pernyataan diatas, maka bisa dibagi menjadi dua faktor penyebab kemiskinan, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah penyebab kemiskinan yang potensinya berasal dari diri seseorang dan atau keluarga serta lingkungan sekitarnya. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan situasi lain yang berpotensi membuat seseorang jatuh miskin seperti kekurangan bahan baku atau bencana alam.

Secara konseptual, kemiskinan bisa diakibatkan oleh lima faktor, yaitu:

  1. Faktor individual, atau patalogis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
  2. Faktor keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan hubungan keluarga;
  3. Faktor sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
  4. Faktor agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah dan ekonomu;
  5. Faktor struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur social.
Dampak Akibat Kemiskinan

Dampak akibat kemiskinan yang terjadi di Indonesia, sebenarnya begitu banyak dan sangat kompleks.

Pertama, penggangguran. Jumlah pengganguran yang terjadi pada awal tahun 2011 mencapai 8,12 juta orang. Angka penggangguran ini cukup fantatis, mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi oleh bangsa saat ini. Banyaknya penggangguran, berarti mereka tidak bekerja dan otomatis mereka tidak mendapatkan penghasilan. Dengan tidak bekerja dan tidak mendapatkan penghasilan, mereka tidak data memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara otomatis, pengangguran menurunkan daya saing dan beli masyarakat.

Kedua, kekerasan.  Kekerasan yang terjadi biasanya disebabkan karena efek pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah yang benar dan halal.

Ketiga, pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan, mengakibatkan masyarakat miskin tidak dapat menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Akhirnya, kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.

Keempat, kesehatan. Biaya pengobatan yang terjadi pada klinik pengobatan bahkan rumah sakit swasta besar sangat mahal dan biaya pengobatan tersebut tidak terjangkau oleh kalangan masyarakat miskin.

Kelima, konflik social bernuansa SARA. Konflik SARA terjadi karena ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi kemiskinan yang semakin hari semakin akut. Hal ini menjadi sebuah bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. Terlebih lagi fenomena bencana alam yang sering terjadi di negeri ini, yang berdampak langsung terhadap meningkatnya angka kemiskinan. semuanya terjadi hamper merata di setiap daerah di Indonesia, baik di pedesaan maupun diperkotaan.

 Kemiskinan tidak hanya terdapat di desa, namun juga di kota. Kemiskinan di desa terutama disebabkan oleh faktor-faktor antara lain:

  1. Ketidakberdayaan. Kondisi ini muncul karena kurangnya lapangan kerja, rendahnya harga produk yang dihasilkan mereka, dan tingginya biaya pendidikan
  2. Keterkucilan, rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya keahlian, sulitnya transportasi, serta ketiadaan akses terhadap kredit menyebabkan mereka terkucil dan menjadi miskin
  3. Kemiskinan materi, kondisi ini diakibatkan kurangnya modal, dan minimnya lahan pertanianyang dimiliki menyebabkan penghasilan mereka relatif rendah
  4. Kerentanan, sulitnya mendapatkan pekerjaan, pekerjaan musiman, dan bencana alam, membuat mereka menjadi rentan dan miskin
  5. Sikap, sikap yang menerima apa adanya dan kurang termotivasi untuk bekerja kerasmembuat mereka menjadi miskin. Kemiskinan di kota pada dasarnya disebabkan oleh faktor-faktor yang sama dengan di desa, yang berbeda adalah penyebab dari faktor-faktor tersebut, misalnya faktor ketidakberdayaan dikota cendrung disebabkan oleh kurangnya lapangan kerja, dan tingginya biaya hidup.

Kemiskinan dapat juga disebabkan oleh:

  1. rendahnya kualitas angkatan kerja
  2. akses yang sulit dan terbatas terhadap kepemilikan modal
  3. rendahnya tingkat penguasaan teknologi
  4. penggunaan sumberdaya yang tidak efisien,
  5. pertumbuhan penduduk yang tinggi.
PERTUMBUHAN, KESENJANGAN DAN KEMISKINAN

Pertumbuhan
Salah satu penyebab utama rendahnya kualitas pertumbuhan adalah korupsi. Praktik-praktik korupsi di segala lini kehidupan menyebabkan investasi terhambat. Pengusaha membutuhkan dana lebih besar untuk menjalankan usahanya. Di masa Orde Baru yang kita yakini tingkat korupsinya sangat parah, pengusaha masih bisa meraup laba karena persaingan dari luar negeri dibatasi dengan berbagai bentuk perlindungan. Korupsi juga menyebabkan kualitas infrastruktur rendah. Penggelembungan nilai proyek dan pemotongan standar baku yang dipersyaratkan dalam kontrak membuat kualitas bangunan sangat buruk sehingga cepat rusak.

Selanjutnya, pertumbuhan yang tidak berkualitas akan membuat hampir separuh penduduk rentan terhadap gejolak ekonomi. Sedikit saja harga-harga pangan naik membuat penduduk yang nyaris miskin jadi benar-benar miskin, tak lagi mampu menopang kebutuhan hidup minimumnya: 2.100 kalori per kapita sehari ditambah dengan pendidikan dasar dan kesehatan dasar. Kalau sekadar mengurangi kemiskinan, pemerintah bisa saja memberikan bantuan langsung tunai, pelayanan kesehatan, dan pendidikan dasar gratis. Namun, mengisi kemerdekaan tak cukup sampai di situ. Yang harus dilakukan adalah memerangi kemiskinan, membongkar akar-akar kemiskinan.

Kesenjangan
Kesenjangan adalah adanya jarak yang cukup jauh antara 2 karakter atau keberadaan oranng yang berbeda baik dari sector ekonomi,social,dan lain sebagainya. Dari sisi ekonomi masyarakat, terdapat kesenjangan yang mencolok antara yang kaya dengan yang miskin. Orang kaya jumlahnya makin banyak dan kekayaannya makin banyak pula. Tak mau kalah, jumlah orang miskin pun makin membengkak. Dari sisi pendidikan pun terdapat kesenjangan, baik antarsekolah, maupun antara prestasi individual dan kondisi pendidikan secara umum. Lihat saja sekolah yang ambruk dengan sekolah yang megah. Tentu di sekolah yang reot itu tidak tersedia perangkat pendidikan yang memadai. Jangankan komputer, buku saja terbatas.

Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.

  1. Hubungan antara Pertumbuhan dan Kesenjangan: Hipotesis Kuznets
    Data decade 1970an dan 1980an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi di banyak Negara berkembang, terutama Negara-negara dengan proses pembangunan ekonomi yang tinggi, seperti Indonesia, menunjukkan seakan-akan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi: semakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar pendapatan per kapita semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya.  Studi dari Jantti (1997) dan Mule (1998) memperlihatkan perkembangan ketimpangan pendapatan antara kaum miskin dan kaum kaya di Swedia, Inggris dan AS, serta beberapa Negara di Eropa Barat menunjukkan kecenderungan yang meningkat selama decade 1970an dan 1980an.  Jantti membuat kesimpulan semakin besar ketimpangan distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh dan perubahan kebijakan public.  Dalam perubahan pasar buruh, membesarnya kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besarnya pendapatan dari istri dalam jumlah pendapatan keluarga merupakan dua factor penyebab penting. Literature mengenai perubahan kesenjangan dalam dsitribusi pendapatan awalnya didominasi oleh apa yang disebuthipotesis Kuznets. Dengan memakai data antar Negara (cross section) dan data dari sejumlah survey/observasi di tiap Negara (time series), Simon Kuznets menemukan relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat perdapatan per kapita berbentuk U terbalik.  Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan (rural) ke ekonomi perkotaan (urban) atau ekonomi industry.
  2. Hubungan antara Pertumbuhan dan Kemiskinan
    Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan dan kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan dengan ketimpangan, seperti yang telah dibahas di atas.  Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur berkurang.  Namun banyak factor lain selain pertumbuhan yang juga mempunyai pengaruh besar terhadap tingkat kemiskinan di suatu wilayah/Negara seperti struktur pendidikan tenaga kerja dan struktur ekonomi.

 BEBERAPA INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN

Indikator Kesenjangan

Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini.

Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0: kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1: ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.

Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.

Indikator Kemiskinan

Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.

Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan (non food line).

Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak studi empiris. Pertama, the incidence of proverty: presentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of property yang menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap index. Indeks ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut.

 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi

kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.

Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun

sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global.

Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang

lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari

sudut ilmiah yang telah mapan.

Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan dapat dikategorikan dalam dua

hal berikut ini:
1. Faktor Internal (dari dalam diri individu) Yaitu berupa kekurangmampuan dalam hal:

  1. Fisik misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan.
  2. Intelektual misalnya kurangnya pengetahuan, kebodohan, kekurangtahuan informasi.
  3. Mental emosional misalnya malas, mudah menyerah, putus asa temperamental.
  4. Spritual misalnya tidak jujur, penipu, serakah, tidak disiplin.
  5. Sosial psikologis misalnya kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi/stres, kurang relasi, kurang mampu mencari dukungan.
  6. Ketrampilan misalnya tidak mempunyai keahlian yang sesuai dengan permintaan lapangan kerja.
  7. Asset misalnya tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan dan modal kerja.
2. Faktor Eksternal (berada di luar diri individu atau keluarga) Yang menyebabkan terjadinya kemiskinan antara lain:

  1. Terbatasnya pelayanan sosial dasar.
  2. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah.
  3. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya
    usaha-usaha sektor informal.
  4. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga
    yang tidak endukung sektor usaha mikro.
  5. Belum terciptanya sistim ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil masyarakat banyak.
  6. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal seperti zakat.
  7. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural (structural Adjusment Program/ SAP).
  8. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan.
  9. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana.
  10. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material.
  11. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata.
  12. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin

 KEMISKINAN DI INDONESIA
Antara pertengahan tahun 1960-an sampai tahun 1996, waktu Indonesia berada dibawah kepemimpinan Pemerintahan Orde Baru Suharto, tingkat kemiskinan di Indonesia menurun drastis - baik di desa maupun di kota - karena pertumbuhan ekonomi yang cukup kuat dan adanya program-program penanggulangan kemiskinan yang efisien. Selama pemerintahan Suharto angka penduduk Indonesia yang tinggal di bawah garis kemiskinan menurun drastis, dari awalnya sekitar setengah dari jumlah keseluruhan populasi penduduk Indonesia, sampai hanya sekitar 11 persen saja. Namun, ketika pada tahun 1990-an Krisis Finansial Asia terjadi, tingkat kemiskinan melejit tinggi, dari 11 persen menjadi 19.9 persen di akhir tahun 1998, yang berarti prestasi yang sudah diraih Orde Baru hancur seketika.

Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan absolut sebagai "sebuah kondisi yang dicirikan dengan kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan informasi."

Bank Dunia menggambarkan "sangat miskin" sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari PPP$1 per hari, dan "miskin" dengan pendapatan kurang dari PPP$2 per hari. Berdasarkan standar tersebut, 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan "sangat miskin", dan lebih dari setengah penduduk dunia masih disebut "miskin", pada 2001.


KEBIJAKAN ANTI KEMISKINAN
Kebijakan anti kemiskinan dan distribusi pendapatan mulai muncul sebagai salah satu kebijakan yang sangat penting dari lembaga-lembaga dunia, seperti Bank Dunia, ADB, ILO, UNDP, dan lain sebagainya.

Tahun 1990, Bank Dunia lewat laporannya World Developent Report on Proverty mendeklarasikan bahwa suatu peperangan yang berhasil melawan kemiskinan perlu dilakukan secara serentak pada tiga front : (i) pertumbuhan ekonomi yang luas dan padat karya yang menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi kelompok miskin, (ii) pengembangan SDM (pendidikan, kesehatan, dan gizi), yang memberi mereka kemampuan yang lebih baik untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi, (iii) membuat suatu jaringan pengaman sosial untuk mereka yang diantara penduduk miskin yang sama sekali tidak mampu untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dari pertumbuhan ekonomi dan perkembangan SDM akibat ketidakmampuan fisik dan mental, bencana alam, konflik sosial, dan terisolasi secara fisik.

Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu, yaitu:
1. Intervensi jangka pendek, berupa:

  • Pembangunan/penguatan sektor usaha
  • Kerjsama regional
  • Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
  • Desentralisasi
  • Pendidikan dan kesehatan
  • Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
  • Pembagian tanah pertanian yang merata
2. Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi pedesaan
3. Manajemen lingkungan dan SDM
4. Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan
5. Peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan
6. Peningkatan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)
DAFTAR PUSTAKA